Berimbang, Tegas, Akurat
Indeks

Pro Kontra Pamflet Festival Lefa Nuang, IKaL: Inisiator Tampaknya Latah dan Tidak Paham Esensi Budaya

Foto: Nelayan Lamalera sedang berjuang menangkap ikan paus (Foto: Guna Tapoona)

Jakarta, GardaNTT.id–Di berbagai media sosial beredar sebuah pamflet bertajuk “Festival Lefa Nuang” di Desa Nelayan Lamalera. Kegiatan yang dijadwalkan pada 27 April – 1 Mei 2022 itu menyulut reaksi pro dan kontra dari berbagai kalangan, khususnya masyarakat Lamalera.

Warga Lamalera di Lefo (kampung: red.) dan diaspora kaget dengan pamflet yang didesain oleh gou_domaking itu. Hampir semua argumen dam pendapat yang mengisi setiap laman media sosial maupun group-group WhatsApp menuansa penolakan dan protes. Alasannya, tradisi Lefa Nuang atau musim melaut tidak layak difestivalkan. Tidak sedikit orang yang protes dan menolak karena amat mengganggu ritual adat yang sakral menuju pembukaan perayaakn lefa pada tanggal 1 Mei.

Pengurus Institusi Kebudayaan Lembata (IKaL), Alexander Aur, S.S., M.Hum mengatakan, pihak yang menginisiasi festival itu tampaknya latah dengan festival dan tidak paham esensi dari budaya.

“Berbagai tanggapan yang bernada menolak dari warga Lamalera, baik di Lembata maupun di tanah rantau terhadap maksud pamflet Festival Lefa Nuang, menunjukkan bahwa budaya lokal dengan seluruh dimensi internalnya seenaknya difestivalkan,” ungkap Dosen Filsafat Universitas Pelita Harapan.

Ia menambahkan, Pihak yang menginisiasi festival itu tampaknya latah dengan festival dan tidak paham esensi dari budaya. Latah kata dia, karena setiap budaya dari komunitas budaya lokal manapun mau difestivalkan, dalam hal ini Lamalera.

Lebih lanjut, Dosen asal Kedang Lembata itu menyatakan, festival sebagai promosi berati bentuk komersialisasi budaya lokal.

“Apalagi tujuan festival adalah promosi untuk menarik para wisatawan. Itu artinya komersialisasi budaya lokal. Ini sikap ugal-ugalan terhadap budaya lokal. Bersikap demikian karena tidak paham mengenai budaya sebagai laku-hidup. Lefa nuang merupakan laku hidup orang Lamalera. Lefa nuang merupakan citra diri orang Lamalera yang di dalamnya mengandung relasi sosial antarorang Lamalera, relasi mereka dengan Tuhan, dan relasi dengan lingkungan khususnya relasi dengan laut sebagai ibu kehidupan,” ungkapnya.

Alex, demikian sapaan akrab Alexander Aur menegaskan, lefa nuang tidak bisa seenaknya direkayasa sebagai event tontonan melalui festival.

“Inisiator festival tersebut gagal paham, baik gagal paham mengenai festival maupun mengenai esensi budaya Lamalera,” tegas Alex.

Saat dihubungi terpisah, Kepala Desa Lamalera B, Mateus Gilo Bataona kepada GardaNTT.id mengakui tidak tau sama sekali mengenai informasi itu.

“Nuleng snareng juga….go taku koi hale…..” (Selamat pagi juga. Saya tidak tahu: red.), tulisnya di akun WhatsApp.

Hal senada diakui Kepala Desa Lamalera A, Yakobus Tufan bahwa sebagai kades dia sama sekali belum mendapat info atau pemberitahuan resmi berupa surat dari Dinas Pariwisata Lembata.

“Slam pagi untuk tite fakahae. Go nimok sebagai kades di go vati dapa info ataupun sura va. (Selamat pagi untuk kita semua. Saya sendiri sebagai kades belum dapat info ataupun surat),” kata Kades yang adalah anak Tuan Tanah ini.

Dia juga menegaskan akan mendengar aspirasi semua warga Lamalera di lefo dan diaspora, terutama pemangku adat Lika Telo, jika sudah ada pemberitahuan dari dinas pariwisata.

“Kalau memang ada surat atau info resmi dari dinas pasti langsung disikapi,” tegas Jack Tufan, sapaan akrab Kades Lamalera A itu.

Masyarakat Lamalera tetap memertahankan budaya dan tradisi lefa nuang sebagai masa melaut yang disakralkan. Masa “tridum adat” menyongsong tahun baru “lefa nuang” mulai tanggal 27 April—30 April, dan puncaknya adalah pembukaan lefa nuang pada tanggal 1 Mei melalui Perayaan Ekaristi (liturgi Gereja).

Pada masa “tridum adat” ini laut steril dan baru dibuka setelah Misa Pembukaan Musim Melaut (Misa Lefa) dengan mengutus 1 perahu khusus ke laut setelah pemberkatan perahu oleh imam. Sejak 1 Mei sampai 31 Oktober merupakan masa lefa nuang. Pada masa ini segala aktivitas yang bernuansa pesta diminimalisir dalam konteks waktu dan tempat.

Penulis: Belle TubeEditor: Adi Jaya