Berimbang, Tegas, Akurat
Indeks

Edi Danggur Kritik Osy Gandut Soal THL Sarjana Agama di PU Manggarai

THL Sarjana Agama
Edy Danggur. Foto: istimewah

Jakarta, GardaNTT.id – Praktisi Hukum, Edi Danggur, memberikan kritik keras terhadap anggota DPRD Kabupaten Manggarai, Fraksi Golkar, Simprosa Rianasari Gandut atau yang akrab disapa Osy Gandut terkait polemik penempatan THL berlatar belakang Sarjana Agama di Dinas PU Manggarai.

Ada dua hal yang dikritik Edi Danggur. Pertama, terkait mekanisme penyampaian Osy yang dinilainya tidak Etis. Menurutnya, menyebut nama orang dan mengatakan seseorang tidak kompeten di ruang publik sangat tidak manusiawi dan tidak menyenangkan.

“Itu pernyataan yang kurang manusiawi dan tidak menyenangkan. Bagi perguruan tinggi tempat kuliah dari THL tersebut, itu adalah kampanye yang buruk,” kata Dosen di Fkultas Hukum Unika Atma Jaya Jakarta itu.

Lanjutnya, kesimpulan Osy yang menyebut Sarjana Agama tidak berkompeten itu, tidak diikuti dengan penjelasan lebih lanjut terkait latar belakang keilmuan yang tepat untuk ditempatkan di Dinas PU.

“Apalagi dia (Osy Gandut, red), tidak menyebut sarjana apa yang pas atau kompeten untuk ditempatkan di bidang perencanaan di PU. Lalu dia juga tidak rincikan, apa saja pernyataan si THL itu yang dapat dijadikan sebagai bukti atau setidak-tidaknya ukuran bahwa ia tidak kompeten,” tuturnya.

Kedua, dari aspek substansi, kata Alumni Fakultas Hukum UGM itu, ada pemahaman yang salah dari Osy Gandut terkait gelar kesarjanaan. Baginya, seseorang yang meraih sarjana tertentu, tidak otomatis kompeten.

“Seolah-olah begitu seseorang meraih gelar kesarjanaan tertentu maka otomatis orang itu kompeten. Dengan kata lain, dalam pemahaman Osy Gandut, kampus adalah satu-satunya lembaga pencetak manusia-manusia yang kompeten. Itu salah besar,” ucapnya.

Ia menjelaskan, lembaga pendidikan tinggi tidak seperti bengkel las ketok magic yang bisa memperbaiki mobil penyok dengan cepat.

“Lembaga pendidikan tinggi itu bukan seperti bengkel las ketok magic: mobil penyok dimasukkan ke bengkel, lalu belasan menit kemudian langsung mobil keluar bengkel dengan mulus,” ucapnya.

Ia menjelaskan, pendidikan itu adalaah sebuah proses yang panjang dan lama untuk mencapai tingkatan kompetensi tertentu. Kemampuan seseorang bisa terbentuk melalui proses.

“Seseorang bisa juga diasah kompetensinya di tempat kerja, yang penting orang itu punya kerendahan hati untuk terus belajar sesuatu yang tidak pernah dipelajarinya di bangku kuliah,” tuturnya.

“Kalau seorang sarjana agama menjadi staf di bidang perencanaan, bisa saja, asal si sarjana agama itu mau terus belajar dan atasannya membimbing agar kompeten dalam bidang tugasnya itu,” tambahnya.

Ia mencontohkan, profesi Wartawan banyak digeluti oleh sarjana yang bukan basic jurnalistik, atau komunikasi, namun kompeten dan hebat dalam menjalankan kerjanya.

“Di luar kita, ada begitu banyak wartawan yang sangat kompeten dan hebat dalam profesinya sebagai jurnalis, belum tentu latar belakang kuliah S1 mereka adalah ilmu komunikasi atau jurnalistik. Bisa jadi S1 mereka adalah filsafat, sarjana agama, sarjana hukum. Ada sarjana Teknik Sipil jadi Pemred sebuah koran nasional yang besar dan sangat kompeten menulis isu-isu di bidang hukum. Ia kompeten dalam tugasnya walau ia tidak kuliah S1 Jurnalistik atau S1 Hukum,” tandas alumni Magister Hukum Universitas Indonesia ini.

Diketahui, hal ini bermula ketika Osy menyampaikan secara terbuka dalam sidang Paripurna DPRD Manggarai pada Senin (01/03/2022) terkait adanya THL berlatar Sarjana Agama yang ditempatkan di dinas PU.

Osy mengetahui hal itu ketika dirinya melaksanakan kegiatan reses di Kelurahan Carep, Kecamatan Langke Rembong. Saat itu, oknum THL itu diketahui turut hadir dan ikut memberi penjelasan, tanpa diminta olehnya. Hal itulah membuat Osy kesal dan menyampaikannya secara terbuka pada sidang terhormat itu.

Penulis: Olizh Jagom