GardaNTT.id – Asosiasi ojek online (ojol) Garda Indonesia mengungkapkan kekecewaannya terhadap perusahaan aplikasi ride-hailing yang hanya memberikan Bonus Hari Raya (BHR) sebesar Rp50 ribu kepada mitra driver.
Protes ini mengarah langsung kepada aplikator besar yang diduga menipu Presiden Prabowo Subianto terkait besaran BHR yang dijanjikan.
Ketua Umum Garda Indonesia, Igun Wicaksono, menuding dua perusahaan aplikasi yang sebelumnya diundang oleh Presiden Prabowo ke Istana Merdeka telah memberikan informasi yang menyesatkan. Dalam pertemuan tersebut, perusahaan-perusahaan ini menjanjikan BHR untuk ojol dapat mencapai hampir Rp1 juta, namun kenyataannya banyak mitra yang hanya menerima Rp50 ribu.
BHR yang Jauh dari Janji
Menurut Igun, bentuk penipuan ini terjadi ketika aplikator mengklaim kepada Presiden bahwa BHR ojol bisa mencapai hampir Rp1 juta. Namun, kenyataannya, banyak mitra driver yang hanya menerima nominal yang jauh lebih kecil, yakni Rp50 ribu. Igun menjelaskan bahwa ketidakcocokan ini membuat banyak pengemudi merasa tertipu dan dibohongi oleh aplikator.
“Bentuk penipuan yang kami maksud adalah perusahaan aplikasi yang menyampaikan kepada Presiden RI bahwa BHR untuk ojol senilai hampir Rp1 juta, namun para pengemudi ojol mitra aplikator sebagian besar hanya menerima Rp50 ribu saja,” ungkap Igun dalam konferensi pers, dikutip dari CNN Indonesia pada Selasa (25/3/2025).
Pelanggaran terhadap Ketentuan Kemenaker
Kemenaker telah menetapkan aturan bahwa mitra driver berhak menerima BHR sebesar 20 persen dari penghasilan bulanan mereka selama setahun terakhir.
Berdasarkan ketentuan tersebut, jika seorang driver hanya menerima Rp50 ribu, itu berarti penghasilannya selama sebulan hanya sekitar Rp250 ribu angka yang sangat tidak realistis untuk kebutuhan sehari-hari.
“Perusahaan aplikasi telah menipu lembaga kepresidenan, membangkang terhadap kebijakan kementerian, dan menjadikan ojol seluruh Indonesia seolah menjadi pengemis BHR,” tambah Igun dengan nada geram.
Seruan Persatuan Ojol untuk Melawan Arogansi Aplikator
Igun menegaskan bahwa, apabila kondisi ini terus berlanjut, Garda Indonesia akan memobilisasi seluruh driver ojol di Indonesia untuk bersatu melawan apa yang mereka sebut sebagai “arogansi aplikator”. Mereka menuntut agar hak-hak mitra driver dihormati dan transparansi dalam pemberian BHR ditegakkan.
“Jika sudah terjadi seperti ini, maka kami akan mempersatukan ojol se-NKRI untuk melawan arogansi aplikator,” tegas Igun.
Tanggapan Aplikator: BHR Berdasarkan Kategori Mitra
Menanggapi keluhan ini, salah satu aplikator besar, Gojek, menyatakan bahwa besaran BHR yang diterima mitra ojol tergantung pada kategori mereka. Gojek mengungkapkan bahwa mitra dalam kategori tertinggi, seperti Mitra Juara Utama, bisa menerima BHR yang lebih besar, mulai dari Rp900 ribu untuk mitra roda dua hingga Rp1,6 juta untuk mitra roda empat.
“Mitra dalam kategori Mitra Juara Utama mendapatkan BHR yang dihitung sekitar 20 persen dari rata-rata penghasilan bersih di kategori tersebut,” ujar Ade Mulya, Chief of Public Policy & Government Relations GoTo.
Namun, meski ada penjelasan ini, banyak mitra driver yang mengeluhkan bahwa mereka tetap tidak mendapatkan BHR yang sesuai dengan penghasilan yang dijanjikan oleh aplikator. Keluhan ini pun ramai diperbincangkan di media sosial, bahkan ada yang mengaku menerima BHR lebih rendah dari Rp50 ribu.
Perlu Transparansi dan Kepastian BHR Ojol
Polemik mengenai BHR ini menyoroti pentingnya transparansi dan keadilan bagi mitra driver ojol. Pemerintah, aplikator, dan asosiasi seperti Garda Indonesia harus bekerja sama untuk memastikan bahwa hak-hak driver dihormati dan mereka mendapatkan kesejahteraan yang layak.
Selain itu, klarifikasi dan transparansi mengenai besaran BHR yang sebenarnya juga sangat diperlukan agar tidak ada pihak yang merasa tertipu.
Dengan semakin banyaknya keluhan, harapan besar ada pada penyelesaian yang adil, bukan hanya untuk meringankan beban driver, tetapi juga untuk memastikan industri ojol tetap berjalan dengan adil dan berkelanjutan.