Dominasi Demokrasi Irasional
Pembungkaman suara kritis di flores, diakibatkan dominasi demokrasi irasional, bukan demokrasi rasional, yakni tidak berdasarkan akal (penalaran) yang sehat. Pembungkan jurnalis Flores.tribunnews.com dan Floresa.co serta Tim Ekspedisi Indonesia Baru, Jaringan Advokasi Tambang dan Tim Sunsprit For Justice And Peace didasarkan, pengayatan dan pemahaman demokrasi irasional, yakni kebebasan-over thingking atau kebebasan tanpa batas, termasuk mengadili orang yang tidak bersalah. Hukum tumpul ke kawan, tajam ke lawan-seperti kasus terminal Kembur-Manggarai Timur, yang mengorbankan rakyat. Kebebasan yang tak terbatas ini menciptakan ketidakaturan sosial, karena bukan nalar yang dipakai, tetapi ego dan nafsu kepentingan. Nalar tidak berfungsi.
Terkait Kondisi ketidakteraturan sosial ini, Hannh Arend dalam, Men In Dark Time, menyebutnya sebagai abad kegelepan, yakni ketidakberpikiran. Ketidakberikiran ini dalam arti manusia tidak lagi berpikir kritis-rasional, tetapi dominasi irasional yang kerap mengekspolitasi hak-hak yang lain.
Terkait persoalan ini, Saya melihat dominasi demokrasi irasional ini disebabkan dua hal yakni tidak paham esensi demokrasi dan paradigma kalkulasi-untung rugi. Pembungkaman suara kritis ini ditopang oleh pemahaman demokrasi yang menekankan kebebasan tanpa batas. Selain sempitnya pemahaman ini, juga ada agenda tersembunyi yakni kalkulasi untung-rugi. Meskipun mereka paham esensi demokrasi, tetapi karena paradigma untung-rugi berdominasi, maka tetap berani menabrak rambu-rambu demokrasi untuk membungkam mereka yang menyuarakan kebenaran dan keadilan. Pembungkaman ini adalah upaya agar niat bobrok tersebut tidak diketahui oleh publik.