Berimbang, Tegas, Akurat
Indeks

Konsep Seni Budaya Manggarai Warnai Kegiatan FORMATIPMAN Malang

Malang.GardaNTT.id – Forum Diskusi  Teknologi Industri Pertanian Manggarai (FORMATIPMAN), Universitas Tribhuwan Tunggadewi (UNITRI) Malang melaksanakan Pelantikan dan Penerimaan Mahasiswa Baru, di gedung Komisi Kepemudaan (KOMKEP), Jl. Mayjen, Panjaitan no.22B, Malang, Sabtu (8/5/2021).

Ketua kordinator FORMATIPMAN, Krisostomus Sephariadi mengatakan, kegiatan tersebut dengan konsep seni berkebudayaan adat istiadat Manggarai yang di lambangkan dengan ‘Teti botol tuak’ sebagai bentuk nilai-nilai karakter yang terkandung dalam acara ritus tiba meka (Terima tamu.red) orang Manggarai yang bersifat kekeluargaan mewujudkan keterbukaan, keakraban, kerendahan hati, kehormatan, tanggung jawab, kepedulian, dan sopan santun.

“Karena bentuk kebudayaan, panitia acara mengangkat tema ‘Anggom Hae Lako, Kapu Hae Wa’u’ artinya Anggom (Merangkul  sesama mahasiswa Manggarai Tip.red), Kapu Hae wau (Terima mahasiswa baru-red),” kata Tomi, di gedung Komisi Kepemudaan (KOMKEP).

Saat kegiatan berlangsung, peserta acara menampilkan tarian songke Manggarai sebagai bentuk tradisi budaya, pendidikan ditana rantau. Tak hanya tarian, salah satu anggota baru Tip juga, Kristina Yaneti Newol, membacakan Puisi  yang berjudul ‘Tundu Tenang Curup’ artinya mendengar pesan dari orang tua/keluarga.

Yane, pembawa puisi dalam kegiatan tersebut menjelaskan, dalam puisi tersebut terdapat empat paragraf, 18 baris. Setiap baris dan paragraf memiliki nilai nilai goet (ucapan.red) adat – istiadat Manggarai. Dalam paragraf ke empat berbunyi ‘lalong bakok wuat turung lako, curup de ema luju, neka mangas watang pangga, ronggo do’ong, lalong bakok koe duhu lakom, lalong rombeng koe du kolem.

“Lalong bakok du lako, lalong rombeng koe du kole yang berarti, harapan akan keberhasilan untuk mewujudkan cita-cita. Karena merantau merupakan, suatu hal yang sangat lumrah dalam sistem sosial masyarakat Manggarai. Hal itulah yang menjadi alasan mengapa ada go’et tersebut,” ungkapnya.

Lebih jauh Yane menjelaskan, bahwasannya setiap orang yang merantau harus mengalami perubahan minimal ada hasil yang bisa di bawa pulang ke kampung halaman.

“Itu kalau kita berbicara dalam konteks masyarakat Manggarai zaman dahulu.” tutupnya.

Penulis: Epak/Rifand
Editor: Adi Jaya