(Renungan Minggu Biasa XXVIII)
Oleh: Yoseph Bruno Dasion SVD, Nagoya, Jepang
Setelah membaca Sabda Allah hari Minggu ini, hampir semua kita berhenti pada “mengasihani” orang kaya yang pergi meninggalkan Yesus dengan “kecewa dan sedih” karena disuruh untuk menjual segala harta miliknya.
Sudah pasti, kita hanya berpikir bahwa urusan dengan orang kaya itu selesai setelah ia pergi. Dan perhatian kita beralih kepada unta dan lobang jarum.
Tidak banyak dari kita, atau bahkan tidak ada seorang pun, yang coba berpikir untuk menempatkan orang kaya ini sebagai pusat dari seluruh liturgi misa hari ini. apa yang akan terjadi dengan orang kaya itu sesudah pertemuannya dengan Yesus.
Ketiga bacaan Kitab Suci hari ini berbicara tentang Allah dan Sabda-Nya yang memiliki kekuatan yang dapat mengubah manusia dan mengarahkannya kepada sebuah pertumbuhan yang lebih baik.
Kebijaksanaan Salomo berbicara tentang seorang manusia yang “berdoa” dan diberi pengertian, yang memohon (kepada Allah) dan Roh kebijaksanaan datang kepadanya. Roh kebijaksanaan itu, baginya, lebih utama daripada tongkat kerajaan dan takhta, (nilainya) tak sebanding dengan kekayaan dan permata.
Surat kepada umat Ibrani, walaupan hanya dua ayat, tetapi berbicara dengan sangat sempurna dan tegas tentang “Sabda Allah yang hidup dan kuat:” Firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam daripada pedang bermata dua; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sum-sum; ia sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita…. tak ada suatu makhlukpun yang tersembunyi di hadapan-Nya….”
Injil menegaskan kekuatan Allah dan Sabda-Nya: ”Bagi manusia hal itu tidak mungkin, tetapi bukan demikian bagi Allah. Sebab segala sesuatu adalah mungkin bagi Allah.”(ayat 27)
Kata-kata ini punya kaitan erat dengan pertemuan Yesus dengan orang kaya pada bagian awal kisah Injil hari ini.
Makna Doa
Pengertian dasar dari doa adalah “dialog dengan Tuhan,” berdialog untuk menimbah pencerahan Ilahi, agar bisa hidup dengan lebih baik.
Oleh karena itu, perjumpaan orang kaya dan Yesus dan percakapan antar keduanya pada awal kisah, perlu kita baca sebagai satu bentuk doa si kaya di hadapan Yesus, Guru yang Baik, sebagai transfigurasi Allah dan Sabda-Nya (Putera Allah). Si kaya datang kepada Guru Yang Baik untuk meminta pengetahuan yang benar, mencari kebijaksanaan ilahi.
Perlukisan ini boleh kita samakan dengan sikap pendoa dalam Bacaan Pertama.
Yesus, Guru Yang Baik, menganugerahkan pemahaman yang benar, menurunkan kebijaksanaan yang benar kepada penanya atau pendoa yang kaya itu. Hasilnya, sangat memukau.
Sabda Yesus yang penuh kebijaksanaan itu menembusi jiwanya, dan ia merasa sakit dan terluka. Hal ini terungkap dalam kata-kata injil “merasa kecewa dan sedih.”
Kata-kata Yesus bekerja seperti pedang bermata dua, menembusi jiwa si kaya, sampai ke sum-sumnya, bukan untuk melukai, tetapi untuk membuat pemisahan yang tegas antara pemahaman yang duniawi dan pemahaman Ilahi. Antara sekedar pengetahuan rasional dan kebijaksanaan.
Oleh karena itu, rasa kecewa dan sedih, bukan karena ia tidak mendapatkan jawaban sebagaimana yang ia harapkan, tetapi lebih sebagai sebuah retakan yang terjadi pada dirinya, di dalam hati, pikiran dan jiwanya, karena tersentuh oleh kedahsyatan Sabda Allah. Dan, melalui retakan itu Roh Allah akan menyusup masuk dan perlahan-lahan mengubahnya menjadi manusia baru.
Kata-kata Yesus:”alangkah sukarnya orang yang ber-uang masuk ke dalam Kerajaan Allah,” atau, perbandingan orang kaya dengan unta, harus kita baca dengan sangat telitih.
Yesus hanya mengatakan bahwa “sukar” bukan “tidak mungkin” atau “tidak bisa.”
“Sukar,” itu berarti masih ada kemungkinan untuk “bisa” dan “ mudah” masuk.
Dan, yang “sukar” itu dapat menjadi “mudah” atau “mungkin,” karena Allah memungkinkannya.
“Segala sesuatu (termasuk orang kaya ini masuk surga) adalah mungkin bagi Allah.”
Pertemuan si kaya dengan Yesus, dan kata-kata nasihat yang diterimanya, akan terus bergema di dalam dirinya dan akan tetap menjadi pelita yang tetap bernyala menerangi jalan hidupnya. Sebab, pertemuan yang sejati dengan Yesus, Putera Allah, tak akan pernah berakhir dalam ke-sia-sia-an.
Sabda Allah selalu memiliki daya untuk menciptakan yang baru dan menghasilkan buah berlimpah.
Mari kita mengambil posisi yang sama seperti orang kaya ini dalam membaca atau mendengarkan Sabda Allah pada hari ini.
Semoga kita juga merasa “kecewa” dan “sedih” ketika telinga kita mendengarkan Sabda-Nya.
Biarkan SABDA ALLAH menyentuh kita.
Bacaan Injil: Markus 10:17-27 (17-30)