Menurut Ferdy, ada setingan kasus pengadaan lahan terminal Kembur.
“Setingan begini, kenapa kejaksaan tidak menelusuri lebih jauh soal aktor intelektual dibalik perencanaan pembelian tanah, apakah ini hanya staf, tidak mungkin staf itu punya otoritas penuh untuk membeli tanah, tidak mungkin, karena dari sini akan dikeluarkan anggaran, uang negara, itu harus bertanggungjawab itu adalah atasannya,” ungkap Ferdy.
Ferdy menjelaskan, kepemilikan lahan orang manggarai itu orang suda tau semua, yang disebut dengan tanah adat itu tidak tertulis, tua golo dan tua teno (tokoh adat) itu tidak perna menulis bahwa dalam hukum-hukum adat itu segini kau punya itu (tanah), sertifikat itu administrasi yang dibuat oleh birokrasi moderen.
“Kita punya tanah di kampung kampung tidak bersertifikat zaman dulu, karena di tunjuk berdasarkan wewenang otoritatif dari tua teno dan tua golo di kampung kampung, munculnya sertifikat itu karena ada hukum birokrasi moderen, makanya tanah itu harus bersertifikat,” terang dia.
Dikatakan Ferdy, Kejaksaan mengabaikan bahwa proses pemberian tanah hak ulayat orang Manggarai tidak melalui hukum positif yang seperti sekarang, sebenarnya masih ada hukum adat seperti hak ulayat yang di akui dalam hukum positif.
“Ada aktor intelektual yang meseting kasus ini agar bapa gregorius yang bermasalah, ada aktor intelektualnya, makanya ini harus di geledah, mau kejaksaan atau siapapun orang orang ini harus di geledah,”
“Makanya saya minta politisi yang di senayan yang sering teriak tentang kasus mafia hukum ditingkat nasional, yang begini begini di Dapilnya harus diteriakin juga, jangan hanya teriak kasus kepentingan nasional, yang begini juga harus diteriakin, supaya semua terbuka, transparan dalam proses hukum,”
“Jadi tidak boleh hanya ada warga atau masyarakat yang lemah untuk diseting jadi bermasalah, untuk meloloskan orang orang yang lebih kuat, padahal ada aktor intelektual dibalik perencanaan pembangunan Terminal Kembur,” ungkapnya.
Menurut Ferdy, hal ini tidak boleh dibiarkan, dirinya meminta DPR RI dari Dapil NTT untuk menyuarakan ketidakadilan terhadap kasus pengadaan tanah terminal Kembur.