Nama yang Mengalir Sampai Jauh

Ket foto: Presiden usia sholat Jumat di Masjid Babul Janah Amakaka/ Dok: Setkab RI

Toleransi dari Amakaka

Lembata adalah pulau unik dalam banyak hal. Warga masyarakatnya hidup berdampingan dengan aman dan damai meski dalam kondisi serba minim. Budaya opu lake, birin breun taat dalam sanubari warganya. Mereka punya militansi bertahan hidup bahkan melangkah jauh hingga menyasar benua-benua di bawah kolong langit. Relasi sosial keagamaan lebih kuat diikat karena kawin mawin. Tak heran dalam sebuah keluarga penganut agamanya gado-gado. Dari selatan Lembata, tepatnya di kampung Muslim Lebala Leworaja kehidupan warganya sangat harmonis. Di kampung Luki, Desa Pantai Harapan, Kecamatan Wulandono, tak jauh dari Leworaja, berdiri kokoh masjid Asyamat Luki. “Saat jadi guru di SD Inpres Luki, saya ditugaskan tetua adat dan ulama Muslim menjadi Ketua Panitia Pembangunan Masjid Asyamat. Saat peresmian, saya diundang para ulama hadir tapi saya minta maaf tak bisa hadir. Saya lagi pigi (pergi) Larantuka urus saya punya anak-anak sekolah,” ujar Frans Lua Mudaj, kerabat saya di kampung Kluang, Desa Belabaja (Boto), Nagawutun.

Kisah Jokowi dan rombongan serta sebelas warga Lembata sholat Jumat berjamaan di Masjid Amakaka bekin Wakil Ketua DPRD Lembata asal Lewotolok, Begu Ibrahim, Rifai Mayeli, dan Frans Ado Uran Atawolo. Begu & Rifai tak pernah menyangkah berada di lokasi bencana Amakaka berjarak tak sampai sepuluh meter dari Presiden Jokowi. Begu sering berada di Amakaka pascabencana banjir lahar dingin guna ambil bagian dalam mengurus warga korban. “Saya bahagia bisa sholat bareng Bapak Presiden Joko Widodo. Ini pengalaman yang tak pernah saya lupa,” kata Begu. “Saya berada di barisan belakang bapa Jokowi. Pengalaman jadi cerita di kampung. Nama Jokowi sungguh luar biasa. Orang cerita ràme sekali beliau begitu peduli dengan Lembata. Beliau juga berksempatan sholat di Amakaka. Bapak Gubernur menunggu di posko pengungsi didampingi Pak Bupati Lembata. Kàmi warga sipil dan warga Amakaka di lokasi yang diijinkan sholat bersama Bapak Presiden. Kami terlebih dahulu diperiksa dan baru diijinkan dengan protokol kesehatan ketat,” kata Rifai.

Kisah Rifai Mayeli dan iparnya, Frans Atawolo unik. Mereka berdua berboncengan menuju lokasi bencana di Ile Ape dan Ile Ape Timur. “Sejak erupsi Ile Lewotolok, kami anak muda dari Desa membentuk relawan mencari donasi dari rumah ke rumah dan pihak lain ikut membantu korban. Bencana kedua pada Minggu awal April lalu, saya dan ama naik satu motor. Saya rasa mau demam juga berada dekat Presiden Jokowi saat berada di Amakaka,” ujar Rifai, penjaga kios lulusan jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Politik Universitas Nusa Cencana. Rifai bersama Begu juga berkesempatan sholat bersama Presiden Joko Widodo dan rombongan dari Jakarta. Warga asal Lebala ini berharap juga agar bisa diangkat jadi ASN. “Usai kuliah saya buka usaha warung kecil di kampung sambil menunggu ada lowongan PNS dari Pemerintah Pusat,” kata Rifai.

Kisah Frans Atawolo berbeda. Ia menjauh dari Rifai saat sepeda motor berada di lokasi bencana. Frans mencoba mengambil posisi di belakang anggota Paspampres agar bisa melihat dari dekat Jokowi, sang idola. Tukang kayu dan batu musiman rupanya paham medan bencana. Ia fasih “jalan tikus” mana di tengah lumpur dan batu-batu besar bakal dilewati Jokowi, Gubernur NTT Viktor Laiskodat. Frans memilih berdiri di atas batu di ketinggian. “Saya teriak sekeras-kerasnya. ‘Bapa Jokowi, saya dan kami orang kampung sayang bapa. Terima kasih su datang di kita pu kampung. Terima kasih, Tuhan. Tuhan sudah antar dan jaga bapa Jokowi di sini. Terima kasih, Tuhan’. Itu teriakan saya dari atas batu,” kata Frans.

Sandal swallow dan celana agak kotor tak ia peduli. “Saya ka, bapa Presdiden? Saya ka, bapa Presiden?,” tanya Frans melihat Jokòwi menunjuk tangan ke arah ia dan teman-teman relawan. “Ya, kamu. Kamu,” kata Frans mengulang omongan anggota Paspampres. “Saya turun dekat bapa Jokowi. Saya dikasi jaket yang beliau kenakan. Air mata saya tumpah. Doa saya bertemu bapa Jokowi dijawab Tuhan. Orang-orang minta jaket dorang pake sekadar foto. Ada yang tawarkan beli dengan harga 10 juta rupiah. Saya tolak. Jumat, 9 April, malam orang kampung saya datang sekadar pake jaket Jokowi. Sabtu pagi, ada tetangga datang kasi saya kopi dan pisang goreng. Mereka rasa macam bapa Jokowi ada di rumah saya. Beliau sungguh orang hebat, rendah hati dan peduli sesama. Uang 1000 rupiah ďi jaket bapa Jokowi saya kasi Rifai kerna dia nikah dengan sudari kami,” kata Frans.

Jakarta, 11 April 2021

Ansel Deri