Penutup
Gereja yang berkarya di Indonesia memegang peranan besar dalam proses Pembangunan Nasional. Hasil-hasil yang dicapai Gereja memberi dampak yang sangat besar pada kehidupan berbangsa. Akan tetapi perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat sebagai hasil pembangunan menimbulkan tuntutan-tuntutan baru yang lebih banyak mangandung tantangan.
Gereja Katolik dalam karyanya harus selalu dapat menanggapi tantangan-tantangan, baik yang datang dari situasi lingkungan maupun tantangan dari dalam. Salah satu tantangan terbesar Gereja dan seluruh elemen bangsa saat ini adalah krisis ekologis. Persoalan lingkungan demikian urgen dan menuntut perhatian bersama.
Gereja melalui berbagai organisasi seperti JPIC (Justice, Peace, and Integrity Of Creation) memberikan perhatian khusus pada kelestarian lingkungan. Seperti JPIC OFM (Ordo Fratrum Minorum) dan JPIC Keuskupan Ruteng yang gencar menolak tambang di beberapa wilayah di Manggarai. Atau JPIC SVD (Societas Verbi Divini) yang menolak tambang di tanah Lembata. Salah satu alasan utama Gereja menolak tambang ialah dampak buruk yang diterima masyarakat dan rusaknya lingkungan. Harga yang mesti dibayar atas pembukaan tambang terlampau mahal.
Pembangunan mesti berorientasi pada kesejahteraan bersama (bonum commune). Bukan demi kesejahteraan sekelompok orang saja. Pembangunan mesti memperhatikan kelestarian lingkungan. Hal inilah yang harus terus disuarakan oleh segenap elemen bangsa termasuk Gereja.