LABUAN BAJO- Pengadilan Negeri (PN) Labuan Bajo kembali menggelar sidang lanjutan perkara tanah Karangan yang berlokasi di Kelurahan Labuan Bajo, Manggarai Barat, NTT dengan nomor 9/Pdt.G/2024/PN.LBJ pada Rabu, (5/2/2025) dengan agenda mendengarkan keterangan saksi, dan kesempatan terakhir dari tergugat.
Dua orang ahli dihadirkan sebagai saksi yakni ahli hukum agraria dan tanah adat, Prof. Dr. Farida Patittingi S.H., M.Hum dan ahli hukum hukum perdata, Prof. Dr. Anwar Borahima, S.H., M.H.
Saksi ahli hukum perdata, Prof Anwar Borahima, menyampaikan bahwa proses jual beli hak atas tanah yang dilakukan di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) maka harus di lindungan, serta dianggap sebagai pembeli karena prosedurnya sudah mengikuti prosedur.
“Jadi ketika orang melakukan jual beli di hadapan PPAT ya jual beli hak atas tanah maka itu mereka terlindungi dianggap sebagai pembeli karena prosedurnya sudah di ikuti, bahwa mengikuti prosedur dan format yang ada jadi dilindungi baik untuk dirinya maupun objek yang di beli,” kata Anwar Borahima usai sidang, kepada wartawan di PN Labuan Bajo.
Ia menegaskan, sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 10 Tahun 1961 adalah peraturan yang mengatur tentang pendaftaran tanah, yang mana dalam peraturan tersebut mengatakan yang boleh mengalihkan hak atas tanah yaitu Camat karena jabatannya, bahkan seorang Bupati, Gubernur maupun Presiden hanya dapat menjadi saksi dengan nama pribadi, tanpa jabatan.
“Jelas menyebutkan bahwa yang boleh mengalihkan hak atas tanah itu dan disebutkan sebagai pejabat yang membuat akta tanah walaupun disebut sebagai Pejabat PPATS itulah adalah Camat ya karena jabatannya, Bupati bukan karena bukan orang yang di tunjuk oleh undang-undang,” tegas Prof Anwar Borahima.
Seperti diketahui dasar dari gugatan Perkara Perdata No. 9/Pdt.G/2024/PN Lbj oleh penggugat Muhammad Thasyrif Daeng Mabatu ialah Surat Hibah dari Daeng Ngintang kepada Abu Sofyan Daeng Pabeta untuk Tanah Karangan, berupa Surat Hibah 15 Mei 1975.
Adapun menurut para kuasa hukum tergugat bahwa Surat Hibah 15 Mei 1975, bertentangan dengan Pasal 19 PP 10 Tahun 1961 jo. Pasal 3 ayat(1) Permenag Nomor 10 Tahun 1961 karena surat tidak dibuat dalam bentuk akta notaris, dan surat tidak dibuat di hadapan pejabat. Sehingga dengan demikian, Surat Hibah 15 Mei 1975 tidak menimbulkan hak kepemilikan kepada penggugat ataupun ahli waris lain yang didalilkan penggugat, dan itu harus dianggap kebatalan mutlak.