“Spiritualitas Thomas” Dalam Era Tsunami Informasi

Sangat penting bagi kita untuk ‘tidak telan mentah-mentah’ sajian berita dari aneka media itu. Berita yang disiarkan oleh satu media perlu diuji validitas dan kesahihan kebenarannya. Pengujian itu bertujuan untuk menghindari fatalisme dalam menentukan posisi. Di jaman ini, dimana informasi bisa diakses dengan begitu mudahnya, kebenaran kabar menjadi sesuatu yang mahal! Begitu banyak kabar kabur alias hoax yang berkeliaran di sekitar kita.

Ada banyak contoh kasus tentang ‘berita setengah matang’ yang beredar di ruang politik lokal kita. Kita tidak bisa menjadikan berita di media sebagai rujukan primer dalam menilai sesuatu. Kabar tentang pemimpin politik yang ‘melakukan kesalahan politik’ mesti dicek kebenarannya. Demikian juga berita-berita lain yang bersinggungan dengan kepentingan bersama.

Sikap seperti Thomas untuk mencerna kabar-kabar seperti itu amat dibutuhkan. Dalam prakteknya kita bisa melakukan pembuktian melalui mencari informasi lain sebagai perbandingan, mempelajari secara sungguh-sungguh kemudian berkeputusan apakah berita yang kita dengar itu benar atau tidak. Hoax atau tidak.

Jadi, tentu bukannya kita tidak mau percaya, tetapi kita harus berhati-hati dan selektif sebelum akhirnya kita percaya. Karena jangan sampai karena kita terlalu mudah percaya maka kita rentan dikibuli. Rasul Thomas memberikan contoh bagaimana semestinya menanggapi dan menghadapi berita yang masih simpang siur kebenarannya.

Kita tidak ingin menjadi ‘korban’ dari kegesitan media memanipulasi persepsi publik. Jauh sebelum hemeneutika kecurigaan digagas oleh para filsuf, salah satu rasul Kristus, Thomas sudah menerapkan pola interpretasi berbasis kecurigaan itu.

Desa Haju