Opini  

Pancasila Lahir di Ende, Kepak Lesu Garuda di Tanah Papua

Penulis: Kornelis Joh. Don Bosko Beding
Pemuda asal Lamalera, Tinggal di Kupang

Peringatan hari lahirnya Pancasila kali ini secara Nasional dirayakan di Kota Ende, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Kepala Negara Republik Indonesia, Ir. H. Joko Widodo bersama sejumlah pejabat publik pemerintah pusat merayakan hari lahirnya Pancasila di kota tempat presiden pertama Indonesia Ir. Soekarno diasingkan.

Menyongsong hari peringatan lahirnya Pancasila, Pemerintah Provinsi NTT bersama Pemerintah Daerah Kabupaten Ende, jauh-jauh hari telah mempersiapkan segala sesuatu untuk sukseskan acara peringatan hari lahir Pancasila pada tanggal 1 Juni 2022 di Ende.

Bahkan Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat, sejak tanggal 30 Mei 2022 telah bertolak ke Kota Ende untuk mempersiapkan diri mengikuti upacara peringatan hari lahirnya Pancasila bersama rombongan Presiden Ir. H. Joko Widodo yang baru tiba sehari setelah Viktor Bungtilu Laiskodat tiba di Kota Ende.

Sungguh sebuah perayaan kebangsaan yang pantas rayakan di Ende, kota yang dikenal juga sebagai Kota Pendidikan di Provinsi Nusa Tenggara Timur yang menjadi dasar butir-butir Pancasila lahir dan mengangkasa bersama Garuda.

Ende, Kota Kelahiran Pancasila

Ende adalah kota bersejarah yang menginspirasi Sang Proklamator menemukan butir-butir Pancasila sebagai ideologi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Lewat permenungan yang dalam, Ir. Soekarno berhasil mengkonsepkan sebuah landasan bernegara yang mampu merangkul pluralisme seluruh masyarakat Nusantara dalam satu semboyan ‘Bhineka Tunggal Ika’.

Dalam rentang waktu yang cukup lama, terhitung sejak tahun 1934-1938, Bung Karno hidup dalam pengasingannya di Kota Ende. Saat berada di pengasingannya, Ir. Soekarno berkawan dengan pemimpin-pemimpin agama, tidak hanya yang beragama Muslim tetapi juga dengan pemimpin agama Katolik.

Dengan masyarakat lokal yang multikultural pun Ir. Soekarno membaur hingga menemukan nilai-nilai toleransi yang terkandung di dalam kemajemukan. Ir. Soekarno di Ende kala itu banyak bergaul dan membaur dengan budaya dan adat istiadat masyarakat Ende yang tidak pernah memandang apa, siapa, dan bagaimana.

Hingga akhirnya di bawah pohon sukun, Ir. Soekarno menghabiskan waktu seorang diri berpikir tentang bangsa. Melalui pergolakan yang mendalam, Ir. Soekarno menemukan butir-butir Pancasila yang indah.

Butir-butir Pancasila yang melekat pada dada Burung Garuda, diyakini sebagai buah perkawinan antara ide cemerlang Presiden pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno dengan kehidupan sosio-kultural masyarakat Ende pada masa pembuangannya di Kota Pendidikan di Pulau Flores itu.

Ende dalam perspektif nasionalisme adalah kota yang mengandung dan melahirkan fondasi kokoh negara yang merangkul dan merekatkan perbedaan suku, agama, dan ras, sebagai identitas berbangsa dan bernegara. Kota yang menjadi simbol keberanekaragaman yang tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lainnya.

Nilai-nilai toleransi menjadi bagian penting kehidupan masyarakat Ende. Hal itu terbukti, bahwa di Ende jarang sekali terdengar adanya konflik yang berakar dari perbedaan suku, agama, dan ras seperti di tempat-tempat lainnya di Indonesia.

“Di Pulau Bunga yang sepi tidak berkawan, Aku telah menghabiskan waktu berjam-jam merenung di bawah pohon. Ketika itu datang Ilham yang diturunkan oleh Tuhan mengenai lima falsafah hidup yang sekarang dikenal dengan nama Pancasila.

