GardaNTT.id – Pada Kamis, 27 Maret 2025, ribuan demonstran dari berbagai elemen masyarakat, termasuk koalisi sipil dan mahasiswa, akan turun ke jalan di depan Gedung DPR RI. Mereka akan menggelar aksi besar yang bertajuk “Jakarta Melawan”, yang dipimpin oleh Usman Hamid, Direktur Amnesty Internasional Indonesia.
Aksi ini bertujuan untuk menuntut perubahan penting terkait dengan kebijakan militeristik yang semakin mengancam demokrasi Indonesia. Dalam keterangan tertulis yang dibagikan kepada media, Usman menyatakan bahwa penguatan militerisme dan oligarki di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto menjadi ancaman nyata bagi prinsip-prinsip demokrasi yang telah lama diperjuangkan.
“Militerisme dan oligarki semakin mengancam demokrasi kita,” ujar Usman dalam pernyataannya, seraya menegaskan bahwa aksi hari ini adalah seruan rakyat untuk menentang kekuatan militer yang semakin dominan di ranah sipil, seperti dikutip dari Tempo.co pada (27/3/2025)
Delapan Tuntutan Utama yang Disuarakan Koalisi Sipil
Aksi kali ini bukan hanya sekadar unjuk rasa, melainkan juga gerakan yang membawa delapan tuntutan penting yang harus didengar oleh pemerintah dan DPR RI. Berikut adalah rangkuman dari tuntutan tersebut:
1. Tolak UU TNI
2. Tolak Fungsi TNI di Ranah Sipil
3. Tolak Perluasan Fungsi TNI di Intelijen dan Siber
4. Bubarkan Komando Teritorial
5. Tarik Mundur TNI dari Papua
6. Segera Revisi UU Peradilan Militer Nomor 31 Tahun 1997
7. Kembalikan TNI ke Barak
8. Pecat 2500 Anggota TNI yang Menjabat di Posisi Sipil
Menurut Usman, salah satu tuntutan utama adalah pencabutan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) yang baru saja disahkan oleh DPR pada 20 Maret 2025. Revisi UU TNI tersebut membuka peluang bagi militer untuk lebih terlibat dalam urusan sipil, sebuah langkah yang menurutnya bertentangan dengan amanat reformasi yang menegaskan supremasi sipil.
Tidak hanya itu, aksi kali ini juga akan menuntut pemerintah untuk meninjau ulang Rancangan Undang-Undang Kepolisian Negara Republik Indonesia (RUU Polri). Usman menilai bahwa revisi Undang-Undang Polri yang sedang dibahas berpotensi memperburuk kondisi demokrasi, dengan memberikan kewenangan yang lebih besar kepada kepolisian untuk mengintervensi ranah sipil.
“RUU Polri dapat memperkuat kontrol represif negara, yang berisiko mengurangi kebebasan dan hak asasi manusia,” tambah Usman.
Mahasiswa Ikut Bergabung dalam Aksi
Aksi ini juga mendapat dukungan penuh dari elemen mahasiswa, terutama Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI). Herianto, Koordinator BEM SI, mengonfirmasi bahwa organisasi mahasiswa tersebut akan ikut serta dalam demonstrasi kali ini. Mereka berharap agar tuntutan koalisi sipil dapat menjadi perhatian serius bagi pemerintah dan DPR RI, mengingat pentingnya untuk menjaga supremasi sipil di Indonesia.
Gerakan Sipil yang Menentukan Masa Depan Demokrasi
Aksi “Jakarta Melawan” yang akan digelar hari ini bukan hanya sekadar unjuk rasa, tetapi juga sebuah pernyataan tegas bahwa rakyat Indonesia tidak akan membiarkan negara mereka terjerat dalam praktik militerisme dan oligarki yang mengancam kebebasan serta hak-hak sipil.
Dengan membawa delapan tuntutan jelas dan langsung, koalisi sipil berharap dapat membuka mata publik dan mengingatkan para pemangku kebijakan untuk kembali pada prinsip demokrasi yang inklusif dan adil.
Apakah pemerintah dan DPR RI akan merespon tuntutan ini dengan bijak, atau justru akan lebih mendalami pengaruh kekuatan militer dan oligarki dalam struktur kekuasaan? Hanya waktu yang akan memberi jawaban, namun yang jelas, aksi ini menunjukkan bahwa masyarakat sipil tetap akan berjuang untuk menjaga demokrasi Indonesia tetap hidup dan berkembang.