Sengkarut Terminal Kembur di Manggarai Timur, Pemberi Tanah ke Pemda Malah di Penjara

Tersangka GJ Pemilik Lahan Terminal Kembur

Kupang, gardantt.id Vonis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Kupang terhadap Gregorius Jeramu (GJ) selaku pemilik lahan Terminal Kembur dan Aristo Moa (BAM) selaku ASN di sidang pembacaan tuntutan pada Rabu (29/3) lalu dinilai mencederai rasa keadilan dan kemanusiaan bagi masyarakat kecil yang tak berdaya.

Hal ini disampaikan Jefri Moa selaku keluarga dari salah satu terdakwa bernama Aristo Moa alias BAM kepada gardantt.id belum lama ini.

“Kami menyesalkan keputusan Hakim yang tidak adil ini, jika melihat fakta fakta persidangan mestinya bebas, karna tidak ada satupun niat jahat unsur memperkaya dan menguntungkan orang lain,” kata Jefri.

Menurut alumni PMKRI Jogyakarta ini, BAM benar-benar menjalankan tugasnya sesuai kewenangan, serta loyal mengikuti perintah atasan.

Ia menambahkan, tak ada sedikitpun penyalahgunaan wewenang oleh kakanya BAM dalam kasus ini.

“Dia adalah seorang pegawai yang disiplin, loyal, punya dedikasi dan tanggung jawab melaksanakan tugas sebagai seorang ASN. Masa kakak saya harus menjadi Korban dari sebuah Konspirasi  peradilan sesat, ini” pungkasnya.

Jefri belum meyakini dakwaan jaksa terkait jual tanah pribadi tanpa sertifikat ke negara untuk kepentingan publik masuk kategori tindak pidana korupsi. Bahkan ia menuding, tuntutan Jaksa dan putusan Hakim yang sejalan serta tidak sesuai Fakta-Fakta persidangan menguatkan dugaan konspirasi dan pemufakatan jahat.

Tak hanya itu, putusan Hakim menurut Jefri tidak saja menodai rasa keadilan dan kemanusiaan tetapi lebih dari itu dan bahkan mengacaukan tatanan dan aspek hukum adat di Manggarai Raya.

“Masa bapa Gregorius dan kaka saya (BAM) di hukum hanya karena tanah itu dulu dijual tanpa sertifikat. Dokumen kepemilikan tanahnya kan ada, surat-suratnya lengkap, keterangan saksi batas lahan ada, bahkan surat keterangan dari Tu’a Golo (Pemangku Adat, Hak Ulayat) yang menyatakan kepemilikan tanah bapa Gregorius, semuanya ada,” jelasnya.

“Tanahnya ada, sesuai dokumen, bahkan setelah diukur ulang BPN lebih luas 600m2 dari tanah saat pembelian  7000m2. Tanah ini juga sudah dibuatkan sertifikat berdasarkan dokumen jual beli dengan bapak Gregorius, dan sekarang sudah terdaftar jadi aset Pemda Matim. Lalu kerugian negaranya dimana?” tanya dia.

Jefri Moa menyatakan, putusan hakim ini sangat mencederai rasa keadilan, dan Kebenaran, apa lagi saat itu BAM hanyalah seorang staf biasa dan PNS yang baru selesai prajabatan.

“Dengan putusan peradilan yang menghukum kakak kami 1.6 tahun penjara dan denda 100 juta, kakak kami terancam di pecat dari PNS untuk sesuatu yang tidak dilakukannya. Jaksa dan Hakim mestinya adil, obyektif dan profesional,” kata mantan mahasiswa Institut Teknologi Bandung ini.

Kemudian, kata dia, jika melihat fakta-fakta persidangan dimana pengadaan lahan ini melibatkan banyak orang, mestinya orang-orang yang paling bertanggungjawab dalam pengadaan lahan ini diadili juga, dan dimintai pertanggungjawaban, kenapa hanya kakak saya, yang hanyalah staf biasa di tahun 2012.

Menurut Jefri Moa, hakim dan Jaksa tidak mempunyai hati nurani atas  putusan dan tuntutan yang dialamatkan kepada BAM dan GJ, bahkan ia menilai keduanya merupakan korban dari pemufakatan jahat antara oknum penegak hukum dan orang besar yang terlibat dalam kasus ini.

