GardaNTT.id – Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, secara tegas menyatakan bahwa Indonesia siap menyeret perusahaan asal Eropa, Navayo International AG, ke pengadilan Indonesia. Pernyataan ini disampaikan sebagai respons atas dugaan korupsi yang melibatkan perusahaan tersebut, yang telah menyebabkan kerugian besar bagi negara.
Kasus ini bermula dari proyek ambisius yang melibatkan penyewaan satelit untuk mengisi kekosongan di slot orbit 1230 BT. Kontrak kerja sama ini antara Kemhan RI dan beberapa perusahaan, termasuk Navayo, ditandatangani pada 2015-2016.
Namun, akibat anggaran yang tidak mencukupi, proyek Satkomhan yang semula direncanakan untuk kepentingan pertahanan Indonesia tidak dapat diteruskan. Hal ini membuat Kemhan gagal memenuhi kewajibannya kepada Navayo, yang kemudian menggugat Indonesia di pengadilan internasional.
Menurut Yusril, hasil audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menunjukkan bahwa pekerjaan yang dilakukan oleh Navayo terkait penyewaan satelit ini jauh dari sesuai harapan.
Pekerjaan yang seharusnya bernilai Rp306 miliar, hanya mengeluarkan biaya sebesar Rp1,9 miliar. Dugaan ini semakin diperparah oleh ancaman Navayo untuk menyita aset Indonesia di Prancis sebagai bentuk eksekusi putusan arbitrase yang memerintahkan Indonesia membayar ganti rugi.
Ancaman Penyitaan Aset KBRI Yusril Tegaskan Perlawanan Indonesia
Yusril menyatakan bahwa meskipun Indonesia menghormati putusan pengadilan internasional yang mengharuskan pemerintah membayar ganti rugi kepada Navayo, langkah yang diambil oleh perusahaan asing tersebut dianggap melanggar aturan internasional, terutama terkait dengan Konvensi WINA yang melindungi aset diplomatik.
Yusril menegaskan bahwa pemerintah Indonesia akan melakukan perlawanan keras untuk menghambat penyitaan aset Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Paris.
“Kita ingin melakukan upaya untuk menghambat proses pelaksanaan eksekusi atau penyitaan terhadap aset pemerintahan Republik Indonesia yang ada di Prancis. Penyitaan ini tidak bisa dilakukan begitu saja dengan alasan apa pun,” ujar Yusril dalam rapat koordinasi bersama Kementerian Pertahanan, Kamis (20/3), seperti yang dikutip dari CNN Indonesia pada Jumaat (21/3/2025).
Lebih lanjut, Yusril menyatakan bahwa apabila bukti yang cukup ditemukan, maka Navayo dapat ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Untuk itu, pihaknya akan meminta Interpol untuk mengejar individu-individu yang bertanggung jawab dan membawa mereka ke Indonesia untuk diadili atas dugaan korupsi.
Dampak Bagi Indonesia: Tanggung Jawab dan Upaya Mitigasi Risiko
Kasus ini tidak hanya membahayakan aset diplomatik Indonesia, tetapi juga mencoreng reputasi negara di hadapan dunia internasional.
Yusril mengingatkan seluruh kementerian dan lembaga untuk lebih berhati-hati dalam menyusun kontrak internasional, dengan memastikan konsultasi terlebih dahulu dengan Kemenko Kumham dan Kementerian Hukum agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan.
Sebagai langkah mitigasi, pemerintah berencana membentuk Satuan Tugas (Satgas) yang akan dipimpin oleh Deputi Bidang Koordinasi Hukum, Nofli. Satgas ini akan memastikan penyelesaian kasus ini dilakukan secara transparan, adil, dan berlandaskan prinsip hukum yang kuat.
“Penyelesaian yang transparan, adil, serta berlandaskan prinsip hukum yang kuat menjadi prioritas utama dalam menghadapi kasus Navayo,” tegas Yusril.
Pemerintah Indonesia menunjukkan ketegasan dan komitmennya dalam menghadapi perusahaan asing yang terlibat dalam dugaan korupsi yang merugikan negara. Meski ada putusan arbitrase yang merugikan Indonesia, langkah hukum untuk menyelesaikan sengketa ini tetap dilakukan dengan penuh kehati-hatian.
Ketegasan Yusril untuk menyeret Navayo ke pengadilan Indonesia dan melindungi aset negara menunjukkan bahwa Indonesia tidak akan tinggal diam dalam menghadapi ancaman yang merugikan negara dan rakyat.