GardaNTT.id – Pemerintah Indonesia tengah menggali kemungkinan untuk membuka keran impor tanpa kuota, dan kebijakan ini berpotensi mengubah dinamika pasar, tidak hanya untuk komoditas pangan, tetapi juga untuk bahan baku industri.
Keputusan ini masih dalam tahap pembahasan intensif antara Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan berbagai kementerian serta lembaga terkait, termasuk menunggu keputusan final dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
Rencana ini mulai diperkenalkan dalam konteks kebutuhan untuk meningkatkan keseimbangan antara produksi dalam negeri dan permintaan pasar. Namun, seperti yang dijelaskan oleh Plt Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Isy Karim, kebijakan terkait penghapusan kuota impor ini belum dibahas secara rinci dan teknis.
Meski begitu, ia menegaskan bahwa pembahasan tersebut akan mengacu pada ketentuan dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 7 Tahun 2025, yang merupakan perubahan dari Perpres Nomor 61 Tahun 2024 mengenai Neraca Komoditas (NK).
Dalam pertemuan yang digelar di Kemendag pada Rabu (9/4), Isy Karim menjelaskan bahwa penghapusan kuota impor bertujuan untuk menutup kekurangan antara produksi nasional dan kebutuhan konsumsi. Konsep tersebut terikat erat dengan sistem neraca komoditas yang mengatur distribusi dan jumlah kuota impor untuk beberapa produk pangan seperti garam, gula konsumsi, daging, dan ikan.
Namun, kebijakan ini juga memberi angin segar bagi industri, dengan membuka peluang impor bahan baku industri tanpa kuota. Salah satu contoh nyata adalah impor kapas untuk kebutuhan industri tekstil, yang memungkinkan Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mengimpor kapas dari luar negeri, termasuk dari Amerika Serikat.
“Impor kapas itu untuk kebutuhan bahan baku industri tekstil, jadi tidak termasuk dalam skema Neraca Komoditas. Dengan demikian, impor dapat dilakukan tanpa kuota,” ujar Isy, seperti dikutip dari CNN Indonesia pada Kamis (10/4/2025).
Selain itu, Isy menekankan bahwa kebijakan ini bukan hanya berlaku untuk komoditas pangan, tetapi juga untuk bahan penolong industri yang mendukung kebutuhan sektor manufaktur dalam negeri. Dengan membuka peluang impor tanpa kuota, pemerintah berharap dapat memenuhi permintaan industri tanpa pembatasan yang ada saat ini.
Sebelumnya, dalam sebuah sarasehan ekonomi yang digelar pada Selasa (8/4), Presiden Prabowo Subianto mengungkapkan pendapatnya tentang kebijakan pembatasan impor yang selama ini dianggap menghambat kegiatan ekonomi.
Dalam pandangannya, pembatasan kuota impor tidak hanya memberatkan sektor usaha, tetapi juga mengurangi kebebasan dalam menjalankan perdagangan global.
“Siapa yang mau impor daging, silakan! Siapa saja boleh impor. Mau impor apa? Silakan! Buka saja keran impor,” kata Prabowo dengan tegas.
Namun, Isy Karim menjelaskan bahwa meskipun pembukaan keran impor bebas dipertimbangkan, pemerintah tetap perlu menjaga keseimbangan antara kepentingan sektor hulu dan hilir. Artinya, meskipun impor lebih bebas, kebijakan tersebut harus tetap mempertimbangkan dampak bagi sektor industri dalam negeri dan produksi pangan nasional.
Pemerintah perlu memastikan bahwa impor tidak mengganggu ketahanan pangan dan sektor industri yang ada di dalam negeri.
Kebijakan untuk membuka keran impor tanpa kuota memberikan peluang besar bagi pasar Indonesia untuk lebih terbuka terhadap produk luar negeri, baik untuk pangan maupun kebutuhan industri. Bagi sektor industri, ini berarti bisa mendapatkan bahan baku dengan lebih mudah dan efisien.
Namun, penting bagi pemerintah untuk tetap mengatur agar impor tidak merugikan keseimbangan ekonomi dalam negeri.
Prabowo Subianto telah menegaskan bahwa kebijakan impor ini bertujuan untuk mempermudah perdagangan dan mendorong perekonomian. Akan tetapi, kebijakan ini tetap memerlukan pengaturan yang hati-hati agar tidak membahayakan kestabilan produksi dan konsumsi nasional.
Sebagai langkah selanjutnya, pemerintah akan terus melakukan pembahasan secara teknis dan menyeluruh untuk memastikan kebijakan ini dapat diimplementasikan dengan baik demi kemajuan ekonomi nasional.