Membangun Gerakkan Bersama-
Apresiasi Pencatatan Hak Kekayaan Intelektual Motif Songke Cibal

Langkah Strategis Dekranasda

Keprihatinan akan kasus motif kain tenunan Sumba di atas menjadi salah satu critical point Dekranasda Manggarai. Ada setidaknya dua langah strategis yang mulai terbangun. Pertama, mengaktifkan Dekranasda di semua lini. Sejalan dengan ikhtiar pengembangan ekonomi kreatif di Manggarai, Dekranasda mulai membangun organisasi yang kuat mulai dari tingkat kabupaten, kecamatan, desa hingga kampung para pengrajin. Gerakkan ini sedemikian gencar hingga booming dan viral. Dalam waktu yang singkat nama Dekranasda mulai dikenal dan diapresiasi kehadirannya.

Pembangunan infrastruktur organisasi yang serius dengan manajemen yang professional menunjukkan komitmen Dekranasda untuk menghidupkan potensi ekonomi dan budaya sekaligus pada kerajinan-kerajinan tangan (handicraft) masyarakat Manggarai. Pada potensi ekonomi, harga kain tenunan sepadan dengan nilai kerja dari para pengrajin dan memiliki efek pada peningkatan kesejahteraan mereka. Pada potensi budaya, karya tangan mereka mengekspresikan nilai-nilai budaya yang memperkuat penciptaan karakter sebagai Orang Manggarai.

Ada proses pembelajaran nilai budaya yang kontinyu pada setiap generasi. Itu berarti ada aspek pewarisan yang lestari dan bermartabat. Sebuah contoh yang sering diungkap Ketua Dekranasda, Ibu Meldyanti Hagur Nabit, pengenaan kain songke untuk setiap acara berbeda-beda. Setiap acara mempersembahkan kekhasan dan mengusung nilai yang berbeda. Karena itu, jika ini diterima dan dipraktikkan secara bersama oleh masyarakat Manggarai, maka setidaknya, setiap Orang Manggarai memiliki lebih dari satu kain Songke.

Kedua, Dekranasda sudah mulai mengurus administrasi motif songke Cibal untuk mendapatkan Hak Cipta dari Kementrian Hukum dan HAM (Kemenkumham) RI. Mengapa mengurus motif songke ini sebagai langkah strategis? Penjiplakan merupakan trend yang sangat kuat di arus ekonomi global. Meningkatnya minat terhadap tenunan tradisional di ajang pagelaran kain dan busana internasional ikut memberi daya dorong bagi banyak pihak melakukan duplikasi motif dan bahan.

Kerja strategis melakukan pendaftaran motif songke Cibal berbuah manis. Motif kain songke Cibal telah didokumentasi dan diarsipkan dalam Pusat Data Nasional Kekayaan Intelektual Komunal (KIK) Indonesia. Mereka mengeluarkan Surat Pencatatan Inventarisasi Ekspresi Budaya Tradisional dari Kementrian Hukum dan HAM (Kemenkumham) RI. Surat itu ditandatangani oleh Dirjen Kekayaan Intelektual Kemenkumham, Freddy Harris, dengan nomor pencatatan: EBT53202100126.

Motif kain songke Cibal

Dijelaskan dalam surat sebagai reasoning, pencatatan dilakukan dalam rangka perlindungan Ekspresi Budaya Tradisional (EBT) berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta. Ekspresi budaya tradisonal motif songke Cibal adalah seni rupa dua dimensi, berkasifikasi terbuka, sakral dan dipegang teguh.

Gerakkan Bersama

Semangat yang sudah dikobarkan oleh Dekranasda merupakan tongkat kemudi yang selayaknya memberikan spirit bagi semua elemen masyarakat Manggarai, Pemerintah Daerah, Lembaga keuangan, pelaku usaha ekonomi kreatif untuk mendukung sepenuh hati dan sekuat kemampuan agar produk-produk kerajinan kita mengemas dua konsep di atas: membangun daya tahan ekonomi dan melestarikan nilai budaya.

Pada level kebijakan, Pemerintah Daerah membangun regulasi yang membentengi pergerakkan ekonomi dari kerajinan ini mulai dari hulu hingga hilir. Perda tentang perlindungan kerajinan tangan, Perda pengenaan busana dinas dari kain tenunan pada intansi pemerintah daerah dan vertical, perusahaan swasta dan Lembaga Pendidikan di seluruh Manggarai.

Pada level masyarakat, adanya kesadaran untuk mengenakan busana berbahan kain tenunan dengan segala asesorisnya dalam peristiwa-peristiwa khusus semisal acara adat, acara agama, dll. Tingginya permintaan konsumen atau pengguna pada kain tenunan memberi efek besarnya penjualan.

Pada level pengrajin, mereka dilatih untuk menghasilkan produk bermutu baik sehingga tidak mengecewakan pembeli atau pengguna (user). Karena itu pelatihan berjenjang dilakukan sehingga mereka memiliki sumber daya yang baik. Berbarengan dengan itu, pada level pengusaha, mereka menjual produk-produk yang memiliki harga bersaing dengan produk dari daerah lain. Promosi dapat digencarkan karena ketersediaan produk terjamin. Ada usaha yang terus menerus, berkesinambungan sehingga tidak terjadi kekosongan.

Lembaga-lembaga swadaya masyarakat, dengan kapasitas yang dimilikinya, membantu pengrajin untuk meningkatkan skill sehingga menjadi professional. Gereja pun kemudian agama lain membangun kebijakan untuk mengenakan songke ke rumah ibadah sebagai sebuah pilihan sikap untuk mencintai produk budaya Manggarai dan memperkuat ekonomi kreatif.

Gerakkan Bersama ini, jika dilakukan sebagai optio fundamentalis (pilihan sikap mendasar) akan memperkuat identitas kedirian sebagai orang Manggarai serentak memberi income bagi semua pihak yang terlibat dalam kerajinan tenunan.***