GardaNTT.id – Kasus dugaan tindak pidana korupsi kembali mengguncang dunia usaha milik desa (BUMDes). Kali ini, kasus tersebut melibatkan BUMDes Fajar Indah, yang dihadapkan pada masalah serius terkait penyelewengan dana yang diduga dilakukan oleh dua pejabatnya, yakni Direktur dan Bendahara BUMDes Fajar Indah.
Mereka kini telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi yang diduga merugikan negara dan masyarakat setempat.
Anu Yudianto (35) dan Andri Saputra (41), warga Desa Fajar Indah, Kecamatan Pulau Besar, Kabupaten Bangka Selatan, telah resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait penyalahgunaan dana kas Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang mencapai ratusan juta rupiah untuk kepentingan pribadi.
Berdasarkan informasi yang diperoleh, penyidik melakukan pengumpulan bukti dan data. Dengan adanya data tersebut, penyidik akhirnya menetapkan dua pejabat BUMDes sebagai tersangka.
“Dua orang tersangka ini merupakan petinggi BUMDes. Tersangka Janu Yudianto merupakan direktur dan tersangka Andri Saputra adalah bendahara BUMDes Fajar Indah,” ujarnya yang dikutip dari bangka.tribunnews.com, Rabu (19/3/2025).
Menurutnya, pada tahun 2023 lalu, pihaknya sempat melakukan penyelidikan terkait penggunaan dana BUMDes Fajar Indah yang tidak sesuai prosedur. Hasilnya menunjukkan bahwa saldo yang tercatat dalam buku rekening BUMDes Fajar Indah hanya sebesar Rp3.051.066, padahal seharusnya saldo rekening tersebut mencapai Rp144.936.659.
Temuan kerugian negara tersebut telah dikembalikan berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) audit investigasi oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) Inspektorat Kabupaten Bangka Selatan pada 17 Oktober 2023. Dalam laporan tersebut, ditemukan adanya dua kali pencairan saldo, yaitu pencairan pertama sebesar Rp100.000.000 dan yang kedua sebesar Rp42.000.000, sehingga saldo yang tersisa di rekening BUMDes hanya Rp3.051.066.
Pencairan dana tersebut dilakukan oleh Janu Yudianto dan Andri Saputra, meskipun saat dilakukan pengecekan langsung ke lokasi milik BUMDes, tidak ditemukan kegiatan operasional yang berjalan. Bahkan hingga saat ini, belum ada laporan pertanggungjawaban keuangan yang diserahkan.
“Atas kejadian itu BUMDes Fajar Indah mengalami kerugian sebesar Rp142 juta,” jelasnya.
Selama menjabat, tersangka Janu Yudianto diduga kuat telah menyalahgunakan wewenangnya. Pada saat itu, terdapat sisa dana yang telah diserahkan ke kas BUMDes, namun sayangnya, uang tersebut justru diambil dan digunakan oleh tersangka untuk kepentingan pribadi, bukan untuk keperluan lembaga.
Modus yang digunakan oleh kedua tersangka adalah melakukan pencairan dana secara langsung tanpa melengkapi dokumen yang sesuai prosedur. Hasil audit yang dikeluarkan oleh Perwakilan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung mengungkapkan bahwa kerugian yang ditimbulkan akibat tindakan tersebut mencapai ratusan juta rupiah.
“Jadi dana atau uang BUMDes digunakan untuk kepentingan pribadi alias memperkaya diri sendiri dan orang lain,” sambungnya.
Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, kata Raja Taufik Ikrar Bintani, kedua tersangka kini telah ditahan oleh pihak kepolisian. Mereka dijerat dengan pasal 2 dan 3 juncto pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Penyidik saat ini masih terus bekerja keras untuk melengkapi berkas perkara tindak pidana korupsi tersebut.
“Untuk tersangka Andri Saputra kita tambahkan juncto pasal 55 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP-Red) tentang tindak pidana penyertaan,” pungkasnya.
Dampak dari Kasus Ini
Skandal korupsi yang melibatkan pejabat BUMDes Fajar Indah ini memberikan dampak besar, baik bagi desa tersebut maupun BUMDes lainnya. Pertama, masyarakat desa yang sebelumnya mengandalkan program-program BUMDes kini merasakan kekecewaan yang mendalam.
Banyak rencana pengembangan yang terhambat, dan dana yang seharusnya digunakan untuk kesejahteraan bersama, justru dicuri oleh orang yang seharusnya melindungi dan mengelola dana tersebut.
Selain itu, kasus ini juga memberikan gambaran buruk bagi BUMDes lainnya, yang seharusnya menjadi sarana untuk meningkatkan perekonomian desa. Kepercayaan masyarakat terhadap BUMDes dapat terkikis akibat tindakan oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
Oleh karena itu, kasus ini harus menjadi pembelajaran penting bagi seluruh BUMDes di Indonesia untuk selalu mengedepankan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan.
Pentingnya Pengawasan dalam Pengelolaan BUMDes
Kasus dugaan korupsi di BUMDes Fajar Indah menyoroti pentingnya pengawasan yang lebih ketat terhadap pengelolaan dana dan operasional BUMDes. Pengelolaan yang transparan dan akuntabel sangat penting agar program-program yang ada dapat berjalan dengan baik dan benar-benar memberikan manfaat kepada masyarakat desa.
Pemerintah dan lembaga terkait juga harus memberikan pelatihan dan sosialisasi kepada pengelola BUMDes agar mereka dapat memahami aturan dan mekanisme pengelolaan keuangan yang benar. Selain itu, pengawasan dari pihak luar, seperti auditor independen atau masyarakat, juga perlu diperkuat untuk memastikan bahwa dana yang ada digunakan sesuai dengan peruntukannya.
Kasus dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan Direktur dan Bendahara BUMDes Fajar Indah ini merupakan peringatan bagi semua pihak terkait, baik pemerintah, pengelola BUMDes, maupun masyarakat. Kepercayaan terhadap lembaga ini bisa hancur dalam sekejap jika pengelolaannya tidak dilakukan dengan transparansi dan akuntabilitas yang baik.
Oleh karena itu, pengawasan yang lebih ketat, serta penegakan hukum yang tegas, sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang dan dana yang merugikan masyarakat.
Kasus ini juga menunjukkan pentingnya menjaga integritas di setiap level pengelolaan BUMDes agar lembaga ini bisa benar-benar memberi manfaat bagi kesejahteraan masyarakat desa.