Oleh: Jasra Putra (Kadivwasmonev KPAI)
Jelang kemerdekaan Indonesia, kita menyaksikan upaya luar biasa dalam mendowngrade kualitas generasi kita. Lagi lagi, anak anak di dekati cara instant melalui berbagai hal yang sangat disukai anak, seperti game, tumbuh kembang yang menuntut ingin tahu banyak hal, kebutuhan eksistensi dan pencarian jati diri, energi besar anak anak yang ingin disalurkan. Yang di rebut kejahatan online.
Anak anak sering kehilangan literasi, bisnis proses, terjebak dalam perlakuan salah, bujuk rayu yang menempatkan mereka pada ‘efek candu.’ Karena berbagai tawaran glorifikasi, kemewahan dan hedonisme. Yang dianggap dapat mengatasi problem eksistensi. Akibat kekurangan tempat penyaluran bakat dan minat, minimnya pendampingan.
Melalui anak anak ikut judi online, menandakan perang generasi kita terhadap pornografi, pornoaksi, narkoba, kekerasan, rokok, kini bertambah dengan judi online.
Bagi KPAI, cara yang dilakukan masih sama, adalah mengenal anak melalui data, akun medsosnya, jasa penjualan nomor nomor handphone anak, permainan game online, grup atau komunitas atas minat dan hobby.
Cyber Crime Kepolisian masih perlu diperkuat dan diperbanyak, karena memang musuh utama , lawan utama anak anak kita hari ini, ada di tangan unit Cyber Crime dalam deteksi, mencegah dan menangkap para pelakunya.
Begitupun dengan keprihatinan mulai dari Presiden, Menteri, sampai pelaksana di tingkat bawah, serta para pemerhati anak yang melihat fenomena data gunung es terhadap problematika anak, hingga Kapolri menyikapi pentingnya Indonesia memiliki Direktorat anti kekerasan perempuan dan anak.
Bagi KPAI, usaha mencegah ini seperti berkejaran dengan waktu dan korban. Namun kita harus optimis bisa mengurangi, meminimalisir korban. Dengan sosialisasi dan pencegahan di semua level. Kita masih berharap banyak di bulan Kemerdekaan ini, ada perjuangan bersama, melihat penjajahan saat ini di dunia digital.
Anak-anak adalah generasi peniru, yang sangat di tentukan dari keberpihakan orang dewasa, keluarga, lingkungan yang ramah anak. Tidak bisa lagi perlindungan anak hanya di serahkan hanya satu pihak, apalagi hanya pada anak, karena lawan mereka tidak kelihatan yaitu dunia digital. Artinya harus ada berbagi peran yang kuat, baik dari anggota keluarga, masyarakat, swasta, pemerintah dan pemerintah daerah.
Polisipun tidak bisa ditinggal sendirian, karena penanggung jawab utama anak adalah keluarga. Tapi bagaimana ketika orang tuanya tidak bisa melarang, atau tidak tahu teknologi gadget, ataupun tidak tahu cara melindungi. Ada pihak pihak profesional yang bisa menunjukkan caranya untuk keluarga. Disinilah yang saya maksud perlu kerja bersama, peran bersama. Sehingga ada ungkapan perlindungan anak butuh orang sekampung, karena keterbatasan masing masing orang tua.
Maka menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bersama sama, adalah prasyarat penting menghadapi masa depan generasi dunia digital di Indonesia.
Kemudian, kita sedang membayangkan, dengan pemberitaan akun judi online yang bergerilya setiap waktunya untuk 10 ribu akun. Dan realitanya dunia digital atau handphone ini adalah dunia anak, bahkan handphone orangtua pun sejatinya lebih banyak anak anak yang memakai.
Artinya dengan menghitung 84,3 juta anak, yang setiap waktu siap di grooming oleh mereka, menandakan sinyal pekerjaan ini sangatlah besar dan tidak mudah.
Kemudian kita tahu, perjudian akan memberikan dampak psikis bagi penggunanya, me’miskin’kan penggunanya dalam waktu cepat, mengundang berbagai sikap kriminal dan kekerasan. Maka kita sedang membayangkan, bagaimana kalau itu di derita anak anak Indonesia.
Anak anak yang tergoda untuk memenuhi kebutuhannya melalui ruang digital, banyaknya tawaran yang bila dipenuhi dapat mengatasi problem eksistensi mereka, akhirnya memilih jalan singkat dengan porno aksi. Seperti yang baru saja terjadi Anka gadis 2 bulan aktif pornoaksi lewat IG. Dan kita tahu ketika aksi porno online itu live, semua iklan ingin masuk, termasuk ajakan judi online, yang sering di tampilkan, bahkan diundang sang pelaku porno aksi.
