Putra Nababan Dukung Produsen Tanggung Jawab Sampah, Apresiasi Bali Larang AMDK Plastik di Bawah 1 Liter

Ilustrasi Anggota Komisi VII DPR RI Putra Nababan. (Antaranews)

GardaNTT.id – Anggota Komisi VII DPR RI, Putra Nababan, menegaskan pentingnya pengelolaan sampah berkelanjutan di Indonesia, serta menyoroti perlunya peran aktif pemerintah dalam mendorong industri untuk lebih bertanggung jawab terhadap siklus hidup produk mereka.

Menurutnya, produsen tidak seharusnya berhenti pada tahap produksi saja, tetapi juga harus terlibat hingga tahap pascakonsumsi.

“Ini sejalan dengan arah nasional dalam pengelolaan sampah berkelanjutan, di mana produsen dapat menjalankan kewajiban untuk melaksanakan Extended Producer Responsibility (EPR) sehingga tidak lagi hanya berperan dalam proses produksi, tetapi juga harus bertanggung jawab hingga tahap pasca konsumen,” ujar Putra dalam keterangannya di Jakarta, Selasa, dikutip dari antaranes pada Selasa (15/4/2025).

Putra menilai bahwa pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perindustrian, memiliki peran strategis dalam membantu pelaku industri, khususnya produsen air minum dalam kemasan (AMDK), untuk beralih ke model bisnis yang lebih ramah lingkungan.

Menurutnya, transisi menuju praktik industri berkelanjutan perlu difasilitasi melalui berbagai bentuk dukungan seperti pelatihan maupun insentif.

“Pendekatan yang inklusif berbasis solusi dapat membantu tercapainya keseimbangan antara kepentingan industri dan perlindungan lingkungan,” lanjutnya.

Lebih lanjut, Putra memberikan apresiasi kepada Pemerintah Provinsi Bali atas langkah konkret yang telah diambil dalam mengurangi limbah plastik. Salah satu upaya yang ia puji adalah larangan produksi air minum kemasan plastik berukuran di bawah 1 liter, sebagaimana tertuang dalam SE Gubernur Bali No. 9/2025.

Kebijakan ini, menurut Putra, merupakan bentuk nyata implementasi dari amanat Permen LHK Nomor 75 Tahun 2019, yang menargetkan pengurangan sampah oleh produsen sebesar 30 persen pada tahun 2029. Permen tersebut sendiri adalah bagian dari pelaksanaan UU No. 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah.

Putra menyebutkan bahwa kebijakan di Bali merupakan langkah strategis dalam menyelesaikan persoalan sampah dari hulu. Pengurangan konsumsi plastik sekali pakai menjadi kunci utama dalam mengurangi beban TPA (Tempat Pemrosesan Akhir).

“Kebijakan tersebut lahir sebagai bagian dari upaya mendorong masyarakat untuk beralih dari konsumsi plastik sekali pakai menuju kebiasaan penggunaan wadah minum yang dapat digunakan kembali, seperti penggunaan tumbler,” terang Putra.

Tak hanya itu, ia menekankan bahwa perubahan gaya hidup ini akan berdampak lebih luas, tidak hanya mengurangi limbah, tetapi juga membentuk kesadaran dan karakter masyarakat, termasuk wisatawan, agar lebih peduli terhadap lingkungan.

“Langkah ini tidak hanya bertujuan mengurangi sampah plastik, tetapi juga untuk membentuk karakter masyarakat Bali dan para turis yang lebih bertanggung jawab terhadap lingkungan,” pungkas anggota dewan yang berasal dari daerah pemilihan Jakarta Timur ini.

Langkah-langkah seperti yang dilakukan Bali dapat menjadi contoh bagi daerah lain di Indonesia dalam menanggulangi krisis sampah, khususnya plastik. Dengan sinergi antara pemerintah, industri, dan masyarakat, cita-cita Indonesia bebas sampah bisa menjadi kenyataan.

Desa Haju