GardaNTT.id – Desa Adat Tenganan Pegringsingan merupakan salah satu desa Bali Aga yang terdapat di Pulau Bali. Asal usul nama desa ini berawal dari letaknya yang berada diantara tiga bukit yaitu, bukit kangin (bukit timur), bukit kauh (bukit barat), bukit kaja (bukit utara), karena letaknya di tengah – tengah maka disebut dengan Tengahan yang dalam perkembangannya lebih dikenal dengan Tenganan.
Desa Tenganan memiliki jumlah penduduk sebanyak 1.038 orang, sebanyak 526 laki – laki dan 511
perempuan. Desa ini memiliki masyarakat yang sangat menjaga peraturan – peraturan
yang sudah dijaga sejak abad ke-11 yang disebut sebagai “awig – awig”.
Sebagai desa Bali Aga, Desa Tenganan Pegringsingan di Karangasem, Bali terdapat beberapa perbedaan dengan desa adat Bali lainnya. Bali Aga mendiami desa-desa di pegunungan Bali, dan ada pencampuran dengan Majapahit.
Desa ini masih melestarikan budaya bali kuno, sehingga tidak dapat dipengaruhi oleh budaya Majapahit. Contoh salah satunya adalah Kelender.
Masyarakat di desa ini mempunyai cara untuk melakukan perhitungan Waktu tersendiri yang sangat berpatok pada masa edar matahari. Dimana kalender ini sangat berbeda dari kalender Masehi.
Siklus kalender Desa Tenganan berlangsung setiap 3 tahun sekali, yakni tahun pertama jumlah bulan dihitung 12 dengan jumlah hari per bulannya dihitung 30 hari.
Lalu untuk tahun kedua, satu tahun tetap dihitung 12 bulan, hanya saja ada beberapa hari di bulan ke-11 dan ke-12 yang jumlahnya hanya 26 hari. Pada tahun ketiga, jumlah bulan dihitung 13 bulan, yakni terjadi bulan ke-4 sebanyak dua kali.
“Contohnya itu, kami di Desa Tenganan bulan ini adalah bulan kesembilan. Kalau di kalender Bali kan baru bulan keempat,” ujar Tamping Takon Tebenan Desa Tenganan, I Putu Suarjana, dikutip dari Detiktravel Rabu 5/3/2025.
Membedakan kalender ini dapat dilihat dari perhitungan tanggal di kalender Desa Tenganan. Bila kalender Bali dalam satu bulan memiliki penanggalan 1 sampai 30. Pada sistem kalender Desa Tenganan hanya memiliki penanggalan 1 sampai 15 di awal disebut penanggal dan 1 sampai 15 di akhir disebut kehudan.
“Penanggalan 1 sampai 15 di awal atau penanggal itu dikhususkan untuk upacara anak-anak. Untuk 1 sampai 15 di akhir atau kehudan itu dikhususkan untuk upacara kematian dan lain sebagainya,” kata I Putu Suarjana
Kalender masyarakat Desa Tenganan terbilang sudah hafal dengan kalendernya, berikut dengan ritual-ritual pada setiap bulannya.
“Kalau kalender kita kebanyakan nggak tertulis, masalah kalender masyarakat di sini 90% sudah hafal betul. Tidak pernah mencatat agenda khusus,” ujar I Putu Suarjana.
Meski memiliki sistem kalender tersendiri, masyarakat di Desa Tenganan masih menggunakan dan memiliki kalender masehi untuk kepentingan pendidikan dan pekerjaan.
“Kami masih menerima budaya luar sepanjang tidak bertentangan. Kalau masalah pendidikan kami pakai kalender nasional. Seperti saya, kalau pergi ke kantor kan mengikuti kalender nasional,” kata I Putu Suarjana.