Pelemahan Rupiah Terjadi di Senin Pagi, Tembus Rp16.904 per Dolar

Foto: Mata Uang Indonesia ( image via Pinterest).

GardaNTT. id – Pelemahan rupiah ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya adalah ketidakpastian ekonomi global yang semakin meningkat. Salah satu pemicu utama adalah kebijakan tarif resiprokal yang diterapkan oleh Amerika Serikat (AS), yang menyebabkan respons negatif dari negara-negara mitra dagang AS, termasuk Indonesia.

Hal ini menambah kekhawatiran pasar akan dampak jangka panjang dari kebijakan tersebut terhadap stabilitas ekonomi global.

Selain itu, data ekonomi AS, terutama laporan tenaga kerja nonfarm payrolls yang lebih baik dari proyeksi, juga turut memberi dampak pada pergerakan rupiah. Laporan positif tersebut memperkuat ekspektasi pasar terhadap kebijakan moneter AS yang lebih ketat, yang pada gilirannya meningkatkan permintaan terhadap dolar AS dan memperburuk tekanan pada mata uang negara berkembang seperti rupiah.

Melansir Antaranews.com, Senin (7/4/2025),pada pembukaan perdagangan hari Senin pagi (5/4), nilai tukar rupiah mengalami pelemahan yang signifikan, menembus angka Rp16.904 per dolar AS. Penurunan ini tercatat sebesar 251 poin atau setara dengan 1,51 persen dari nilai tukar sebelumnya, yakni Rp16.653 per dolar AS.

Sentimen negatif lainnya datang dari ketegangan geopolitik yang masih berlangsung di sejumlah wilayah. Perang dan konflik yang terus berlanjut di beberapa negara, dengan meningkatnya tensi, turut memperburuk persepsi risiko di pasar keuangan global. Ketegangan ini membuat para pelaku pasar cenderung menghindari aset berisiko dan lebih memilih berinvestasi pada aset yang dianggap lebih aman, seperti dolar AS.

Kondisi ini memperburuk keadaan bagi mata uang-mata uang negara berkembang, termasuk rupiah, yang menjadi lebih rentan terhadap gejolak pasar internasional.

Pelemahan rupiah ini berpotensi memberikan dampak besar terhadap perekonomian Indonesia, terutama dalam hal inflasi dan daya beli masyarakat. Barang-barang yang bergantung pada impor, seperti bahan baku industri dan produk konsumen, akan menjadi lebih mahal akibat kenaikan nilai dolar AS.

Kenaikan harga barang impor ini dapat mendorong inflasi, yang pada gilirannya akan menggerus daya beli masyarakat, terutama kalangan menengah ke bawah.

Selain itu, perusahaan-perusahaan yang memiliki utang dalam dolar AS juga akan merasakan dampak dari pelemahan rupiah ini. Beban utang dalam mata uang asing akan meningkat, karena mereka harus membayar lebih banyak rupiah untuk setiap dolar yang terutang.

Untuk mengatasi pelemahan rupiah, pemerintah dan Bank Indonesia (BI) perlu menjaga stabilitas ekonomi dan pasar valas. Salah satu langkah yang bisa diambil adalah dengan melakukan intervensi pasar untuk menstabilkan nilai tukar rupiah, meskipun saat ini operasi moneter sedang libur.

Pemerintah juga dapat memperkuat sektor-sektor yang lebih resilien terhadap gejolak eksternal, seperti sektor pertanian dan industri yang berbasis pada sumber daya alam. Meningkatkan daya saing ekspor dan memperbaiki ketergantungan terhadap impor juga menjadi langkah penting untuk memperbaiki perekonomian Indonesia dalam jangka panjang.

Pelemahan rupiah yang terjadi pada Senin pagi ini merupakan dampak dari sejumlah faktor eksternal, termasuk kebijakan tarif resiprokal AS, data ekonomi AS yang lebih baik dari ekspektasi, serta ketegangan geopolitik yang masih berlangsung di beberapa wilayah.

Meskipun operasi moneter libur hari ini, pemerintah dan Bank Indonesia perlu terus memantau pergerakan nilai tukar rupiah dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menjaga stabilitas perekonomian Indonesia.

Desa Haju