GardaNTT.id – Sebanyak 5.021 personel gabungan dikerahkan untuk mengamankan aksi demonstrasi menolak Revisi UU Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang berlangsung di sekitar Gedung DPR, Jakarta, pada Kamis (20/3).
Aksi ini melibatkan mahasiswa dan sejumlah aliansi masyarakat sipil yang menuntut agar DPR menghentikan pembahasan revisi undang-undang tersebut.
Pengamanan Ketat di Sekitar Gedung DPR
Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Susatyo Purnomo Condro dalam keterangannya menjelaskan, pengamanan melibatkan ribuan aparat yang akan ditempatkan di berbagai titik strategis di sekitar Gedung DPR. Tujuannya untuk memastikan aksi tetap berlangsung kondusif dan tertib.
Sebagai bagian dari pengamanan, Susatyo juga menambahkan bahwa rekayasa lalu lintas akan dilakukan secara situasional, menyesuaikan kondisi di lapangan. Pengalihan arus lalu lintas serta penutupan beberapa jalan sekitar DPR pun akan diberlakukan jika diperlukan.
Pendekatan Humanis dalam Pengamanan
Dalam operasi pengamanan kali ini, Susatyo menegaskan bahwa aparat yang bertugas tidak akan dibekali dengan senjata api. Pendekatan humanis akan menjadi prioritas, dengan harapan dapat menjaga ketertiban dan meminimalisir konflik. Susatyo juga mengimbau kepada para peserta demo untuk menyampaikan pendapat secara santun dan damai, serta menghindari tindakan provokatif.
“Kami mengimbau kepada koordinator lapangan dan orator agar melakukan orasi dengan santun, tidak memprovokasi massa, serta menjaga ketertiban umum. Lakukan unjuk rasa dengan damai, tidak memaksakan kehendak, tidak anarkis, dan tidak merusak fasilitas umum,” ujar Susatyo, dikutp dari CNN Indonesia pada Kamis (20/3/2025).
Aksi Demonstrasi yang Berlangsung Lama
Massa yang terlibat dalam aksi demo ini sudah mulai mendirikan tenda dan menginap di depan Gerbang Pancasila, Kompleks Parlemen, sejak Rabu (19/3) malam. Salah satu demonstran yang enggan disebutkan namanya menyatakan bahwa mereka bermalam di sana untuk memblokade jalan masuk anggota DPR yang akan menghadiri rapat paripurna pengesahan RUU TNI.
“Kami dari masyarakat sipil biasa, sudah menduduki Gerbang Pancasila sejak tengah malam, tujuan kami untuk memblokade jalannya para elit pemerintah agar RUU TNI tidak disahkan begitu saja,” ujar salah seorang peserta aksi.
DPR Terus Melakukan Pembahasan RUU TNI
Sementara itu, rapat paripurna DPR yang digelar pada Kamis (20/3) siang dihadiri oleh 293 anggota dewan. Dalam sidang ini, RUU TNI kembali dibahas, meskipun sejumlah pihak menganggap pembahasan ini dilakukan secara kilat dan tertutup, dengan tujuan agar RUU tersebut dapat segera disahkan sebelum reses DPR pada 21 Maret 2025.
Ketua DPR Puan Maharani membuka sidang dan memastikan bahwa rapat paripurna berjalan dengan terbuka untuk umum. Sementara itu, para pimpinan DPR, termasuk Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad, Saan Mustopa, dan Adies Kadir, juga turut hadir dalam sidang tersebut.
Gelombang Penolakan yang Meluas
Gelombang aksi penolakan terhadap Revisi UU TNI ini tidak hanya terjadi di Jakarta, tetapi juga berlangsung di sejumlah daerah di Indonesia. Sejak beberapa hari terakhir, aksi mahasiswa, tokoh masyarakat, serta akademisi mengkritik keras revisi undang-undang tersebut, yang dianggap bisa memberikan kekuasaan lebih besar kepada TNI dalam berbagai aspek kehidupan negara.
Para pengkritik juga menuding bahwa pembahasan RUU ini dilakukan secara terburu-buru dan kurang transparan, mirip dengan proses pengesahan Omnibus Law UU Cipta Kerja yang menuai kontroversi.
Aksi demo yang masih berlangsung di Jakarta dan daerah-daerah lain ini mencerminkan kekecewaan masyarakat terhadap cara pemerintah dan DPR menangani isu-isu strategis. Sebagian besar demonstran mengharapkan agar RUU ini ditunda hingga ada diskusi yang lebih terbuka dan mendalam, demi menciptakan undang-undang yang lebih berpihak kepada kepentingan publik.
Aksi demo besar-besaran yang terjadi hari ini menunjukkan betapa besarnya ketidakpuasan masyarakat terhadap RUU TNI yang sedang dibahas di DPR. Dikerahkannya 5.021 aparat gabungan untuk mengamankan jalannya demonstrasi adalah langkah konkret pemerintah dalam memastikan keamanan, namun di sisi lain, situasi ini juga menggambarkan ketegangan yang tinggi antara masyarakat dan lembaga legislatif.
Masyarakat berharap bahwa proses legislasi ini akan lebih transparan dan melibatkan semua pihak, untuk menciptakan kebijakan yang lebih baik dan tidak merugikan kepentingan rakyat.