Berimbang, Tegas, Akurat
Indeks

Pemberdayaan Perempuan, Puskesmas Poned dan Profesionalisme Bidan Merupakan Intervensi Terbaik Mengatasi Kematian Ibu dan Anak Maupun Stunting di NTT

Foto: Konstantinus Hati, S.ST.,M.Kes/Kabid Kesetaraan Gender dan Perlindungan Hak Perempuan Pada Dinas P2KBP3A Kabupaten Manggarai

Profesionalisme garda depan perlu ditingkatkan melalui pelatihan. Seperti yang disampaikan dalam teori Hendrik Bloom bahwa pelayanan kesehatan memberikan kontribusi 40% mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Lalu apa komponen penting dalam faktor pelayanan kesehatan? Selain sarana Gedung dan peralatan juga sumber daya manusia kesehatan. Dalam konteks ini, bidan professional harus dipersiapkan setiap saat. Dilatih secara continue oleh leading sector atau dinas kesehatan. Dalam mengevaluasi program pembangunan kesehatan kita bisa menggunakan teori yang disampaikan oleh Lowrense W. Green.

Dalam teori itu dikemukakan factor predisposing, reinforcing dan enabling. Factor predisposing dalam hal ini adalah kemampuan pengetahuan dan kemampuan bidan menerapkan ilmu dalam menolong persalinan. Jika banyak bidan yang tidak mampu atau tidak update ilmunya maka management yang dia gunakan adalah merujuk ibu bersalin ke rumah sakit. Akibatnya menumpuk persalinan normal di rumah sakit. Padahal rumah sakit hanya menolong persalin sulit. Menurut data BPJS, 60% persalinan yang dilakukan di rumah sakit adalah persalinan normal. Nah, ini berarti keterampilan bidan di lapangan yang lemah. Inilah deseign yang harus dikerjakan oleh kita semua yaitu persiapkan bidan terlatih dan selalu melatih mereka biar ilmu mereka selalu hidup.

Desa Haju

Menurut Noto Admojo, dalam bukunya tentang perilaku kesehatan mengatakan bahwa perilaku itu memiliki tiga unsur pokok yaitu pengetahuan, sikap dan tindakan. Unsur sikap itu ada tiga yaitu cognisi, affeksi dan conasi. Orang bisa bersikap berani apabila dia memiliki cognisi yang berkualitas atau mantap. Mengambil sikap merujuk persalinan normal merupakan salah satu sikap bidan yang cognisinya rendah. Nah, kalau begitu kita harus melatih mereka.

Bidan yang professional akan bekerja menurut norma ilmu kebidanan yang selalu ter-update mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan obstetric dan ginekologi. Dia akan bekerja disiplin dalam pertolongan persalinan dengan menggunakan partograph atau cart control of born. Mengisi partograph butuh pengetahuan yang selalu dilatih. Dalam kartu control ini bidan selalu berpikir benar menurut ilmu pengetahuan teori kebidanan, menulis benar, melakukan dengan benar, mencatat dengan benar serta action dengan benar.

Seorang tokoh management menyampaikan teori kerja yang tidak pernah putus yaitu Dona Bedian, dalam bukunya beliau mengatakan bahwa apa yang dipikirkan ditulis, apa yang ditulis dikerjakan, apa yang dikerjakan dicatat dan apa yang dicatat menjadi dasar untuk action selanjutnya. Dan memang benar, inilah kerja seorang bidan professional. Walau pun factor lain kematian adalah perilaku masyarakat yang masih belum sehat. Namun, disini pemerintah sudah hadir untuk rakyat melalui desa siaga sejak tahun 2008. Program desa siaga ini agar persalinan itu selalu selamat tidak hanya factor orang kesehatan tetapi juga dukungan suami, keluarga dan masyarakat sekitar.

Keputusan Mentri Kesehatan nomor 564/MENKES/VIII/2006 tentang pedoman pelaksanaan desa siaga. Maka Depkes RI, sejak 2008 sudah mengembangkan pembangunan desa siaga. Salah satu indikatornya adalah desa memiliki sarkes seperti Pustu atau Polindes yang lengkap dengan sarana dan peralatannya agar bisa terlaksananya Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat, memiliki bidan desa yang terampil agar bisa menangani masalah kesehatan ibu dan anak pada tataran kehamilan dan persalinan normal. Sehingga bisa mengurangi merujuk persalinan normal ke rumah sakit. Selain itu, pembangunan desa siaga ini untuk mendekatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat sehingga mudah memberikan sosialisasi perilaku sehat kepada masyarakat. Hal ini untuk membuat masyarakat tahu perilaku hidup sehat, mau untuk menjaga dan berperilaku sehat serta mampu melakukan hidup sehat.

Jika masyarakat selalu hidup sehat maka angka kesakitan pun akan menurun yang berakibat pada penurunan pengeluaran pemerintah terhadap urusan kuratif. Tujuan desa siaga yaitu terwujudnya masyarakat desa yang sehat, peduli dan tanggap terhadap masalah kesehatan di wilayahnya. Tentu melalui meningkatnya pengetahuan untuk mendapatkan kewaspadaan, kesadaran terhadap masalah gizi, perilaku hidup sehat dan kesehatan lingkungan.