GardaNTT.id – Penyakit Parkinson, yang sering terdiagnosis hanya setelah kerusakan otak yang signifikan, kini mungkin dapat dideteksi lebih awal berkat penemuan metode baru yang revolusioner. Tim peneliti dari Universitas Ibrani Yerusalem (HU) berhasil mengembangkan tes darah berbasis asam ribonukleat (RNA) yang mampu mendeteksi tanda-tanda penyakit Parkinson jauh sebelum gejalanya muncul.
Temuan ini, yang dipublikasikan dalam jurnal Nature Aging pada Jumat (11/4), menjanjikan terobosan dalam dunia medis yang bisa mengubah cara kita memahami dan menangani penyakit degeneratif ini.
Penyakit Parkinson, yang mempengaruhi jutaan orang di seluruh dunia, telah lama menjadi tantangan dalam hal diagnosis dini. Biasanya, kondisi ini hanya terdeteksi setelah kerusakan otak yang cukup parah terjadi, ketika neuron yang terkait dengan gerakan motorik telah rusak.
Kondisi tersebut menegaskan pentingnya deteksi dini untuk mengurangi dampak jangka panjang dari penyakit ini. Namun, dengan metode baru ini, tes darah berbasis RNA menjanjikan untuk mengidentifikasi tanda-tanda penyakit jauh lebih awal.
Melansir dari antaranews pada Sabtu (12/4/2025), RNA, yang merupakan salah satu komponen penting dari asam nukleat, bekerja dengan cara yang berbeda dari DNA dalam tubuh kita. Penelitian ini menemukan bahwa dua jenis biomarker RNA tertentu dapat memberikan petunjuk berharga tentang perkembangan penyakit Parkinson.
Fragmen RNA berulang yang terakumulasi pada pasien Parkinson, serta penurunan RNA mitokondria yang mengindikasikan kerusakan sel, menjadi penanda kunci dalam proses deteksi dini ini.
Metode baru ini mengukur rasio antara fragmen-fragmen RNA tersebut dalam darah pasien. Dengan cara ini, tes darah dapat membedakan antara individu yang sehat dan mereka yang berada dalam tahap awal penyakit Parkinson, bahkan sebelum gejala klinis pertama muncul. Dalam eksperimen yang dilakukan, tes ini berhasil menunjukkan akurasi hingga 86%, jauh mengungguli metode diagnostik yang ada saat ini.
Selain memberikan akurasi yang tinggi dalam diagnosis dini, penelitian ini juga mengungkapkan hubungan antara fragmen RNA yang terdeteksi dan respons pengobatan. Fragmen RNA tipe pertama, misalnya, menunjukkan penurunan level setelah stimulasi otak mendalam, sebuah prosedur pengobatan yang sudah dilakukan pada pasien Parkinson lanjut.
Hal ini menunjukkan bahwa tes ini tidak hanya dapat mendeteksi penyakit, tetapi juga membantu memantau respons terhadap pengobatan.
Dengan penemuan ini, para peneliti berharap dapat membuka pintu bagi perawatan yang lebih tepat waktu dan lebih efektif. Deteksi dini Parkinson dapat memungkinkan intervensi yang lebih baik dan berpotensi mengubah jalannya penyakit, meningkatkan kualitas hidup pasien, serta mengurangi biaya pengobatan jangka panjang.
Penemuan tes darah berbasis RNA ini membuka babak baru dalam dunia medis. Dengan akurasi yang lebih tinggi dan potensi untuk mendeteksi Parkinson jauh sebelum gejala muncul, penelitian ini menunjukkan bagaimana teknologi terbaru dapat merubah cara kita mendekati penyakit-penyakit neurodegeneratif.
Meski masih memerlukan uji coba lebih lanjut, hasil ini memberikan harapan bagi pasien Parkinson dan keluarga mereka, dengan kemungkinan adanya intervensi lebih dini yang dapat memperlambat atau bahkan mengubah jalannya penyakit.
Dunia medis kini semakin dekat dengan solusi untuk mendeteksi Parkinson pada tahap paling awal, dan dengan itu, memberikan kesempatan lebih besar untuk perawatan yang lebih efektif dan hasil yang lebih baik.