Berimbang, Tegas, Akurat
Indeks

Pertahankan Tanah Ulayat dari klaim Sepihak Lapas Kelas 2B Ruteng, Puluhan Masyarakat Adat Tambor Tadong Karot Dipanggil Polisi

Ruteng, GardaNTT.Id – Puluhan Masyarakat adat Tambor Tadong Karot di Kabupaten Manggarai Provinsi NTT dipanggil Polisi atas dugaan pengerusakan papan nama milik Menkumham yang ditanam diatas tanah Ulayat milik masyarakat Adat Tambor Tadong di Lingko Werwiko di Kelurahan Mbaumuku Kecamatan Langke Rembong.

Hal itu disampaikan oleh salah satu warga masyarakat adat Tambor Tadong Aloysius Selama saat ditemui di Polres Manggarai pada Kamis (13/6/2024).

Desa Haju

“Kami dipanggil atas dugaan pengerusakan terhadap papan nama milik Menkumham yang ditanam di atas tana milik kami pada tanggal 27/5 ” Kata Aloysius Selama.

Menurut Aloysius pemanggilan terhadap masyarakat adat Tambor Tadong oleh Kepolisian Resort Manggarai itu sangat tidak masuk akal karena apa yang mereka lakukan pada tanggal 27 mei yang lalu merupakan sebagai bentuk reaksi atas klaim sepihak dari pihak lapas kelas 2B Ruteng yang menyebut seolah-olah tanah itu milik mereka.

“Kami heran sebagai pemilik tanah tiba-tiba dipanggil untuk diperiksa karena dugaan pengerusakan, padahal sebenarnya yang salah itu pihak lapas karena mereka klaim sepihak bahwa tanah itu milik mereka” Ujar Aloysius Selama.

Senada dengan Aloysius Selama, Gregorius Antonius Bocok menduga pemanggilan polisi terhadap puluhan Masyarakat adat Tambor Tadong Karot adalah bentuk bentuk kriminalisasi dari pihak aparat karena tidak ada esensi yang jelas terkait masalah kepemilikan lahan yang diklaim sepihak oleh lapas kelas 2B Ruteng.

“Saya berharap dalam menangani kasus ini Kepolisian harus profesional dengan menjaga netralitas” Ujar Gregorius.

Gregorius mengaku heran padahal Kasus tersebut masih dalam tahap penyelidikan dan baru 7 orang dari ratusan KK Masyarakat adat Tambor Tadong yang sudah dimintai keterangan tetapi Polisi sudah merencanakan untuk melakukan pra rekonstruksi.

“Kan belum ada tersangka ko tiba-tiba sudah diarahkan untuk melakukan pra-rekonstruksi, hal ini kemudian kita minta supaya mereka netral” Ungkap Gregorius.

Diketahui pada tanggal 27 Mei 2024, Ratusan warga adat Karot Tadong, kelurahan Tadong, Langke Rembong, mengamankan tanah ulayat yang berlokasi di penjara lama, pusat kota Ruteng, di Mbaumuku, Kelurahan Mbaumuku, Langke Rembong.

Pada saat itu Ratusan warga tersebut melakukan pemasangan papan plang sebagai bentuk tanda kepemilikan tanah berdasarkan hak ulayat.

Aksi itu juga buntut respon pengklaiman sepihak dari Kementrian Hukum dan HAM RI wilayah Nusa Tenggara Timur (Kemenkumham), dalam hal ini Rumah Tahanan Negara kelas 11B Ruteng.

“Kami warga adat Tambor Tadong mendatangi lokasi ini, sebagai bentuk bahwa Tanah ini milik kami sebagai tanah ulayat dari Tambor Tadong”, kata Hendrikus Jemahi, sebagai juru bicara warga adat Tambor Tadong Karaot, Senin (27/05/24) siang.

Hendrikus mengatakan sejak kepemimpinan Raja Ngambut hingga Bupati sekarang, belum ada penyerahan dari pihak adat Tambor Tadong ke Pihak Kemenkumham. Ia menyebut, sudah pernah dilakukan mediasi oleh Pemda Manggarai sebagai mediator, namun tidak ada titik terang.

