Menurut Reiner Forst, “Demokrasi deliberatif berarti bahwa bukan jumlah kehendak perseorangan dan juga bukan kehendak umum yang menjadi sumber legitimasi, melainkan proses pembentukan keputusan politis yang selalu terbuka terhadap revisi secara deliberatif dan diskursif-argumentatif.” Dengan demikian, demokrasi deliberatif dapat dipahami sebagai proseduralisme dalam hukum dan politik.
Demokrasi deliberatif merupakan suatu proses perolehan legitimitas melalui diskursivitas. Agar proses deliberasi (musyawarah) berjalan fair, terlebih dahulu diperlukan pengujian secara publik dan diskursif. Habermas menekankan adanya pembentukan produk hukum dengan cara yang fair agar dapat mencapai legitimitas.
Dalam demokrasi deliberatif, keputusan mayoritas dapat dikontrol melalui kedaulatan rakyat. Masyarakat dapat mengkritisi keputusan-keputusan yang dibuat oleh para pemegang mandat. Jika masyarakat sudah berani mengkritisi kebijakan pemerintah, maka secara tidak langsung mereka sudah menjadi masyarakat rasional, bukan lagi masyarakat irasional. Opini publik atau aspirasi berfungsi untuk mengendalikan politik formal atau kebijakan-kebijakan politik. Jika tidak ada keberanian untuk mengkritik kebijakan politik, maka masyarakat sudah tunduk patuh terhadap sistem.
Mengacu pada alur pikir di atas, KLC sudah seharusnya menjadi ‘sarana’ menjaring dan mengolah opini kritis publik dan selanjutnya dihantar ke ruang kekuasaan. Hasil refleksi dan analisis kritis publik dalam KLC bisa menjadi salah satu referensi bagi para penguasa untuk menelurkan kebijakan yang pro pada kepentingan publik.
Untuk itu, meski namanya Komodo Lawyers Club, para partisipan ketika berdilalektika, tentu tidak terbatas pada kelompok pengacara atau mereka yang berlatar studi hukum semata. KLC bukan wadah eksklusif dari para ‘sarjana hukum’. Forum itu mesti terbuka untuk semua kalangan yang mempunyai ‘kehendak baik’ dalam membangun demokrasi deliberatif di Mabar.
Akhirnya, kita tak sabar lagi menanti kiprah dan kontribusi konkret dari KLC bagi pembudayaan kebiasaan tradisi berdiskursus dalam ruang publik yang egaliter. Keberhasilan KLC dalam ‘mewadahi’ dan menyalurkan bakat diskursif dari publik Mabar, menjadi satu sumbangan politik yang sangat besar arti dan pengaruhnya bagi perkembangan peradaban politik demokratis di tanah wisata ini.