GardaNTT. id – Para peternak ayam broiler rakyat kini bisa sedikit bernapas lega. Kementerian Pertanian (Kementan) mengambil langkah nyata untuk menstabilkan produksi sekaligus harga ayam broiler di tengah fluktuasi pasar yang kerap merugikan peternak kecil.
Kebijakan ini hadir sebagai respons atas keluhan peternak yang belakangan tertekan oleh jatuhnya harga ayam di tingkat peternak, sementara biaya produksi terus meningkat. Melalui berbagai upaya strategis, Kementan berkomitmen untuk menjaga keseimbangan antara pasokan dan permintaan ayam broiler di pasar domestik.
Kementerian Pertanian (Kementan) menegaskan keseriusannya dalam memberikan perlindungan kepada peternak ayam rakyat. Setelah Lebaran, harga ayam hidup (livebird) terpantau mengalami penurunan hingga berada di bawah Harga Pokok Produksi (HPP), sehingga Kementan segera mengambil tindakan cepat untuk mengatasi situasi tersebut.
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Agung Suganda, menyatakan bahwa pemerintah tidak akan tinggal diam melihat para peternak terancam merugi. Sebagai respons, pemerintah akan mengadakan konsolidasi nasional sektor perunggasan dan memperkuat implementasi Peraturan Badan Pangan Nasional (Bapanas) Nomor 6 Tahun 2024 untuk menjamin harga jual ayam yang layak, sekaligus memberikan kepastian usaha serta perlindungan bagi peternak mandiri dan UMKM.
“Kami ingin seluruh kebijakan yang diambil benar-benar dirasakan manfaatnya oleh peternak,” ujar Agung, yang dikutip dari tvonenews.com, Senin (14/4/2025).
Dalam rapat koordinasi yang berlangsung di Kantor Kementerian Pertanian pada Jumat lalu, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) menyusun sejumlah langkah strategis dan nyata guna membenahi sektor perunggasan nasional.
Agung menjelaskan bahwa salah satu langkah kunci yang akan dilakukan adalah pengendalian produksi Day Old Chicken Final Stock (DOC FS) oleh perusahaan pembibit, melalui pengaturan proses penetasan serta afkir indukan (Parent Stock/PS) secara mandiri.
Langkah lain yang diambil adalah adanya kesepakatan bersama antara para pelaku usaha ayam broiler, termasuk perusahaan-perusahaan terintegrasi, untuk menetapkan harga minimum ayam hidup dengan bobot lebih dari 2,4 kilogram sebesar Rp14.000 per kilogram di wilayah Pulau Jawa. Harga ini nantinya akan disesuaikan secara bertahap menuju Harga Acuan Pembelian (HAP).
Agung menyampaikan bahwa pelaksanaan kesepakatan ini akan dilaporkan setiap hari kepada Badan Pangan Nasional (Bapanas) dan juga kepada pihak Kementan. Di samping itu, perusahaan terintegrasi juga diminta meningkatkan penyerapan dan pemotongan ayam hidup melalui Rumah Potong Hewan Unggas (RPHU).
Sementara itu, Asosiasi Rumah Potong Hewan Unggas Indonesia (ARPHUIN) akan mengoordinasikan upaya penyerapan ayam dari peternak rakyat dengan harga minimal yang telah disepakati, serta menjamin ketersediaan fasilitas cold storage untuk penyimpanan karkas ayam.
Bapanas juga tengah melakukan perhitungan ulang terhadap HAP dan mempersiapkan program penyerapan karkas ayam sebagai bagian dari Cadangan Pangan Pemerintah (CPP). Seluruh kebijakan ini akan dievaluasi secara berkala, di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian melalui Deputi Usaha Pangan dan Pertanian.
Di sisi lain, insentif harga pakan untuk peternak mandiri dan pelaku UMKM sedang dalam proses kajian, dengan melibatkan seluruh perusahaan pakan di bawah naungan Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT).
Agung menegaskan bahwa berbagai upaya ini bukan hanya untuk menstabilkan harga, tetapi juga merupakan bagian dari strategi penataan ulang industri perunggasan nasional agar lebih adil, sehat, dan berkelanjutan.
“Langkah-langkah ini bukan sekadar untuk menstabilkan harga, tapi juga bagian dari upaya penataan ulang industri perunggasan nasional agar lebih adil, sehat, dan berkelanjutan,” tegas Agung.
Anggota Komisi IV DPR RI, Herry Dermawan, memberikan apresiasi terhadap langkah-langkah yang telah diambil oleh Kementerian Pertanian. Menurutnya, penetapan harga harian merupakan salah satu mekanisme penting untuk menjaga stabilitas pasar.
“Dalam situasi seperti sekarang ini, adanya kesepakatan harga ayam hidup untuk keesokan harinya menjadi alat yang krusial agar para peternak memperoleh kepastian, sementara pelaku usaha dapat merencanakan distribusi dan penyerapan secara lebih efektif,” ujarnya.
Ketua Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas (GPPU), Achmad Dawami, menyoroti pentingnya menjaga keseimbangan antara pasokan dan permintaan di sektor perunggasan.
“Stabilitas harga hanya bisa tercapai apabila keseimbangan tersebut dikelola secara menyeluruh,” ujar Achmad. Ia juga mengimbau agar dilakukan pengaturan lebih ketat terhadap Grand Parent Stock (GPS) serta penyesuaian produksi telur tetas (hatching egg/HE) secara mandiri oleh perusahaan pembibit, menyesuaikan dengan kebutuhan pasar.
Sebelumnya, Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman telah mengajak seluruh pihak di industri perunggasan, mulai dari peternak kecil hingga pelaku usaha besar, untuk bersama-sama menciptakan iklim usaha yang sehat dan berkelanjutan.
“Saya berharap peternak kecil bisa berkembang menjadi menengah, yang menengah tumbuh menjadi besar, dan pelaku besar semakin diperkuat,” ungkap Mentan Amran.
“Saya berharap peternak kecil bisa tumbuh menjadi menengah, yang menengah menjadi besar, dan yang besar akan menjadi semakin kuat,” ujar Mentan Amran.
Dengan regulasi yang berpihak pada peternak rakyat, Kementan berharap industri ayam broiler nasional bisa tumbuh secara sehat dan berkelanjutan. Pemerintah juga terus mengajak seluruh pelaku usaha perunggasan untuk bersama menjaga ekosistem peternakan yang adil dan saling menguntungkan.