Indonesia Maksimalkan Forum Multilateral demi Keamanan Geostrategis

Ilustrasi globe. (image via pinterest).

GardaNTT. id – Indonesia, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan posisi yang strategis di kawasan Asia Tenggara, terus berusaha untuk memaksimalkan peranannya di forum-forum multilateral demi menjaga kepentingan geostrategisnya.

Dalam dunia yang semakin terhubung ini, diplomasi internasional melalui jalur multilateral menjadi sangat penting untuk merespons tantangan dan ancaman yang dapat mempengaruhi stabilitas dan keamanan negara.

Fenomena ini semakin mempertegas dominasi negara-negara Barat dalam memimpin hegemoni global, yang hingga saat ini masih mempertahankan North Atlantic Treaty Organization (NATO) sebagai organisasi pertahanan dan keamanan di kawasan Atlantik Utara.

Kondisi ini memicu kekhawatiran di kalangan negara-negara non-Barat, yang terlihat dari meningkatnya konflik di Timur Tengah serta ketegangan di Asia.

Menghadapi ketidakseimbangan kekuatan hegemoni global pasca-Perang Dingin, sejumlah negara non-Barat membentuk kerjasama multilateral yang bertujuan untuk menyeimbangkan dominasi unipolar yang dipimpin oleh AS, seperti Shanghai Cooperation Organisation (SCO) yang didirikan pada 1996, dan BRICS yang muncul pertama kali pada 2001.

Melansir Antaranews.com, Rabu (9/4/2025), Indonesia juga bergabung dengan BRICS pada 6 Januari 2025, dengan tujuan untuk memperkuat kerjasama ekonomi antar anggota serta mendorong perdagangan bebas yang inklusif. Selain itu, keanggotaan tersebut juga menjadi strategi bagi Indonesia dalam memperkuat diplomasi multilateral, untuk menciptakan sistem yang lebih adil bagi negara-negara berkembang.

Meskipun SCO lebih dulu terbentuk dibanding BRICS, banyak pihak di Indonesia yang belum mengenal organisasi ini secara mendalam. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa SCO awalnya diprakarsai oleh negara-negara yang sebelumnya dikenal sebagai negara komunis, seperti China dan Rusia, serta beberapa negara bekas Uni Soviet, seperti Kazakhstan, Republik Kirgistan, dan Tajikistan, sehingga awalnya dikenal dengan sebutan Shanghai Five.

Tujuan dari kerja sama multilateral ini adalah untuk menciptakan kolaborasi yang terukur di kawasan Eurasia dalam menghadapi berbagai tantangan geopolitik, geoekonomi, dan geostrategis regional. Pada tahun 2001, setelah Uzbekistan bergabung, organisasi ini berganti nama menjadi Shanghai Cooperation Organisation (SCO).

Pada tahun 2017, India dan Pakistan resmi menjadi anggota penuh SCO, diikuti oleh Iran pada tahun 2023. Sejak 2008, SCO juga telah menjalin kemitraan dengan beberapa negara sebagai mitra dialog, seperti Azerbaijan, Armenia, Kamboja, Sri Lanka, Nepal, Mesir, Arab Saudi, Qatar, Maladewa, Bahrain, Uni Emirat Arab (UEA), Kuwait, dan Myanmar.

Saat ini, SCO memiliki tiga negara pengamat, yaitu Belarus, Mongolia, dan Afghanistan, yang juga menginginkan untuk menjadi anggota penuh. Dengan demikian, SCO kini menjadi organisasi regional terbesar di dunia, dengan sepuluh negara anggota yang mencakup 60 persen wilayah Eurasia, mencakup lebih dari tiga miliar orang, serta berkontribusi sebesar seperempat dari ekonomi global.

Secara umum, meskipun kerja sama dalam Shanghai Cooperation Organisation (SCO) mencakup berbagai aspek seperti geopolitik, geoekonomi, dan geostrategis regional, SCO juga berperan aktif dalam membangun konektivitas global dan regional dengan berbagai organisasi internasional lainnya seperti PBB, ASEAN, negara-negara Persemakmuran, UNODC, dan banyak lagi.

Selain itu, SCO juga berkomitmen untuk mengatasi masalah ekstremisme dan narkoterorisme demi perdamaian dan kesejahteraan bersama. Organisasi ini memiliki Komite Eksekutif Struktur Antiteroris Regional (RATS) yang berpusat di Tashkent, Uzbekistan, yang fokus pada upaya kolaborasi antarnegara anggota untuk menangani tiga ancaman utama: terorisme, separatisme, dan ekstremisme.

RATS juga menangani masalah terkait terorisme siber, forensik digital, dan ransomware, serta berupaya mengatasi sengketa wilayah perbatasan dan ancaman terhadap keamanan negara anggota.

Bagi Indonesia, SCO bisa menjadi organisasi multilateral yang sangat relevan, mengingat nilai-nilai yang diusung oleh organisasi tersebut, yang tercermin dalam pernyataan para anggotanya pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) di Dushanbe, Tajikistan.

Para anggota sepakat untuk menentang campur tangan dalam urusan domestik negara lain dengan alasan kemanusiaan dan hak asasi manusia, serta mendukung satu sama lain dalam menjaga kemerdekaan, kedaulatan, integritas teritorial, dan stabilitas sosial masing-masing.

Nilai-nilai ini sejalan dengan tujuan nasional Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, yang menginginkan penghapusan penjajahan di dunia dan berkomitmen untuk mewujudkan ketertiban dunia. Saat ini, Indonesia menghadapi tantangan seperti separatisme, kerawanan perbatasan yang luas, terorisme, dan penyelundupan narkoba, yang seringkali melibatkan negara-negara lain.

Oleh karena itu, SCO memiliki potensi untuk menjadi mitra yang penting bagi Indonesia dalam menjaga kedaulatan dan keamanan.

Indonesia juga perlu berhati-hati dalam memilih organisasi internasional yang ingin diikutinya, seperti Belt and Road Initiative (BRI), yang kerap dianggap kurang transparan dan lebih berorientasi pada kepentingan hegemonik China di Eurasia.

Beberapa negara yang terlibat dalam proyek BRI, seperti Tajikistan dan Kirgistan, telah terjebak dalam perangkap utang China. Oleh karena itu, keterlibatan Indonesia dalam platform multilateral, termasuk SCO, harus dilihat dalam konteks kebijakan luar negeri yang proaktif, dengan mempertimbangkan perkembangan geopolitik dan geoekonomi global yang cepat berubah.

Dengan bergabung dalam SCO, Indonesia memiliki kesempatan untuk melindungi dan memproyeksikan kepentingan geostrategis dan geoekonominya, serta memperkuat hubungan dengan negara-negara lain melalui ikatan peradaban, budaya, dan spiritual yang telah ada sejak berabad-abad.

Dengan memaksimalkan forum-forum multilateral, Indonesia tidak hanya dapat menjaga kepentingan geostrategisnya tetapi juga berkontribusi pada perdamaian dan keamanan global. Diplomasi yang dilakukan Indonesia berfokus pada kerjasama multilateral sebagai cara untuk menciptakan lingkungan internasional yang stabil, adil, dan saling menguntungkan.

Indonesia, dengan segala potensinya, terus memainkan peran aktif dalam menjaga keamanan dan kedamaian, baik di kawasan Asia Tenggara maupun di dunia internasional secara keseluruhan.

Desa Haju