“Kita memang sedari awal menduga ada permufakatan jahat yang merekayasa kasus ini untuk menyelamatkan pihak pihak yang mestinya bertanggungjawab. Dugaan kita permainannya dimulai dari audit dari Inspektorat NTT yang mengabaikan fakta fakta tentang dokumen atau surat-surat kepemilikan tanah Bapa Gregorius juga mengabaikan fakta bahwa tanah ini telah disertifikat oleh BPN dan jadi aset Pemda berdasarkan  surat/dokumen kepemilikan tanah dari bapa Gregorius,” pungkasnya.

Dirinya berharap masyarakat dan awak media bisa satu dalam perjuangan untuk mengadvokasi kasus ini, karena kasus ini adalah bentuk ketidak adilan yang nyata penegakan hukum di Manggarai dan NTT umumnya.

“Jangan sampai ada bapak Gregorius dan Aristo lain dikemudian hari yang dijadikan tumbal oleh penegakan hukum yang tidak berkeadilan ini.” tegasnya. Lebih baik membebaskan 1000 orang bersalah dari pada menghukum 1 orang yang tidak bersalah. Saya mengetuk hati kita semua untuk menegakan keadilan dan mengoreksi para penegak hukum agar tidak ada yang jadi korban, demi kemanusiaan dan demi hukum itu sendiri.” ujar alumni Magister Of Civil Engineering Universitas Atma Jaya Yogyakarta ini.

Pengacara BAM Pertanyakan Kinerja Kejaksaan Manggarai

Sementara, Hipatios W. Labut selaku kuasa hukum BAM, kepada media ini membantah bahwa kliennya terbukti sesuai tuntutan unsur pasal 3 yakni penyalahgunaan wewenang.

“Menurut kami, BAM tidak memenuhi unsur pasal 3. Dia tidak menyalahgunakan wewenang karena semua tugas yang dia lakukan sesuai dengan kewenangannya sebagai PPTK,” ungkap Hipatios W. Labut.

Wira juga sangat mempertanyakan cara kerja Kejaksaan Manggarai  yang hanya mentersangkakan kliennya.

“Bukan hanya Gaspar Nanggar, semua Tim yang terlibat dalam kegiatan pengadaan harusnya dijadikan tersangka. Harusnya ikut diseret juga,” ungkap Wira.

Menurut dia, dalam pengadaan tanah ini, ada Tim pengadaan, Tim penafsir dan negosiasi harga tanah, harusnya juga ikut diseret.

“Jaksa harus adil dan profesional.” pungkasnya.

Pernyataan pengacara Wira Labut bukan cukup alasan untuk Jaksa menyeret semua Tim pengadaan tanah Terminal Kembur menjadi tersangka. Hal itu diperkuat oleh keterangan beberapa orang saksi yang hadir dipersidangan.

Tak hanya itu pernyataan Kajari Manggarai saat konferensi pers usai penetapan tersangka GJ dan BAM, menyatakan “Tidak menutup kemungkinan ada tersangka lain dalam kasus Terminal Kembur.

Tanggapan Kejaksaan Manggarai

Media ini berupaya meminta tanggapan Kajari Manggarai atas pernyataan keluarga BAM, pengacara Wira Labut dan pertanyaan seputar fakta persidangan, namun ia mengarahkan untuk ketemu Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus).

“Maap Saya msh vicon..Silahkan auden aja ke ks pidsus g lewat WA,” tulis Kajari Manggarai.

Media ini berupaya menghubungi Kasi Pidsus via WhatsApp pada Senin (4/3) dengan melayangkan sejumlah pertanyaan, namun dirinya minta ditemui secara langsung keesokan harinya.

“Saya tunggu dikantor bang.” tulis Kasi Pidsus yang beranam Daniel Sitorus.

Keesokan hari (4/4) media ini mendatangi kantor Kejaksaan Manggarai dan ketemu dengan Kasi Pidsus, sayangnya ia tak sedikit pun menjawab terkait pernyataan keluarga BAM dan Pengacara, bahkan pertanyaan seputar fakta persidangan terkait peran pelaku lain dalam kasus pengadaan Terminal Kembur. Ia pun beralasan bahwa belum dapat salinan putusan dari Majelis Hakim.

