“Spiritualitas Thomas” Dalam Era Tsunami Informasi

Spiritualitas Thomas


Kisah ‘ketidakpercayaan’ Rasul Thomas terhadap informasi ‘kehadiran Tuhan Yesus yang bangkit’ seturut warta biblis, bisa menjadi salah satu rujukan dalam menerapkan ‘spiritualitas keraguan’ mengunyah pelbagai berita saat ini. Thomas anak Didimus itu sangat tidak yakin bahwa Yesus yang mati disalib itu, datang menampakkan diri kepada para Murid.

Rekan keduabelasan, Yohanes melukiskan ‘momen ketidakpercayaan’ Thomas itu dalam kitab yang ditulisnya, yaitu: “Sebelum aku melihat bekas paku pada tangan-Nya dan sebelum aku mencucukkan jariku ke dalam bekas paku itu dan mencucukkan tanganku ke dalam lambung-Nya, sekali-kali aku tidak akan percaya,” (Bdk Yoh 20:25).

Boleh jadi pemberitahuan rasul-rasul yang lain bahwa Yesus datang menampakkan diri sebagai hoaks, alias kabar bohong belaka. Sebuah kejadian dikatakan benar dan layak untuk dipercayai ketika detail kisah itu bisa diverikasi secara empiris. Thomas tak punya alasan yang cukup untuk mempercayai berita itu sebelum ia melihat dan meraba langsung subyek berita itu.

Keraguan dan tantangan yang diberikan Thomas ternyata direspons secara sangat simpatik oleh Kristus sendiri. Kita tahu bahwa menyitir Injil Yohanes lagi, delapan hari kemudian, Yesus hadir lagi meluluskan permintaan Thomas. Ia mendatangi dan berkata, “Taruhlah jarimu di sini dan lihatlah tangan-Ku, ulurkanlah tanganmu dan cucukkan ke dalam lambung-Ku dan jangan engkau tidak percaya lagi, melainkan percayalah.” (Bdk. Yoh 20:27)

Sikap Thomas ini, hemat saya, dalam setting peradaban yang ditandai oleh pluralitas dan berjubelnya informasi, bukan sesuatu yang negatif. Justru sikap ‘tidak mudah percaya’ ini bisa menjadi panduan bagi kita dalam menyikapi informasi yang berseliweran dalam ruang publik.