Berita  

Program Gizi Bermasalah? Ratusan Siswa SMPN 35 Bandung Mengalami Gejala Keracunan

Ilustrasi Gambar Anak-anak Mengonsumsi Makanan. (Sumber: Pixabay.com).

GardaNTT.id – Suasana di SMPN 35 Bandung mendadak mencekam setelah ratusan siswanya mengalami gejala yang diduga sebagai keracunan makanan. Insiden ini terjadi pada Rabu (1/5), usai para siswa menyantap makanan gratis yang disediakan melalui program bantuan gizi sekolah.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, lebih dari 150 siswa mengeluhkan gejala seperti diare, mual, dan muntah beberapa jam setelah menyantap makanan bergizi yang dibagikan saat jam istirahat. Beberapa siswa bahkan harus dilarikan ke puskesmas dan rumah sakit terdekat karena mengalami dehidrasi berat.

Menurut Kepala Dinas Kesehatan Kota Bandung, Anhar Hadian, para siswa SMPN 35 Bandung diketahui mengonsumsi makanan bergizi gratis (MBG) pada pukul 11.00 WIB. Makanan tersebut merupakan bagian dari program pemerintah yang bertujuan meningkatkan asupan nutrisi siswa.

Namun, keesokan harinya, laporan demi laporan mulai bermunculan mengenai siswa yang mengalami gejala mual, muntah, dan diare secara massal. Anhar menyebut bahwa gejala mulai dirasakan sejak Selasa malam hingga Rabu pagi, 30 April 2025.

Dinkes Bandung langsung merespons dengan melakukan penelusuran terhadap sumber makanan serta pengambilan sampel untuk diuji laboratorium. “Kami masih menunggu hasil uji laboratorium, tapi waktu munculnya gejala cukup konsisten dan mengarah pada dugaan keracunan makanan,” jelas Anhar, yang dikutip dari AyoBandung.com, Jumat (2/5/25).

Distribusi makanan bergizi dalam program ini dilakukan oleh dapur milik Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG), sebuah unit yang ditunjuk pemerintah untuk menangani pemenuhan nutrisi di sekolah-sekolah. Pada hari kejadian, dapur SPPG mendistribusikan makanan ke empat sekolah, yaitu SDN 24, SDN 189, SMAN 19, dan SMPN 35 Bandung. Setiap sekolah menerima makanan yang sama, yang dirancang untuk menunjang kebutuhan gizi siswa guna mendukung aktivitas belajar mereka.

Namun, hingga saat ini, kasus gejala keracunan massal hanya dilaporkan dari SMPN 35 Bandung. Pihak Dinas Kesehatan sedang menyelidiki kemungkinan adanya perbedaan dalam penyimpanan, distribusi, atau konsumsi makanan di sekolah-sekolah tersebut. Fokus penyelidikan juga mencakup potensi kontaminasi makanan di titik akhir distribusi. “Kami sedang menelusuri apakah ada perlakuan berbeda terhadap makanan yang sampai di SMPN 35,” ungkap Kepala Dinkes Kota Bandung, Anhar Hadian.

“Siswa SMA dikonsumsi jam setengah dua. Nah yang setengah dua udah kecium baunya jadi gak ada yang makan. Siswa SMPN 35 yang kena, 342 yang sakit,” ujar Anhar.

Gejala yang dialami oleh para siswa SMPN 35 Bandung setelah mengonsumsi makanan bergizi gratis antara lain mual, muntah, pusing, dan demam. Kondisi ini muncul secara serempak dalam rentang waktu yang relatif singkat, mulai dari Selasa malam hingga Rabu pagi, sehingga menimbulkan kekhawatiran besar di kalangan orang tua dan pihak sekolah. Beberapa siswa bahkan dilaporkan mengalami gejala cukup parah hingga harus mendapatkan perawatan medis di fasilitas kesehatan terdekat.

“Tidak ada yang dirawat, pemantauan kami sementara begitu (sudah sembuh). Kami terus memantau,” ucapnya.

Program makanan bergizi gratis ini merupakan bagian dari inisiatif pemerintah kota untuk meningkatkan asupan nutrisi siswa di sekolah negeri. Namun, kejadian ini memicu pertanyaan besar mengenai standar pengolahan dan pengawasan kualitas makanan yang disajikan.

Sementara itu, pihak sekolah menghentikan sementara distribusi makanan gratis sambil menunggu hasil investigasi. Kepala Sekolah SMPN 35 Bandung, Bapak Hendra Sulaeman, mengatakan, “Kami sangat menyesalkan kejadian ini. Kesehatan siswa adalah prioritas utama kami. Kami akan bekerja sama penuh dengan pihak berwenang untuk mencari solusi dan mencegah kejadian serupa.”

Peristiwa ini menambah daftar panjang kasus keracunan makanan massal di institusi pendidikan, dan kembali menyoroti pentingnya pengawasan ketat dalam pelaksanaan program bantuan makanan di sekolah-sekolah.

Masyarakat kini menantikan tindakan tegas dan perbaikan sistem guna menjamin bahwa program gizi yang seharusnya menyehatkan, tidak justru membahayakan.

Desa Haju Desa Haju