Berimbang, Tegas, Akurat
Indeks

Menentang Dunia

Oleh: Christin De Simnia

Senja kali ini mungkin masih nampak sama bagi sebagian orang tapi tidak bagi dua insan yang telah lama terpisah jarak.

Sore ini  Mia dan sang kekasih Tinus tengah menikmati senja di di pinggir pantai  Cepi Watu. Tinus baru saja berlibur setelah dua Tahun tak pulang. Sepasang kekasih itu asik bercengkrama tentang kehidupan masing-masing.

“Enu bagimana dengan kuliahnya apakah ada kendala?”

“Puji Tuhan kakak semua baik-baik saja dan berjalan mulus.”

Mereka berdua mulai hanyut dalam percakapan  hingga tak terasa  senja berlahan mulai menghilang  dari hadapan mereka.

“Enu tau tidak, saya di sana menjadi pecandu senja, karena setiap kali senja datang saya selalu ingat dengan enu, ingat setiap kenangan yang kita buat sebelum jarak merenggutnya.”

“Kakak dari dulu sampai sekarang  tidak pernah berubah selalu bisa buat  saya senyum-senyum dengan gombalannya kakak.”

Hingga tak terasa sang bulan telah menampakkan dirinya di langit. Sepasang kekasih tersebut pun beranjak dari pantai.

Setibanya Mia di rumah, notifikasi muncul di layar Hpnya dan ternyata pesan tersebut dari sang kekasih Tinus.

“Enu besok saya jemput kita pergi lihat senja lagi.” (tak lupa ia memberikan emot love di akhir pesannya)
Mia pun tersenyum, hatinya berbunga-bunga setelah membaca isi pesan itu.

“Baik ka.” (ia pun tak lupa mengunakan emot love diakhiri pesannya).

Keesokannya Tinus menjemput Mia untuk melihat senja di pinggir pantai.

Setiba di pinggir pantai  mereka mulai bercerita berbagai hal.

“Enu besok saya harus kembali lagi ke biara masa liburan saya telah habis.”

Mata Mia mulai berkaca-kaca  karena pernyataan yang mengejutkan dari Tinus.

“Enu saya harus kembali ke biara untuk menyerahkan  surat pengunduran diri, saya akan melamar enu di depan kedua orang tuanya enu dan jadikan enu istri.”

Mia kaget dengan keputusan sang kekasih.

“Kakak apa kata  orang-orang nanti, keluarga nanti sedih atas keputusannya kakak,
dan saya yakin orang tua saya pasti tidak akan setuju dengan kita punya hubungan.”

“Enu mari kita berjuang sama-sama untuk hubungannya kita,  saya tidak takut untuk melawan apa pun maupun menentang Dunia.”

Air mata Mia yang ditahannya sejak tadi akhirnya  jatuh juga, ia senang sekaligus sedih atas keputusan sang kekasih.

“Kalau begitu kakak kita sama-sama berjuang untuk hubungan ini.”

Beberapa hari setelah kejadian itu Tinus tidak ada kabar, Mia sedih karena Tinus hilang bak ditelan bumi.”

Keesokannya Tinus mengirimkan pesan kepada Mia.

“Selamat siang enu, apa kabar, saya minta maaf tidak memberi kabar ke enu beberapa hari ini. Enu saya sudah menyerahkan surat pengunduran diri saya ke pihak komunitas dan para pater menyetujui keputusan saya. Besok saya akan kembali ke kampung dan bertemu dengan enu di rumahnya enu.”

Mia kaget saat membaca pesan  yang dikirimkan Tinus ada rasa senang dari Mia karena Tinus benar-benar memperjuangkan cinta mereka tapi di sudut hati Mia ada rasa takut yg teramat dalam. Mia takut jika keluarganya tidak akan menerima hubungan mereka. Tidak ada sedikit pun keinginan dari Mia untuk membalas pesan dari Tinus.

Beberapa hari kemudian Tinus datang mengunjungi Mia. Orang tua Mia kaget dengan kedatangan Tinus karena sepengetahuan mereka Tinus masih berstatus seorang frater.

“Selamat pagi bapa Mama.”

“Pagi juga Nana frater mari masuk. Nana ada perlu apa tadi datang ke sini?”

Tinus pun langsung menjelaskan maksud kedatangannya kepada orang tua Mia.

“Bapa, Mama sebenarnya saya sudah mengundurkan diri dari Biara.”

Orang tua Mia kaget dengan apa yang baru saja mereka dengar.

“Aduhh Nana kenapa begitu? Apa alasannya?”

“Bapa Mama saya dan Mia sudah menjalin hubungan selama hampir 2 tahun dan saya ingin Mia jadi saya punya pendamping hidup.”

“Apakah Nana  tidak pikir dengan konsekuensi dari keputusan besar yang Nana ambil ini, saya tidak mau saya punya anak gadis yang saya jaga, dan rawat selama ini nanti disebut oleh masyarakat sebagai perusak panggilannya Nana.”

Ketika mereka sedang asik berbincang, Mia pun datang. Ia kaget ternyata Tinus sudah ada dirumahnya.

“Hae Nana sudah dari tadi ka?”

“Iya enu.”

Orang tua Mia pun mulai bertanya kepada Mia.

“Enu apa betul enu dan Nana Tinus ini berpacaran?”

Mia bingung ingin menjawab apa, ia takut jika orang tuanya akan marah padanya.

“Iyaa bapa saya dan Nana Tinus sudah lama berpacaran.”

Bapa Mia pun menarik napas panjang.

“Jika begitu saya tidak bisa apa-apa, kalian berdua sudah  sama-sama dewasa dan memikirkan keputusan ini dengan matang. Jadi saya merestui hubungan kalian berdua.”

Mia dan Tinus senang karena mereka berdua sudah mendapatkan restu dari orang tua Mia.

Mereka berjanji akan terus memperjuangkan kebahagiaan mereka bersama-sama, meskipun akan banyak pertentangan dari masyarakat atas hubungan mereka.