Jakarta, gardantt.id-Belanda akhirnya mengakui kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Namun, tindakan yang dilakukan oleh Negara Kincir Angin tersebut di Indonesia dari tahun 1945 hingga 1949 dapat disebut sebagai aksi agresi militer.
Hal ini disebabkan oleh upaya Belanda untuk menyerang kedaulatan negara yang telah merdeka. Oleh karena itu, ada konsekuensi dari serangan tersebut, yaitu tuntutan ganti rugi atas kerugian yang terjadi.
Ketua Komite Utang Kehormatan Belanda, Jeffry Pondaag, menyatakan bahwa pengakuan yang diberikan oleh Belanda memiliki implikasi hukum. Dia menegaskan bahwa pengakuan atas kemerdekaan Indonesia tidak berhenti di situ saja, karena tindakan yang diambil oleh Belanda berarti mereka harus mengakui telah melakukan kejahatan perang.
“Artinya Belanda melakukan kejahatan perang pada masa perang kemerdekaan karena menyerang wilayah negara lain. Istilah Hindia Belanda juga harus dihilangkan dari semua buku, dan uang 4,5 miliar gulden (Rp504 triliun) yang dibayarkan Indonesia kepada Belanda harus dikembalikan dengan bunga yang mencapai 24 miliar (sekitar Rp1.913 triliun),” katanya.
Lalu, kenapa Belanda harus mengembalikan uang sebesar 4,5 miliar gulden kepada Indonesia? Kenapa 4,5 miliar gulden setara dengan Rp504 triliun? Dirangkum Pikiran-Rakyat.com dari berbagai sumber, berikut penjelasannya.
Uang Kedaulatan Indonesia
Pada saat Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, Belanda, pada 23 Agustus sampai 2 november 1949, perwakilan Indonesia, Belanda, dan Bijeenkomst vor Federaal Overleg (BFO) berkumpul. BFO merupakan negara-negara yang diciptakan oleh Belanda di berbagai kepulauan Indonesia.
Hasil KMB memutuskan bahwa pihak Belanda menyerahkan kedaulatan kepada Indonesia yang kala itu masih bernama RIS atau Republik Indonesia Serikat. Wilayah RIS yang diakui adalah sebagian Pulau Jawa, Sumatra, dan Madura. Sementara Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu dari negara bagian RIS.
Demi bisa bebas dan mendapat kedaulatan, Indonesia diharuskan membayar sejumlah uang kepada pemerintah Belanda. Belanda menuturkan bahwa Indonesia wajib mengganti rugi dana yang sudah dikeluarkan mereka untuk agresi selama masa revolusi fisik mulai 1945 sampai 1949.
Jumlah yang wajib dilunasi adalah 4,5 miliar gulden. Utang itu kemudian dijadikan imbalan agar Indonesia mendapat pengakuan kedaulatan dari Belanda.
Tokoh-tokoh yang terlibat dalam KMB pada saat itu, seperti Soekarno dan Muhammad Hatta, mengiyakan tagihan Belanda tersebut. Menurut sejarawan, Bonnie Triyana pada Oktober 2016, KMB sempat menemui titik deadlock atau kebuntuan.
Sehingga ketika utang itu disuarakan, Muhammad Hatta langsung menyanggupinya dengan alasan hal yang paling penting adalah Indonesia mendapat pengakuan kedaulatan terlebih dahulu. Utang itu baru lunas 2003, pada saat Megawati Soekarnoputri menjabat sebagai presiden.
Kenapa Rp504 Triliun?
Dengan pengakuan Belanda mengenai Kemerdekaan Indonesia yang jatuh pada 17 Agustus 1945, berarti Indonesia berhak untuk mengambil kembali ‘uang kedaulatan’ yang pernah dibayarkan kepada Belanda. Belanda pada saat itu mengakui bahwa Kemerdekaan Indonesia jatuh pada 27 Desember 1949
Dalam Konferensi Meja Bundar, Belanda mulanya meminta 6,5 miliar gulden. Namun, angka itu diturunkan menjadi 4,5 miliar gulden. Indonesia pun telah membayar secara berkala hingga 1956.
Lalu, bagaimana perhitungannya? Pada Juli 1920, pembangunan Gedung Sate Bandung menghabiskan biaya 6 juta gulden. Sedangkan pembangunan Paleis te Koningsplein atau Istana Merdeka menghabiskan dana 360.000 gulden pada 1869.
Artinya, 4,5 miliar gulden setara dengan membangun 750 Gedung Sate atau 12.500 Istana Merdeka. Namun, berapa nilainya jika dikonversi dengan rupiah hari ini?
Pada 1920, 1 gulden bisa membeli 7 kg gula. Sehingga, dapat disimpulkan, dengan estimasi harga 1 kg gula adalah Rp16.000, 1 gulden pada masa itu setara Rp112.000.
Jika dihitung, 4,5 miliar dikali Rp112.000 adalah Rp504 triliun. Sehingga, uang kehormatan yang harus diminta kembali oleh Indonesia kepada Belanda setara Rp504 triliun.***
Sumber: Pikiranrakyat.com