“Tidak ada penyerahan ke Pihak Kemenkumham dari warga adat Tambor Tadong Karot sebagai hak ulayat. Dari bupati Anton Bagul, Bupati Kris Rotok dan Bupati Heri sudah dilakukan mediasi tapi tidak ada kejelasan,” katanya.

Hendrikus mengatakan, tanah yang berada di lokasi penjara lama merupakan murni tanah ulayat atau Lingko Tambor Karot, dengan nama Lingko Werwiko. Dengan Lodok berlokasi di pohon Bringin Kantor Bupati Manggarai, sesuai peta pembagian hukum adat Manggarai. Kata hendrikus bahwa ada bukti sejarah sebagai jejak tanah ulayat warga adat.

“Di belakang lokasi penjara lama ada tanaman kopi yang dijaga oleh warga adat Karot Tadong. Itu salah satu bukti. Masih ada bukti lain, nanti kami akan buka semua,” lanjut Hendrikus.

Karena itu, Hendrikus mempertanyakan pihak Kemenkumhan Wilayah NTT, yang dengan sengaja menggunakan fasilitas untuk kepentingan mereka.

“Dari setiap pergantian kepala Lapas, kali ini kepala lapas baru memasang Plang Kepemilikan. Apa dasar hukumnya,” tanya Hendrikus.

Senada dengan Hendrikus, Lois Selama selaku warga adat Karot Tambor Tadong meminta kepada Pihak Kemenkumham RI wilayah NTT, untuk tidak mempergunakan lokasi tanah tersebut. Sebab menurutnya sebagian orang, sudah mengontrak untuk kepentingan pribadi.

“Tidak boleh melakukan aktivitas apapun diatas lahan itu. Saya mendengar dan melihat di lokasi ini ada pihak yang sudah mengontrak,” kata lois.

Menanggapi hal itu pihak lapas kelas 2B Ruteng menegaskan Kementerian Hukum dan HAM RI memiliki aset terdaftar berupa tanah seluas 11.610 meter persegi di Ruteng, Manggarai.

Aset yang terletak di Jalan Motang Rua, Kelurahan Mbaumuku tersebut, selama ini dimanfaatkan Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas IIB Ruteng untuk membangun rumah dinas pegawai, melaksanakan program kemandirian warga binaan Pemasyarakatan seperti cuci mobil dan pangkas rambut serta disewakan untuk pelaku usaha.

Namun, ada sejumlah pihak berupaya mengklaim dan mengambil alih aset yang sering disebut tanah Lembaga Lama itu dengan cara membongkar pagar dan menutup plang tanah milik Negara tanpa adanya bukti legal dan valid.

Terkait hal ini, Kepala Rutan Kelas IIB Ruteng, Heri Sutriadi menegaskan, klaim atas tanah tersebut tidak berdasarkan hukum. Tanah yang selama ini dimanfaatkan oleh Rutan Ruteng merupakan aset Barang Milik Negara yang telah sah terdaftar sebagai aset Kementerian Hukum dan HAM RI.

“Penggunaan tanah ini telah melalui proses administratif yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kami memiliki surat penyerahan dari para Swapraja kepada Kementerian Hukum dan HAM yang sebelumnya bernama Departemen Kehakiman dan tanah tersebut sekarang sementara dalam proses pembuatan sertifikatnya,” ujarnya.

Heri Sutriadi sangat menyayangkan upaya dan tindakan dari pihak tertentu yang mengklaim tanah tersebut dengan membongkar pagar dan menutup plang tanah milik negara yang telah dipasang sebelumnya. Namun demikian, pihaknya tidak akan menempuh proses negosiasi. Para pihak yang berupaya mengklaim tanah Lembaga Lama dipersilakan untuk menempuh jalur hukum.

“Kami tegaskan agar pihak yang mengklaim kepemilikan tanah tersebut tidak melakukan tindakan anarkis dan sikap saya jelas, saya tidak mau bernegosiasi, namun, jika ingin mengklaim silahkan menggunakan jalur hukum, sehingga semuanya berjalan sesuai dengan hukum yang berlaku,” tegasnya.

Heri Sutriadi berharap agar semua pihak dapat menghormati hukum yang berlaku dan tidak melakukan tindakan yang dapat mengganggu operasional di lingkungan Rutan Kelas IIB Ruteng.

Penulis: Herys