Kalau dunia digital ini tidak di intervensi terus menerus. Maka jangan kaget banyak anak akan bekerja memilih seperti ini. Ini tantangan bersama dalam menyediakan sejak dari hulu dan hilir dalam mengembangkan, mengarahkan, membina talenta digital kita. Sebelum direbut mereka.
KPAI juga sangat khawatir banyaknya aplikasi yang bisa digunakan anak untuk pornoaksi, seperti aplikasi chat, aplikasi grooming jaringan pribadi, karena saat mereka pornoaksi begitu banyak iklan yang masuk, sehingga jadi penghasilan cara baru. Yang dapat dimanfaatkan berbagai akun, seperti akun dan admin judi online.
Dengan judi online anak anak akan lebih mudah berhadapan dengan hukum dan mendapatkan kekerasan dari lingkungan, bahkan dari orang orang terdekat, karena ingin memenuhi keinginan ajakan judi online yang dianggap bisa memenuhi, hasrat, keinginan, eksistensi dan masa depan. Padahal sebenarnya anak anak sedang disiapkan menjadi pelindung bisnis perbuatan kriminal mereka. Dari anaklah bisnis berdampak negatif lebih mudah dijalankan dan dioperasionalkan, dan anak anak lebih mudah dimanfaatkan untuk berbuat kriminal.
Saya kira dampak panjangnya sama, seperti narkoba atau rokok ketika terpapar, anak anak berkubang disana, kita kebingungan menyembuhkannya, kita seperti kehilangan generasi, kita kehilangan harapan untuk mencegahnya. Karena ketika terkena ‘efek candunya’ tak banyak tempat rehabilitasinya alias masih sangat sangat minim. Itu terbukti dengan anak diserang candu rokok, mulai dari ketengan, batangan, elektrik, rokok illegal, yang selalu produksinya bertambah bukan berkurang, karena jarang ada tempat yang benar benar tuntas menyembuhkannya.
Apalagi taruhan judi yang dipakai oleh anak merupakan uang pemberian orang tua, yang disalahgunakan peruntukanya untuk kebutuhan perjudian. Maka dampak jangka pendek dan panjang bagi tumbuh kembang anak akan bermasalah dan muncul gangguan perilaku sampai kejiwaan. Anak anak lebih hadir menjadi generasi destruktif dalam keluarga, yang akan memakan psikis orang tuanya tanpa ampun . Mampukan orang tua melawan serangan grooming judi online?
Dimana .anak-anak menjadi kecanduan, dan iringan perilaku negatif lainya, serta anak bisa menjadi tidak jujur kepada orang tua, anggota keluarga, sekolah, lingkungan bahkan negaranya. Ini juga yang terjadi pada dampak narkoba, mereka ada, bahkan di lingkungan yang kita anggap penting sekalipun, mereka dapat menembusnya.
Belum lagi judi online yang mendekati anak, melalui bonus bonus di aplikasi game yang mereka sukai, tentu akan lebih mudah lagi akun judi online mendekatinya. Karena banyak penyedia jasa iklan, baik dalam ruang online, luar ruang, jaringan pribadi anak. Sehingga mudah menebusnya, apalagi kalau sudah bicara jasa hacker dan turunannya dalam rangka memuluskan niat jahat mereka.
Anak anak kita sangat membutuhkan kedaulatan digital, yang dapat melindungi dan prespektif perlindungan anak di dunia digital. Dan itu sangat panjang harus difikirkan negara ini, karena negara punya kewajiban perlindungan anak hinggal 18 tahun dalam Undang Undang Perlindungan Anak.
Disini juga berarti Rancangan Undang Undang Perlindungan Data harus benar benar diperiksa DPR RI, dengan mudahnya para akun judi online menyasar anak.
Kita punya harapan juga, dalam mencegah, pemerintah , pemerintah daerah, keluarga dan masyarakat bisa fokus pada pendidikan kejiwaan yang sehat sejak dini. Dengan menghidupkan butir butir pendidikan Pancasila, yang butir butirnya sarat mengandung nilai nilai jiwa yang sehat. Dengan dilengkapi UU Pendidikan dan Layanan Psikologi yang memiliki mandat memberi pendidikan kejiwaan yang layak, dengan pelibatan profesi yang layak, untuk seluruh anak Indonesia, dan pengejawantahan nilai nilai agama yang ramah dan dekat dengan anak, dalam menjawab fenomena tantangan di masa mendatang.
Semoga jelang 77 tahun kemerdekaan Indonesia ini, ada upaya bersama dan gerakan bersama dalam mengurangi ancaman untuk anak.