Berimbang, Tegas, Akurat
Indeks
Opini  

Fenimisme dan Kesetaraan Gender

Oleh: Yuliana Dewi Juita
Mahasiswa program studi Teknik Sipil, UNIKA Santu Paulus Ruteng.

OPINI-Fenimisme adalah gerakan sosial, politik dan ideologis yang menyuarakan dan berusaha membangun tercapainya kesetaraan gender disemua bidang.

Gerakan fenimisme dilatar belakangi oleh keprihatinan akan disikriminasi sosial dan politik yang dialami oleh perempuan. Gerakan fenimisme dimulai pada abad ke 18. Seorang penulis Inggris dan advokat yang memperjuangkan kesetaraan pendidikan dan sosial, Mary Wollstonecraft membuat tulisan yang berisi prinsip-prinsip fenimisme dasar yang berjudul A Vindication of Rights sof Women (Mempertahankan hak-hak perempuan” pada tahun 1792. Tulisannya dikenal dengan sebutan fenimisme klasik.

Di Indonesia gerakan fenimisme adalah kata yang tak familiar, fenimisme lebih dikenal dengan kata emansipasi. Emansipasi wanita di Indonesia pertama kali digaungkan oleh tokoh wanita R.A Kartini yang dilatarbelakangi oleh keinginannya untuk meningkatkan taraf pendidikan perempuan pribumi. Kartini sering disebut sebagai pelopor fenimisme liberal di Indonesia. Walau memiliki makna yang sama dengan emansipasi, pandangan dan gerakan fenimisme sering dianggap berbeda. Pada masyarakat Indonesia fenimisme menjadi kata yang cukup asing dan bahkan sering dianggap sebagai suatu pandangan dan gerakan ‘negatif’ yang menginginkan perempuan menjadi superior dan melebihi laki-laki. Banyak juga pandangan buruk mengenai fenimisme, fenimisme dianggap menyerang dan menyudutkan laki-laki. Pada faktanya fenimisme hanya ingin menyuarakan kesetaraan dan hak-hak perempuan. Ketidakadilan dan dikriminasi gender yang dialami perempuan menjadi inti utama yang melatarbelakangi lahirnya fenimisme.

Fenimisme lebih dari pandangan dan gerakan, fenimisme ialah pemikiran dasar yang seharusnya dimiliki semua orang. Fenimisme menuntut kesamaan hak dan perlakuan antara laki-laki dan perempuan, pada dasarnya hak perempuan sama dengan hak asasi manusia. Gerakan fenimisme bukan berarti perempuan diistimewakan, perempuan hanya ingin diperlakukan sebagaimana harusnya seorang manusia diperlakukan.

Pada masyarakat perlakuan dan diskriminasi yang dialami oleh perempuan dapat dilihat dari banyaknya hal yang dituntut dari perempuan. Misalnya dalam hal memasak dan mengurus rumah tangga, wanita akan dianggap tak becus bila tak bisa memasak. Padahal memasak bukanlah skill wajib yang dimiliki perempuan, memasak adalah skill yang bisa dimiliki siapa saja termasuk lelaki. Perempuan tidak dilahirkan dengan kemampuan memasak, kemampuan memasak diperoleh melalui latihan. Dan lelaki atau perempuan pun bisa saja tidak bisa memasak. Dalam hal cara berpakaian, perempuan didiskriminasi dan dituntut lebih keras, perempuan dituntut untuk menjaga cara berpakaiannya, dalam beberapa kasus pelecehan seksual, perempuan sebagai korban sering disalahkan karena tak menjaga cara berpakaiannya. Lelaki tak dituntut menjaga pandangannya.

Diskriminasi yang dialami wanita Indonesia lahir dari budaya. Indonesia masih kental dengan budaya patriarki. Budaya-budaya seperti itu dibentuk oleh masyarakat itu sendiri, dan seperti itulah budaya memperlakukan wanita. Budaya adalah sesuatu yang dilestarikan, itu adalah fakta. Namun, bukankah budaya diskriminasi tak seharusnya dibiarkan?. Lalu, bukankah kesetaraan gender harusnya dijadikan budaya?.

Segala sesuatu yang tak wajar tentang perlakuan terhadap perempuan tah harusnya ditoleransi, itu hanya akan menimbulkan penyimpangan yang pada akhirnya bisa saja dijadikan sebagai suatu kebiasaan. Ini bukan hanya tentang fenimisme atau wanita, tapi ini adalah tentang bagaimana hak-hak, prinsip, dan kesetaraan akan nilai moral dan kemanusiaan harus ditegakkan. Fenimisme adalah bagian dari misi besar Kesetaraan gender yang telah dimulai bertahun-tahun lamanya. Gerakan ini akan terus ada demi menjaga dan terus menggaungkan kesetaraan.