GardaNTT.id – African Swine Fever (ASF) atau demam babi afrika merupakan penyakit viral hemoragik yang sangat menular menyerang ternak babi dan babi liar menyebabkan kerugian ekonomi bagi peternakan skala kecil dan besar.
Penyebaran virus ASF yang sangat cepat mengakibatkan tingkat kematian babi yang sangat tinggi. Penularan virus ASF dapat terjadi melalui, produk hewan ilegal, lalu lintas ternak babi, kendaraan yang terkontaminasi ASF, dan pergerakan babi hutan.
Mewabahnya penyakit African Swine Fever (ASF) sebagai penyakit yang dapat menyerang babi telah menyebar di banyak negara termasuk Indonesia.
Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu populasi babi di Indonesia. Merebaknya ASF menyebabkan kerugian besar bagi perekonomian dan ketakutan masyarakat akan konsumsi daging babi dan produk babi lainnya.
Peternak sudah mulai pasrah terhadap serangan virus tersebut karena upaya pemberian vitamin dan menjaga kebersihan sudah dilakukan.
Kepala Desa Sedaeng, Kecamatan Tosari, Abdul Hadi, mengaku warganya sudah pasrah terhadap serangan virus babi Afrika. Karena setiap harinya, ada satu atau dua ekor babi mati di kandang.
“Warga sepertinya sudah pasrah terhadap serangan wabah virus babi ini. Karena setiap harinya ada saja yang mati. Satu atau dua ekor,” terang Abdul,yang dilansir dari Kompas.com Jumat (7/3/2025).
Jumlah kematian babi milik warga sekitar 70 ekor dari total 200 ekor babi sebelum terserang virus. Saat ini, warga hanya mempertahankan peliharaannya dengan cara manual. Selain membersihkan kandang, mereka juga menggunakan perapian atau asap di sekitar kandang.
“Karena babi milik saya juga masih ada yang hidup, karena mencegah dari lalat yang biasa menempel pada babi,” ujar Wirya Aditya, Kepala Desa Wonokitri.
Terpisah, Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Pasuruan, drh. Ainur Alfiah, mengakui saat ini tidak banyak yang bisa dilakukan warga untuk mencegah kematian babi akibat serangan ASF. Sebab, vaksin untuk ASF tidak ada.
“Sebelumnya memberikan vitamin dan pengobatan terhadap ternak babi yang sakit untuk mencegah penyebaran penyakit,” terangnya, Jumat (7/3/2025).
Sedangkan terkait jumlah kematian, pihaknya memang jarang menerima laporan dari warga sejak keluarnya hasil tes lab yang menunjukkan kematian babi akibat virus ASF.
“Kalau sebelumnya sering memberikan informasi perkembangan ternak babi, sekarang sudah jarang. Tetapi tim kami akan berkala meninjau ke sana (Wonokitri dan Sedaeng),” pungkasnya.
Untuk diketahui, sejak akhir Januari hingga pekan awal bulan Maret 2025, sudah ada 79 babi yang mati secara mendadak. Kematian babi hingga sekarang terus terjadi akibat virus demam babi Afrika.