Hari Pendidikan Nasional, Merajut Kembali Spiritualitas ‘Original’

Penulis: Alexander Y.B. Alitrabis

Tanggal 2 Mei setiap tahun selalu menjadi momen menarik dalam dunia pendidikan tanah air. Tanggal itu tidak pernah dilewatkan begitu saja. Setiap satuan pendidikan selalu melaksanakan serangkaian kegiatan untuk meramaikannya, seperti apel bendera, kegiatan-kegiatan perlombaan ilmiah maupun non ilmiah, dan lain sebagainya. Bahkan, perayaan 2 Mei menjadi kenangan tersendiri dalam cerita kemudian hari oleh para insan pendidikan. Artinya, ada sejuta cara dilakukan agar momen 2 Mei selalu dikenang dan diceritakan oleh generasi ke generasi. Namun, apakah esensi perayaan 2 Mei hanya sekadar seremonial? Tentu tidak, karena ada spiritualitas 2 Mei yang harus selalu dijaga dan dirajut oleh generasi ke generasi.

Latar belakang penetapan Tanggal 2 Mei sebagai Hari Pendidikan Nasional oleh pemerintah Republik Indonesia melalui Kepres RI Nomor 316 Tahun 1959. Sejatinya merupakan wujud nyata kepedulian pemerintah terhadap pentingnya pendidikan di negeri ini. Penetapan Hari Pendidikan Nasional dilatarbelakangi oleh sosok yang memiliki jasa luar biasa dalam dunia pendidikan kita, yakni Ki Hajar Dewantara yang lahir pada tanggal 2 Mei 1889. 

Spiritualitas Pendidikan

Namun, Hari Pendidikan Nasional yang diselenggarakan pada setiap tanggal 2 Mei tidak semata-mata dimaksudkan untuk mengenang kelahiran Ki Hajar Dewantara sebagai Bapak Perintis Pendidikan Nasional. Jauh penting dari itu, yakni merupakan momentum untuk kembali menumbuhkan rasa patriotisme dan nasionalisme bagi seluruh insan pendidikan.

Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk mewujudkan tujuan tersebut adalah menetapkan pelaksanaan upacara bendera dalam rangka memperingati Hari Pendidikan Nasional. Peringatan upacara bendera ini dimaksudkan agar semua insan pendidikan mengingat kembali filosofi nilai perjuangan Ki Hajar Dewantara dalam menegakkan pondasi pendidikan di Indonesia.

Secara garis besar, konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara ingin menekankan bahwa sejatinya pendidikan membentuk ketetapan pikiran dan batin. Tak hanya itu, pendidikan juga harus menjamin keyakinan diri dan membentuk kemantapan dalam prinsip hidup. Karena itu, Ki Hajar Dewantara memiliki pandangan sangat original tentang pendidikan nasional. Secara visioner, ia mendefinisikan pendidikan sebagai “proses belajar menjadi manusia seutuhnya dengan mempelajarai dan mengembangkan kehidupan (mikrokosmos dan makrokosmos) sepanjang hidup.”

Berdirinya Taman Siswa tidak terlepas dari misinya untuk menciptakan pendidikan yang berhaluan sekaligus berkiblat pada kultur bangsa Indonesia. Ki Hajar Dewantara menilai, jika asas dasar pendidikan sudah sesuai dengan spirit kebudayaan nasional, maka pendidikan akan mampu mengangkat derajat negara dan menjawab persoalan kehidupan bangsa Indonesia. Ki Hajar Dewantara sendiri meyakini bahwa pendidikan sejatinya harus lahir dan digali dari semangat akar kebudayaan kelompok. Dengan spirit sosio kultur yang ada dalam sebuah bangsa, maka pendidikan akan mampu menjawab persoalan yang ada pada bangsa itu sendiri.