Pengendalian Penduduk Dengan Childfree Mrriage

Oleh: Godensia Nofianti (Mahasiswa Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian, Unika St. Paulus Ruteng)

Setiap tahun pertumbuhan penduduk terus meningkat, bahkan dari tahun ke tahun pertumbuhan penduduk diperkirakan sangat signifikan.

Pertumbuhan penduduk yang sangat signifikan ini tentu sangat berdampak pada kehidupan manusia itu sendiri di suatu Negara baik secara positif maupun negatif.

Berdasarkan data sensus, bahwa di Indonesia sendiri jumlah penduduknya mengalami peningkatan sebesar 3,26 juta penduduk rata-rata setiap tahunnya dibandingkan dengan data sensus sebelumnya yaitu pada tahun 2010.

Oleh karenanya pemerintah membuat kebijakan-kebijakan untuk mengontrol jumlah penduduk yang ada di Negara ini, salah satunya adalah program Keluarga Berencana ( KB). Dalam program ini setiap keluarga dianjurkan untuk memiliki dua anak saja dan tidak lebih. Program serupa juga sempet di terapkan di China dimana setiap keluarga di perolehkan hanya memiliki satu anak saja.

Kebijakan ini menjadi salah satu solusi paling efektif dalam upaya menekan peningkatan jumlah penduduk yang ada, dengan catatan bahwa dilakukan dengan koordinasi dan kerja sama yang baik antara pemerintah dan masyarakat.

Pememrintah berperan sebagai penyedia fasilitas dan memliki peran dalam menjalankan program tersebut. Namun, sangat disayangkan bahwa masih banyak masyarakat yang tidak mengikuti program yang telah dirancang oleh pemerintah ini setelah menikah.

Bagi seorang individu dewasa, menikah merupakan sebuah kewajaran baik dalam sudut pandang masyarakat maupun agama. Bahkan pernikahan bisa dikatakan sebagai sebuah kebutuhan bagi individu secara umum yang dilingkupi dengan berbagai fungsi diantaranya fungsi dari segi afeksi ,biologis dan agama.

Tujuan dari pernikahan itu sendiri beragam dan bisa jadi berbeda-beda setiap individu, ada individu yang menikah dengan tujuan memperoleh keturunan biologis atau individu dengan keyakinan akan konsep pernikahan sebagai penyempurna agama juga alasan rasa saling cinta atau bahkan untuk menghindari zina. Banyak alasan yang dipergunakan seseorang untuk berani mengambil keputusan melanjutkan hubungan kejenjang yang lebih serius yaitu pernikahan.

Dalam sebuah pernikahan, anak menjadi salah satu hal yang paling banyak menjadi bahan perbincangan, entah itu berkenan dengan kehadiran anak, jumlah anak yang akan dimiliki, pemenuhan segala kebutuhan serta hak anak dan sebagainya.

Pandangan masyarakat ini yang sering kita temui pasangan-pasangan yang telah menikah idealnya tentu akan mengharapalkan kehadiran anak dalam keluarga kecil mereka karena anggapannya bahwa anak adalah perekat hubungan dari suami istri, anak adalah sumber kebahagian bagi orang tuannya dan juga anak merupakan investasi jangka panjang bagi orang tuanya.

Pada pasangan yang tidak kunjung terlihat kehadiran anak didalamnya masyarakat akan langsung mempertanyakan apakah masing-masing dari pasangan ini normal ataupun sederet pertanyaan lainnya. Padahal kehadiran anak dalam sebuah keluarga bisa jadi merupakan sebuah pilihan yang diambil oleh pasangan tersebut dalam menjalani kehidupan mereka.

Belakangan ini ada istilah yang disebut dengan childfree marriage atau dapat kita pahami sebagai pasangan menikah yang memutuskan untuk tidak memiliki anak dalam kehidupan pernikahannya itu.

Bagi individu –individu yang memutuskan untuk childfree, salah satu anggapan yang mereka miliki bahwa setiap anak berhak untuk mendapatkan fasilitas kehidupan dan pendidikan yang layak, sementara biaya hidup dan biaya pendidikan semakin tinggi setiap tahunnya.

Jadi sebelum memiliki anak pertimbangan finansial menjadi suatu hal yang sangat penting, keadaan ekonomi yang stabil tentu tidak akan menjadi masalah dalam proses pemenuhan kebutuhan, namun jika dalam prosesnya keadaan ekonomi yang masih dengan istilah “gali lubang tutup lubang “akan menjadi riskan memiliki anak.

Desa Haju