Pemberdayaan Perempuan, Puskesmas Poned dan Profesionalisme Bidan Merupakan Intervensi Terbaik Mengatasi Kematian Ibu dan Anak Maupun Stunting di NTT

Foto: Konstantinus Hati, S.ST.,M.Kes/Kabid Kesetaraan Gender dan Perlindungan Hak Perempuan Pada Dinas P2KBP3A Kabupaten Manggarai

Oleh: Konstantinus Hati, S.ST.,M.Kes

Kabid Kesetaraan Gender dan Perlindungan Hak Perempuan Pada Dinas P2KBP3A Kabupaten Manggarai

Desa Haju

Kesinambungan managemen program intervensi berbagai proyek peduli kesehatan ibu dan anak sangat perlu untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Berbagai Intervensi yang dilakukan oleh banyak Lembaga yang terintegrasi dengan Organisasi Kesehatan Dunia(WHO), terhadap kesehatan Ibu dan Anak di Nusa Tenggara Timur sejak tahun 2008 kurang memuaskan hasilnya. Hal ini karena kontrol management P1-P2-P3 tidak berkesinambungan sampai semua masyarakat Tahu, Mau dan Mampu melaksanakan program itu secara mandiri. Seperti bantuan dana DHS 2, Sister Hospital, PML(Performance Management And Leadership), Australian Indonesian Partnership Maternal and Neonatal Health (AIPMNH), akreditasi puskesmas.

Semuanya merupakan proyek intervensi yang menerapkan strategi bagaimana menurunkan angka kematian ibu dan anak. Proyek-proyek intervensi kesehatan ibu dan anak sebagaimana tersebut di atas memiliki tujuan dan program perencanaan(P1), pelaksanaan(P2) sampai Pengukuran dan Penilaian(P3) yang baik dan benar tertuju pada sasaran yaitu menurunkan angka kematian ibu dan anak. Namun, setiap proyek di atas hanya bersifat merangsang kepedulian masyarakat terhadap permasalahan kesehatan.

Mereka, proyek intervensi tersebut mempunyai Road Map atau peta program dalam jangka waktu tertentu. Setelah selesai proyek mereka tinggalkan wilayah yang dibina. Semua proyek itu mempunyai mentour atau pendamping untuk memberikan transfer pengetahuan yang dimiliki oleh proyek itu tentang cara dan strategi menurunkan angka kematian ibu dan anak kepada parnert dalam hal ini pemerintah setempat. Selain memberikan penjelasan strategi mereka kepada pemerintah setempat, juga mereka turun ke lapangan dan bekerja bersama masyarakat yang didamping. Tujuannya adalah untuk mendapatkan perubahan perilaku kesehatan yang masih negative menuju perubahan menjadi perilaku kesehatan yang positif.

Menurut minister counselor AIPMNH tahun 2012, bahwa NTT sudah berhasil menurunkan angka kematian ibu yang dibuktikan oleh kabupaten Sumba yang mendapat apresiasi dari Presiden. Juga keberhasilan yang ditunjukan oleh beberapa kabupaten lainnya. Namun, angka kematian anak tetap saja tinggi atau belum berhasil diturunkan. Padahal intervensi proyek peduli kesehatan ibu dan anak ini sudah menanamkan jasa contoh kepada pemerintah dan masyarakat NTT sejak 20-an tahun lalu. Contohnya, proyek Performent Management and leadership sudah sejak lama mendampingi NTT dalam upaya perbaikan kesehatan masyarakat. Namun, sampai sekarang belum mengantarkan masyarakat NTT ke perilaku sehat.

Apa yang salah di sini? Tentu jika kita mengevaluasi diri, kitalah yang salah. Kita perlu menanggapi upaya pihak luar yang bersifat merangsang ini dengan management penggunaan dan control berkelanjutan. Jika proyeknya berhenti, diupayakan daerah setempat melalui pengelolaan leadership dan management pemerintah setempat melanjutkannya. Mulai dari program dan kegiatannya sampai dengan anggaran budgetingnya. Peran yang bermain di sini adalah control kinerja untuk menjawabi target pencapaian dan control perilaku. Control kinerja harus diiringi dengan persiapan sumber daya manusia kesehatan yang professional. Menyiapkan tenaga bidan yang terlatih dengan manajemen Persalinan Obstetri Emergensi dasar (PONED) dan Managemen terpadu Balita Sehat(MTBAS) yang berkelanjutan sepanjang hayat Nusa Tenggara Timur. Sehingga memberikan keberlanjutan offering mutu kinerja yang berdampak pada management pertolongan persalinan yang berkualitas guna menurunkan angka kematian ibu dan anak.

Jika kita tidak melupakan sejarah, tokoh NTT yaitu Dr. Ben Mboi, dalam sambutannya di depan banyak orang yang beliau pimpin, control kinerja itu harus butuh kerja keras dan berkesinambungan dengan turun ke bawah. Beliau mengatakan bahwa seorang kepala desa mengunjungi rakyatnya setiap minggu, Camat dua Minggu sekali, Bupati tiga Minggu sekali maka Gubernur sebulan sekali. Nasihat beliau ini sesuai teori management yang disampaikan oleh George Ritzer dan Douglas Boodman.

Kedua ilmuwan management itu sengaja menyampaikan teori control kinerja ini agar kita bisa melaksanakannya. Memperbaiki Negeri ini dari bahaya masalah kesehatan yang selalu mengancam. Strategi turba ini selalu dipakai oleh pemimpin kita untuk selalu mengontrol pembangunan. Namun, belum juga membuahkan hasil, dalam hal ini tetap saja angka kematian ibu dan anak tinggi.

Desa Haju Desa Haju Desa Haju Desa Haju Desa Haju Desa Haju Desa Haju Desa Haju Desa Haju Desa Haju Desa Haju Desa Haju Desa Haju Desa Haju Desa Haju Desa Haju Desa Haju Desa Haju Desa Haju Desa Haju Desa Haju Desa Haju Desa Haju