Aku tidak mengatakan bahwa aku menciptakan Pancasila. Yang kukerjakan adalah aku hanya menggali tradisi kami jauh sampai ke dasarnya dan keluarlah aku dengan 5 butir mutiara yang indah,” demikian kutipan buku Biografi Bung Karno, Bung Karno Penjambung Lidah Rakjat Indonesia yang ditulis oleh Cindy Adam.

Kepak Lesu Garuda di Tanah Papua

Jika di Ende diyakini sebagai tempat lima butir mutiara falsafah Negara yang kita kenal dengan nama Pancasila dahulu kala itu terlahir, maka fakta hari ini butir-butir Pancasila yang tumbuh dan berakar di Kota Ende dan menjalar subur di pelataran bumi nusantara, telah layu dan meranggas di tanah subur Papua.

Papua sebagai wilayah paling Timur di Indonesia, hari ini mengalami degradasi nasionalisme yang menjamur ke seluruh pelosok pulau. Anak-anak kecil, anak sekolah, bahkan kaum akademisi asli Papua telah diracuni oleh paham-paham radikal yang tidak sejalan dengan nasionalisme berbangsa dan bernegara.

Berawal dari rasa sebagai ‘bangsa’ yang tidak memiliki pertalian darah dengan sebagian orang Indonesia dan melebar hingga ketidakpedulian pemerintah terhadap kesejahteraan rakyat Papua, sejak kecil generasi yang mendiami bumi Cendrawasih sudah didoktrin untuk tidak mengakui wilayahnya sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Berbagai aksi protes dan usaha untuk melepas diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia pun sudah dan sedang terjadi dari tahun ke tahun sampai hari ini. Pancasila yang menjadi ideologi negara, gagal untuk merangkul masyarakat Papua yang hari ini merasa dianaktirikan.

Kepakan sayap garuda lesu mengepak di bumi Cendrawasih. Perlawanan kelompok ekstrimis bersenjata (OPM) masih berdentum di tengah pembangunan yang mulai terealisasi oleh Ir. H. Joko Widodo sampai hari ini.

Tangis, darah, dan korban jiwa menjadi jawaban dan kenyataan pahit yang harus diterima oleh kita, karena berpuluh-puluh tahun Papua hidup tanpa kasih sayang oleh pemerintah pusat. Garuda hanya mengepakan sayapnya di barat, tetapi di timur sayapnya lesu mengudara.

Asa Besar Sayap Garuda Mengepak Se-Nusantara

Peringatan hari lahir Pancasila di Kota Ende, menjadi momen kebangkitan Indonesia dari keterpurukan. Ada asa besar menggelantung di sayap Garuda. Peperangan dan ketertinggalan di Papua dan juga di daerah-daerah lain di beranda persada Nusantara harus segera ditangani.

Dari kacamata perspektif politis, kehadiran Presiden Republik Indonesia di Ende pada momen peringatan hari lahirnya Pancasila, adalah sebuah pengakuan dan penghormatan bagi kedaulatan bangsa.

Bahwa sekecil apapun suatu daerah dan sejauh apapun tempat itu, sejarah adalah guru yang menuntun kita pada kesejahteraan. Harus ada pengakuan dan perhatian yang layak secara adil.

Ir. Soekarno pernah berkata, ‘bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati sejarahnya, maka jangan sekali-kali melupakan sejarah’. Sebuah filosofi hidup yang hari ini dilakonkan oleh Presiden Ir. H. Joko Widodo lewat kehadirannya secara langsung di tempat awal mula Pancasila dilahirkan.

Sebuah fenomena langkah yang tidak mudah dan tidak pernah terbayangkan oleh siapa pun, bahwa seorang pemimpin tertinggi negara hadir dan merayakan hari kelahiran Pancasila di pelosok negeri, di tempat Pancasila itu dilahirkan sebagai dasar kehidupan berbangsa dan bernegara.

Kota Ende yang menjadi kampung halaman Pancasila, hari ini telah menggetarkan seantero Nusantara. Ada asa besar, semoga hadirnya pemimpin tertinggi Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam peringatan hari lahirnya Pancasila di tempat Pancasila itu dilahirkan, mampu menumbuhkan dan menjaga semangat nasionalisme kebangsaan di seluruh Indonesia, sehingga dapat tercapainya cita-cita pendiri bangsa yang tertuang di dalam butir-butir mutiara indah Pancasila pada dada burung Garuda.


Desa Haju