Instruksi Presiden nomor 1 tahun 2017 tentang gerakan hidup sehat menuju Indonesia Sehat merupakan salah bentuk pemerintah hadir dan tidak absen terhadap perilaku masyarakat yang tidak sehat. Perilaku tidak sehat tidak hanya dilakukan oleh orang yang tidak sekolah namun orang sekolah pun melakukannya.
Perilaku tidak sehat selalu berdampingan dengan perilaku sehat. Perilaku unfavorable ini bahkan menjadi darah daging pada orang yang mengerti. Misalnya berjudi, merokok, minum alkohal sampai mabuk, makan daging dan nasi yang banyak pada umur 40-an tahun ke atas. Kemudian begadang sampai larut malam, malas atau lupa memeriksa kesehatan, tidak menceritrakan beban dengan orang sekitar yang berakibat stress yang terpendam, lupa makan buah, kurang minum air, kurang berolahraga, malas membaca buku sehingga berbicara selalu menurut pikiran sendiri, makan tidak teratur, berpuasa yang tidak normal, kurang istirahat akibat perintah hand phone, tidur berlebihan, kerja berlebihan, minum kopi dalam kondisi lapar atau perut kosong, makan makanan instan, penggunaan pemanis sayur berlebihan. Dan masih masih banyak lagi perilaku tidak sehat yang menyebabkan sakit seperti hipertensi, kanker, gagal jantung, gagal ginjal, gastritis, gawat janin, perdarahan, anemia, tekanan darah rendah, migrain, nyeri otot, asam urat, strok dan stunting, dan lain-lain. Termasuk kematian ibu bersalin dan anak, sangat menjadi perhatian terhadap pengaruh perilaku tidak sehat.
Seorang kepala keluarga miskin yang hanya mampu membeli rokok dan berjudi kupon putih merupakan pembunuh kejam terhadap istri dan anak yang sedang hamil. Mengapa demikian? Kita perlu menyadari bahwa perokok miskin sudah membakar uang Rp15.000/hari dan Rp600.000/bulan. Padahal mereka belum menjadi anggota BPJS dan ibu hamil kurang gizi. Setiap hari rakyat miskin NTT terdapat 8 orang dari 10 orang yang menggunakan uang sebesar Rp10.000/hari membeli kupon putih. Ini tidak termasuk untuk membeli rokok.
Kematian Ibu dan Anak merupakan salah satu indikator kinerja Pembangunan Pemerintah di Bidang Kesehatan. Leading sector Indikator ini adalah kementrian kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi dan Dinas Kesehatan Kabupaten. Di lapangan Indikator ini dikerjakan oleh Puskesmas sebagai gate keeper atau ujung tombak. Sebagai garda terdepan, Puskesmas menempatkan indikator ini pada program wajib Puskesmas. Di tingkat Dinas kesehatan, indikator ini berada pada bidang Kesehatan Keluarga atau bidang Kesehatan Masyarakat, hal ini tergantung nomenklatur yang dipakai. Batasan definisi operasional kematian ibu adalah kematian yang terjadi oleh kehamilan dan proses persalinan oleh berbagai penyebab. Sedangkan kematian anak adalah kematian yang terjadi selama persalinan sampai masa neonates.
Sampai dengan sekarang, indikator ini sangat susah untuk mencapai titik sangat puas dalam pencapaian kinerjanya Dinas pada hamper semua Kabupaten. Artinya sampai dengan saat ini kematian ibu dan anak tetap saja menjadi hantu yang membuat telinga Pemerintah dan pihak Swasta yang peduli menjadi berdengung. Mengapa demikian? Tentu karena Kematian Ibu dan Anak tetap tinggi.
Berdasarkan data yang dikonfigurasikan oleh BPS tahun 2020 angka Kematian ibu mencapai 149 kasus dan angka kematian anak mencapai 744 kasus, sedangkan angka stunting mencapai 24,2%. Pada hal dalam RPJMD 2018-2023 NTT mempunyai target zero kematian ibu dan anak. Jika kita melihat terget ini artinya posisi sekarang kita harus berada pada angka kematian ibu dan anak dengan kejadian kematian yang harus rendah, sehingga pada tahun terakhir RPJMD bisa mencapai angka nol. Konfigurasi data di atas, menunjukan bahwa secara probabilitas kita belum bisa mencapai target RPJMD. Karena itu, sangat perlu mempertahan management resilinsi yang berkesinambungan terhadap mengatasi berbagai persoalan terhadap KIB. Banyak persoalan yang cukup rumit dalam mengatasi indikator ini. Persoalan-persoalan itu menjadi baseline perencanaan intervensi yang dilakukan pihak pemerintah dan proyek swasta.