Berimbang, Tegas, Akurat
Indeks

Alam Menjadi Korban Pembangunan Rekreatif

Penulis: Florianus Wilsianto Waku

Pembangunan yang intensif mengancam keberlangsungan hidup di bumi. Pasalnya, gencarnya pembangunan yang sedang berlangsung membuat perubahan iklim mengkhawatirkan keselamatan bumi. Berdirinya bangunan-bangunan mewah dan akses jalan, jaringan dll. Membuat lahan dan ekosistem terganggu. Pembangunan yang berorientasi pada kontruksi fisik tanpa memandang akibat terhadap ekologis menyebabkan eksploitasi alam terus terjadi.

Desa Haju

Perusakan lingkungan hidup semakin membabi buta dengan alasan memenuhi tuntutan pasar. Masalah dampak jangka panjang pun terjadi. Perubahan iklim global membawa krisis dalam kehidupan. Masyarakat menjadi resah dengan wacana peralihan profesi dan penggunaan lahan yang tak memungkinkan untuk tetap bertahan.

Menelusuri lorong pembangunan itu, kita menjumpai fondasi konstruksi sebab pembangunan yang tengah mengganas secara global ini ternyata sebuah kontruksi dengan tujuan utama menjawabi kebutuhan masyarakat buang tersier. Parahnya lagi kebutuhan itu hanya sebatas kebutuhan rekreatif. Pembangunan fasilitas hotel, mall, ruang game dll. Hanya sekadar bangunan hiburan untuk mengganti pose. Datang ke tempat ini untuk menghibur diri dengan bermain dan berkreasi hingga terpingkal-pingkal. Namun lupa kalau alam dan orang luar sana sedang menangis akibat pembangunan itu.

Sebuah fakta miris, Pembangunan dengan orientasi pariwisata yang mengeksploitasi alam, merusak lingkungan, hingga mengubah iklim global mesti menjadi sebuah momen reflektif bagi kita dan pengambil kebijakan publik. Kita mesti berhenti sejenak untuk berkreasi dan mencoba memasang telinga kita mendengar teriakan petani yang menangis, bunyi perut anak-anaknya yang lapar memasang mata melihat pohon -pohon yang tumbang, ladang kering kerontong, bukit-bukit yang kering terbakar, membiarkan kulit kita merasakan panasnya bumi akibat el-nino. Hidung kita mencium bau-bau limbah yang mencemari bumi, menghirup udara yang penuh polutan; membiarkan lidah kita merasakan hasil bumi yang tak sehat dan enak lagi.

Masihkah kita tertawa? Masihkah kita membutuhkan semua ini? Kemewahan? Kemegahan?

Mari!

Kita mulai menghentikan semua itu berhenti menginginkan pembangunan sarana dan prasarana rekreatif yang mengeksploitasi bumi. Berhenti tertawa di atas tangisan bumi dan kerusakan hutan. Berhenti membangun fasilitas hiburan yang dinikmati oleh manusia yang bisa dihitung jumlahnya dari jumlah manusia bumi yang tak terhitung.

Mari bersama merawat bumi. Mari bersama menjaga alam tetap lestari. Untuk menyaksikan alunan tangan menanam padi saat musim hujan dan tawa riang saat musim panen. Untuk menyaksikan hangat mentari di musim kemarau dan suara katak menyambut girang musim penghujan.

Mari kita menata bumi yang bersahabat. Yang menyediakan hasil yang melimpah. Bebas dari limbah industri, dan pencemaran. Berhenti berekreasi untuk diri dan mulai beraksi untuk bumi.