Desa Haronakalla Rancang Peraturan PERDES dan PERADAT Patiala

Sumba Barat, GardaNTT.id – Tujuan PERDES dan PERADAT adalah untuk menjaga kearifan lokal setempat. Di wilayah Patiala di mana terdapat adat – istiadat yaitu Wulla Paddu orang Patiala yang harus di lestarikan pada setiap bulan November

Hal ini diungkapkan Kepala Desa Haronakalla, Dolfinus Ngila Dodu pada Senin (21/11/2022).

Terlebih khususnya di Sumba Barat, Wilayah Patiala, Desa Haronakalla, kata Kades Dolfinus, sering dikunjungi oleh banyak wisatawan mancanegara maupun  dalam negeri dan  masyarakat lokal sendiri. Para pengunjung dan pelaku budaya harus  mengetahui dan mengenal bulan Ritual adat Wulla Paddu – Patiala.

“Ritual tersebut merupakan adat – istiadat bulan PAMALI Julukan orang Sumba pada khususnya orang patiala. bulan Keramat (Sakral) atau bulan Cuci pada kepercayaan orang patiala yang harus di lestarikan dan dihormati bersama selama satu bulan sampai Ritual adat tersebut selesai di gelar,” kata Kepala Desa Haronakalla itu.

Diketahui, Kepala Desa Harona Kalla melakukan pertemuan dengan Biro Hukum Kabupaten Sumba Barat dan Kepala Dinas terkait pembahasan Perdes dan Peradat dan tahap penyusunan dan finalisasi Peraturan Desa.

“Kemarin kami sudah lakukan pertemuan di ruang Asisten Perekonomian bersama Biro Hukum berserta Kadis – Kadis lainnya,” ungkap Kades Harokalla.

Dalam tahap proses selanjutnya, kata dia, Pembentukan Badan Hukum dan tahap finalisasi masih menunggu hasil koreksi dari pihak Biro Hukum Kabupaten Sumba Barat terkait PERDES, sedangkan PERADAT sudah ada dan tanggal Penetapannya sambil menanti koordinasi dengan pihak terkait di bagian Dinas Parawisata.

Lebih dari itu kata kades Dolfinus, sejalan dengan perkembangan teknologi dan Sumber Daya Manusia (SDM) yang mempengaruhi perubahan adat istiadat masih banyak warga setempat yang minim kesadarannya akan Wulla Paddu dan bahkan ada yang belum paham aturan Wulla Paddu, membuat para Rato ada yang main hakim sendiri seperti ada warga yang melanggar seperti menggunakan knalpot resing, lalu melakukan pemukulan yang pada akhirnya timbul kericuan yang membuat norma budaya menjadi tidak ternilai.

Mestinya, persoalan tersebut dapat di selesaikan secara adat dan di kenakan sanksi atau denda. Sedangkan terkait Wulla Poddu ada beberapa larangan yang harus di taati bersama seperti tidak melakukan pesta dan melakukan bunyi – bunyian seperti buat rumah dll, tidak memukul gong pada saat orang meninggal, tidak membuka musik atau sound sistem atau pesta pernikahan.

“Siapapun yang melanggar peraturan adat di atas tanpa pandang bulu dapat dikenakan denda berupa Karawarato yang harus diterima sebagai wujud dari kesalahannya sesuai  aturan adat yang berlaku sebagai bentuk dan sikap permohonan maaf kepada leluhur orang patiala,” ucap dia.

Dolfinus menambahkan, ritual Wulla Paddu kegiatan akan segera berlangsung dan berakhir hari ini (23/11/2022) masyarakat setempat bebas melakukan aktivitasnya seperti biasanya setelah dua jenis ritual adat dapat di gelar.

“Ritual adat atraksi, nonton topeng orang hitam (Toro Ata Mari) di perankan oleh beberapa orang yang di tunjuk oleh rato sesuai ritual adat sambil menari-menari dan mencoba menakutkan banyak penonton dan menghibur. Setelah selesai atraksi nonton topeng orang hitam itu, di lanjutkan dengan atraksi tinju bebas (Pajurra) yang di bagi oleh beberapa kelompok atau lawan. Atraksi Pajurra tersebut di kendalikan oleh para Rato atau tokoh masyarakat seperti wasit yang mengatur jalannya ritual tersebut tanpa dendam.” ungkapnyaDolfinus

Diketahui, adapun atraksi bisa menimbulkan para lawan emosi dan mengalami luka akan tetapi ritual tersebut merupakan tanda bahwa Ritual adat istiadat sudah berjalan sesuai kepercayaan yang di anut oleh Rato warga Patiala kepada leluhur.

Penulis: IstoEditor: Adi Jaya