KPAI Mendorong Vaksin Menjadi Prasyarat Kembali PTM

Kenapa Kita Harus Mendukung PTM ?

KPAI selalu mengingatkan bahwa 2 tahun pandemi ini mengancam development index kita, terutama masa depan anak anak. Bahwa ancaman loss learning, loss protection dan loss generation benar benar nyata. Akibat masa depan anak di rebut oleh mereka yang tidak tahu cara bekerja dengan anak. Hal ini terbukti dengan survey KPAI selama pandemic, seperti perbedaan cara belajar setiap orang tua, menyebabkan anak anak mengalami ketertinggalan yang sangat jauh. Sehingga kondisi ini kalau tidak dijembatani, akan semakin menjauhkan sekolah dari anak dan orang tua. Ancaman putus sekolah akan tinggi, Disamping orang tua beralasan belum aman memberi kepercayaan ke sekolah, akibat belum semua di vaksin. Namun tidak di pungkiri transformasi cepat digital di dunia pendidikan, juga telah memberi model baru pembelajaran untuk sekolah melalui PJJ, dimana anak dan orang tua merasa nyaman belajar dari rumah. Terutama mereka yang memiliki fasilitas, media dan dukungan pembelajaran yang mumpuni. Namun pola pelajar ini tidak sepenuhnya bisa untuk anak anak yang masih sangat butuh perhatian, pendidikan kedisiplinan dan pendampingan khusus. Meski pilihan model belajar direkomendasikan lebih baik dilakukan dengan tatap muka, karena banyak proses belajar yang tidak bisa tergantikan.

Kita bisa mengajak anak sendiri taat prokes, Tapi bagaimana dengan anak lainnya? Ini juga yang harus jadi pertimbangan menyegerakan vaksinasi Covid 19 untuk anak. Karena pengalaman Covid selama ini, anak lebih banyak berperan menjadi carrier, baik menularkan sesame anak, maupun menularkan mereka yang menyayanginya. Sedangkan anak masih berkembang untuk memahami ini. Seperti kedekatan cucu dengan kakek neneknya, anak dengan orang tuanya, anak dengan bayi dan balita. Sehingga sangat penting pendampingan orang tua, apalagi anak tidak mudah mendskripsikan kesehatannya. Sehingga sangat membutuhkan dorongan, penguatan dan pendampingan untuk segera vaksin. Belum lagi angka positif Covid pada anak Indonesia menjadi tertinggi di dunia, meski hanya 1 persen. Namun kalau itu terjadi pada anak kita, tentu menjadi penyesalan yang tak perlu, karena sebenarnya bisa dicegah. Data menunjukkan saat pandemic, anak yang rentan positif Covid justru dialami bayi baru lahir dan anak dibawah umur 5 tahun. Artinya dengan kakaknya di vaksin, akan melindungi adik adiknya.

Kita juga patut khawatir dengan datangnya bulan libur besar jelang akhir tahun dan awal tahun. Bahwa bangsa kita sangat memiliki sistem kekerabatan yang kuat, budaya silaturahmi yang kuat, menghormati yang lebih tua. Sehingga sangat sulit melarang orang untuk bepergian. Lalu bagaimana nasib anak anak kita di momen itu? Kita sudah belajar dari masa sebelumnya, saat libur besar dan mobilitas tinggi, serta belum banyak orang di vaksin, yang kemudian berakhir tragis ratusan ribu orang meninggal secara mendadak, yang meninggalkan kesedihan mendalam sampai saat ini, terutama buat anak anak. Seperti laporan Kementerian Sosial bahwa 32 ribu anak kehilangan aktor utama pengasuhnya karena meninggal akibat Covid 19, baik dari orang tua, kakek, nenek, kakak, wali, keluarga asuh dan keluarga pengganti. Tentu kita tidak ingin memperbanyak angka tersebut.

Kita belajar juga dari masa lalu, banyaknya informasi vaksin Covid yang tidak layak, bayangkan kalau itu di konsumsi anak anak. Sehingga kita sangat mengandalkan media untuk membenahi komunikasi tentang ‘pentingnya vaksin Covid 19 bagi anak’. Karena data Kemenkominfo menyampaikan 89 persen penduduk Indonesia gunakan Smartphone. Artinya Smartphone orang tua, juga di pakai anak anak mereka. Belum lagi data 12 juta anak sudah di media sosial. Sehingga penting membenahi komunikasi, agar anak anak mendapatkan informasi yang layak agar dapat di pahami sesuai tingkat kognitifnya atau pemahamannya, umurnya, tumbuh dan kembangnya. Apalagi bila ia anak yang memiliki kebutuhan khusus dan disabilitas.