GardaNTT.id – Persatuan Pengusaha Minyak Goreng Kemasan Indonesia (Permikindo) akhirnya angkat bicara soal isu pengurangan takaran pada produk Minyakita. Dalam pertemuan dengan Kementerian Perdagangan (Kemendag) pada Selasa, 18 Maret 2025, Permikindo mengakui bahwa beberapa repacker terpaksa mengurangi takaran Minyakita 1 liter.
Pengakuan ini mencuat di tengah protes masyarakat terkait kebijakan harga dan kualitas Minyakita yang beredar di pasar.
Sekretaris Jenderal Permikindo, Darmaiyanto, menjelaskan bahwa pengurangan takaran ini bukanlah niat untuk menipu konsumen, melainkan sebuah langkah untuk menyesuaikan dengan kondisi pasokan dan harga bahan baku minyak goreng di pasaran. Menurutnya, harga minyak goreng yang diterima oleh repacker sudah jauh melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah, yakni Rp 13.500 per liter.
“Kalaupun ada yang mendapatkan (DMO), itu banyak benar terjadi, misalkan, tadi seperti disampaikan Minyakita itu harganya Rp 13.500/liter (di repacker atau distributor I). Tetapi, ketika repacker mendapatkan harga, itu sudah di angka Rp 15.600/liter, bahkan ada yang Rp 16.000/liter, Rp 16.500. Itu di lapangan yang terjadi,” ujar Darmaiyanto saat ditemui di Kementerian Perdagangan, Jakarta Pusat seperti dikutip dari detikjatim Rabu (19/3/2025).
Selain itu, Permikindo juga menyoroti masalah ketidaktersediaan minyak goreng dengan status Domestic Market Obligation (DMO) yang menyebabkan pasokan minyak goreng bersubsidi menjadi terbatas.
Akibatnya, minyak goreng yang tersedia di pasar lebih banyak berasal dari kategori minyak goreng industri, yang harganya lebih tinggi. Dalam situasi tersebut, repacker harus terus memproduksi Minyakita untuk memenuhi permintaan pasar, sementara harga bahan baku semakin melonjak.
“Repacker itu disebabkan karena tidak mendapatkan DMO, maka ya maklumlah ya produksi harus berjalan, permintaan tinggi, karyawan wajib digaji, sementara minyak bahan baku DMO tidak ada, maka yang ada di pasaran itu adalah minyak dengan status industri,” tambahnya.
Menurut Darmaiyanto, karena tidak ada pilihan lain, minyak industri tersebut diproses menjadi Minyakita, namun dengan penyesuaian takaran agar tetap bisa diproduksi dalam jumlah besar. Meski pengurangan takaran ini dianggap sebagai langkah terpaksa, Darmaiyanto menegaskan bahwa tujuan utamanya bukan untuk meraup keuntungan, melainkan untuk menyesuaikan dengan kondisi pasar yang serba terbatas.
“Maka minyak industri itu diproduksi menjadi Minyakita dan kemudian terjadilah penyesuaian takaran. Jadi, tidak ada keuntungan lho,” ujarnya.
Namun, Permikindo juga mengakui bahwa beberapa repacker melanggar ketentuan ini dan melakukan pengurangan takaran Minyakita, yang tentunya merugikan konsumen. Meskipun demikian, Darmaiyanto menekankan bahwa pengurangan takaran tersebut bukan bertujuan untuk menipu, melainkan lebih kepada upaya untuk mempertahankan kelangsungan usaha di tengah tantangan pasokan yang ada.
“Banyak teman-teman repacker yang melakukan itu. Tetapi maksudnya, mens rea-nya itu bukan untuk menipu, tetapi hanya untuk menyesuaikan,” ungkapnya.
Dalam kesempatan yang sama, Permikindo juga menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat atas kericuhan yang terjadi akibat masalah ini. Beberapa repacker yang terlibat dalam pengurangan takaran Minyakita juga tengah menjalani proses hukum akibat pelanggaran yang dilakukan.
“Dalam persoalan ini kami ingin menyampaikan permintaan maaf terlebih dahulu ya, atas kekacauan ini, sehingga timbullah polemik di dalam masyarakat bahwasannya pengusaha minyak goreng, khususnya Minyakita itu, melakukan kecurangan.
Tetapi di dalam hal ini, kita sudah mengkonfirmasi segalanya, tadi itu dengan ke Mendag dan Pak Dirjen, bahwa segala sesuatu itu tentu memiliki akar persoalan,” pungkasnya.
Masalah pengurangan takaran Minyakita yang dilakukan oleh beberapa repacker merupakan dampak dari ketidakseimbangan antara pasokan dan harga bahan baku minyak goreng di pasaran. Meskipun niat para repacker bukan untuk menipu konsumen, langkah ini menimbulkan dampak negatif yang memicu protes di masyarakat.
Permikindo mengakui adanya pelanggaran yang dilakukan oleh sejumlah anggotanya dan telah meminta maaf atas kericuhan yang terjadi. Kini, pemerintah dan pengusaha minyak goreng harus mencari solusi agar masalah pasokan dan harga minyak goreng dapat segera teratasi demi kesejahteraan konsumen.