“Bang gimana saya mau jelaskan, kami belum dapat salinan putusan hakim.” terangnya.

Putusan Hakim Tipikor Kupang

Rekaman pembacaan amar putusan Hakim yang diperoleh media ini, BAM merupakan ASN baru selesaih masa prajabatan dikala itu, dinilai bersalah oleh majelis Hakim pengadilan Tipikor Kupang. Putusan ini mengikuti dakwaan Kejaksaan Manggarai bahwa BAM selaku PPTK tidak cermat atau tanpa melakukan penelitian status hukum tentang tanah Terminal Kembur dan menyiapkan dokumen kesepakatan pembebasan lahan.

“Menyatakan Terdakwa Benediktus Aristo Moa, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah dan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama sama, menjatuhkan pidana kepada terdakwa yaitu dengan pidana penjara selama 1 tahun dan 6 bulan serta denda 100 juta rupiah dengan ketentuan apa bila denda tersebut tida di bayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan,” demikian salah satu amar putusan dari Hakim Pengadilan Tipikor Kupang.

Hal yang sama juga vonis hakim terhadap GJ, Pemilik lahan terminal kembur.  Hakim menilai GJ bersalah atas tindakan pidana sesuai dakwaan jaksa penuntut umum.

“Menyatakan terdakwa gregorous jeramu terbukti secarah sah dan meyakinakan bersalah terbukti melakukan tindakan pidana korupsi secara bersama sama. Menjatuhkan saudara terdakwa dengan pidana penjara selama 2 tahun dan denda 100 juta rupiah dengan ketentuan apa bila denda tersebut tida di bayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan. Terdakwa juga membayar ganti rugi sejumlah Rp402.245.455.00. paling lama selama satu bulan setelah putusan ini dan apa bila tidak membayar maka diganti dengan kurungan 1 tahun.”

Hakim Abaikan Pendapat Komnas HAM RI

Sejak penetapan tersangka BAM dan GJ oleh Kejaksaan Manggarai 2022 lalu, kini kasus yang bergulir sekira 10 tahun ini  menjadi atensi banyak orang. Bahkan Komnas HAM RI turut menyampaikan pendapat kepada ketua Pengadilan Negeri Kupang c.q Majelis Hakim yang memimpin sidang tersebut.

Ada pun 4 poin permintaan Komnas HAM RI terhadap majelis Hakim yang memutuskan Perkara terminal Kembur yang berlokasi di Borong, kabupaten Manggarai Timur, NTT yakni:

Pertama, Melakukan pemeriksaan atau persidangan secara objektif dengan mempertimbangkan keberadaan, penguasaan turun-temurun, kepentingan, serta perlindungan hak asasi manusia Sdr. Gregorius Jeramu, khususnya hak memperoleh keadilan dan hak atas kesejahteraan, dan hak memperoleh kompensasi yang layak, adil, dan setara dalam konteks pembangunan untuk kepentingan umum.

Kedua, Mempertimbangkan keberatan-keberatan yang disampaikan Pengadu di antaranya penguasaan turun-temurun, kesaksian masyarakat sekitar dan tua adat, konteks adminstrasi pertanahan saat peristiwa terjadi di Kabupaten Manggarai Timur, dan latar belakang profil Sdr. Gregorius Jeramu dalam memperoleh tanah dari lembaga adat setempat yang menjadi bagian dari penguasaan MHA.

Ketiga, Memastikan adanya jaminan perlindungan hak asasi manusia masyarakat yang telah melakukan pelepasan hak atas tanahnya guna pembangunan untuk kepentingan umum agar dapat mendapatkan kompensasi yang layak, adil, dan setara.

Keempat, Memastikan Pengadu mendapatkan keadilan sebagaimana telah diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan antara lain UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP, UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Pasal 3 ayat (2); Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 7 UU HAM, Standar Norma dan Pengaturan Nomor 7 tentang Hak Asasi Manusia atas Tanah dan Sumber Daya Alam, Standar Norma dan Pengaturan Nomor 8 tentang Hak Memperoleh Keadilan SNP Hak atas Keadilan, dan Standar Norma dan Pengaturan Nomor 11 tentang Hak atas Tempat Tinggal yang Layak.

Penulis: Adi Jaya


Desa Haju Desa Haju