GardaNTT.id – Serangan yang dilakukan oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua menewaskan seorang guru asal Flores Timur, Nusa Tenggara Timur. Insiden ini terjadi di Distrik Anggruk, Yahukimo, Papua, yang dikenal sebagai salah satu wilayah rawan konflik.
Keluarga korban, yang mendengar kabar duka tersebut, kini tengah berjuang untuk membawa jenazah almarhumah kembali ke kampung halaman mereka di Flores Timur.
Serangan brutal ini terjadi ketika kelompok KKB membakar sekolah tempat korban mengajar. Dalam kejadian tersebut, korban yang diketahui sebagai seorang guru, tewas di lokasi. Selain korban yang meninggal, enam orang lainnya juga terluka akibat serangan tersebut. Kejadian ini menambah daftar panjang serangan yang dilakukan oleh KKB di wilayah Papua, yang sering menargetkan fasilitas umum dan warga sipil.
Para aparat keamanan dari TNI dan Polri segera merespons kejadian ini, dengan melakukan evakuasi terhadap korban yang terluka dan memulai pencarian terhadap pelaku serangan. Namun, bagi keluarga korban, perhatian utama mereka adalah pemulangan jenazah agar dapat dimakamkan dengan layak di tanah kelahiran mereka, Flores Timur.
Korban yang meninggal dunia diketahui bernama Rosalia Rerek Sogen, berasal dari Desa Persiapan Bantala, Kecamatan Lewolema, Kabupaten Flores Timur, NTT.
“Yang meninggal itu satu orang saja, atas nama Rosalia Rerek Sogen dari Larantuka Kabupaten Flores Timur,” kata N, yang dikutip dari Liputan6.com, Senin (24/3/2025).
N, seorang guru asal Nusa Tenggara Timur (NTT) yang mengajar di Distrik Pasema, Yahukimo, mengungkapkan informasi ini saat dihubungi wartawan melalui sambungan telepon pada Minggu sore (23/3/2025).
N menjelaskan bahwa dari tujuh orang yang diserang, enam di antaranya berasal dari NTT, sementara satu orang lainnya berasal dari Sorong, Papua Barat Daya. Ia merinci bahwa para korban terdiri dari enam guru dan satu tenaga kesehatan.
N, yang mengajar di distrik berbeda, juga menyampaikan bahwa para korban yang terluka telah dievakuasi dan kini dirawat di Rumah Sakit Yowari Sentani serta Rumah Sakit Bhayangkara Jayapura.
Berikut adalah nama-nama korban yang mengalami luka: Videlis Lena, Tari More, Paskalia Liman, Kosmas Paga, Irma Nenobahan, dan Vantiana Kambu.
Berita mengenai kematian Rosalia Rerek Sogen (30) akibat serangan brutal Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Distrik Anggruk, Papua, telah sampai ke keluarga di Kabupaten Flores Timur.
Menurut keterangan keluarga, Emanuel Suban Sogen, Rosalia telah mengabdikan diri sebagai guru di pedalaman Papua sejak tahun 2022. Ia mengungkapkan bahwa keluarga sempat merasa cemas dan memiliki firasat buruk tentang Rosalia setelah membaca pemberitaan di media.
“Kami kaget, karena dalam berita itu, waktu dan tempat kejadian yang diuraikan sesuai dengan tempat korban merantau,” ungkapnya.
Emanuel mencoba menghubungi nomor handphone Rosalia beberapa kali, namun tidak berhasil terhubung.
Kemudian, keluarga menerima informasi dari beberapa perantau asal Flores Timur di Papua, termasuk dari pihak Yayasan. Kabar yang sangat tidak mereka harapkan akhirnya terungkap.
“Kami coba bangun komunikasi dengan orang-orang yang ada di sana, ternyata kabar itu benar,” ujarnya.
Agustinus Sogen (ayah) dan Wilin Hewen (ibu) terkejut mengetahui bahwa anak mereka yang lahir pada 26 Januari 1995 menjadi korban kekejaman KKB.
Mereka berharap jenazah Rosalia Rerek Sogen dapat dipulangkan dan dimakamkan di kampung halamannya di Desa Bantala.
“Kami keluarga sangat memohon bantuan, tolong pulangkan almarhum,” pinta ayah korban.
Bagi keluarga korban, ini adalah sebuah kehilangan yang mendalam. Mereka berharap agar pemerintah dan aparat keamanan dapat memberikan perlindungan yang lebih baik bagi para pendidik dan tenaga kesehatan yang bekerja di daerah rawan konflik, serta memastikan bahwa jenazah almarhumah bisa dipulangkan ke Flores Timur sesuai dengan harapan mereka.
Serangan ini merupakan sebuah tragedi yang mengingatkan kita akan betapa besar tantangan yang dihadapi oleh masyarakat dan aparat keamanan di Papua. Sementara itu, seluruh masyarakat berharap agar kondisi di Papua dapat segera pulih, dan kejadian serupa tidak terulang lagi di masa depan.