Penulis: Prisila jemun
Menjadi seorang pendidik atau guru, bukan merupakan pekerjaan yang mudah. Guru bukan hanya sebagai pengajar tetapi juga pihak untuk mengayomi dan mendidik putra putri bangsa.
Banyak orang yang tidak mau bekerja atau Pendidikan di perguruan tinggi dengan profesi sebagai guru. Pekerjaan guru dianggap pekerjaan yang tidak menjanjikan di tambah dengan adanya fakta bahwa banyak sarjana pendidikan tidak bekerja karena kurangnya lapangan pekerjaan. Karena menjadi seorang guru PNS memiliki persyaratan yang berat.
Predikat guru saja bisa didapatkan dengan menyelesaikan kuliah selama 4 tahun. Tetapi proses untuk menjadi guru yang berkualitas tidak segampang membalikkan telapak tangan. Guru memang mencerdaskan anak bangsa. Tetapi negara tidak cuma-cuma memberi predikat atau gaji yang banyak hanya karena Ijazah S1 sudah di tangan.
Guru adalah pekerjaan yang mulia karena kehadiran mereka sangat mempengaruhi kualitas anak bangsa. Namun, zaman sekarang pemerintahlah seringkali menutup mata pada perjuangan itu. Banyak guru yang dikirim untuk bekerja di pelosok negeri dengan ruang kelas yang tidak layak dipakai. Kadang ketak sekolah yang sangat jauh mengharuskan guru berjalan kaki demi mengajar murid-murid pelosok.
Indonesia punya apalagi selain semangat? Sarana dan prasarana tidak memadai tetapi semangat guru dan murid-murid dapat menutupi lubang yang membuat mereka jatuh dalam jurang kebodohan.
Pemerintah seharusnya memperhatikan itu. Agar semua guru perlu memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang dan meningkatkan kariernya sesuai dengan kompetisi yang dimiliki.
Selama lima tahun terakhir telah dilakukan berbagai upaya oleh pemerintah untuk meningkatkan kualitas guru dan kesempatan bagi karier guru salah satunya adalah program P3K bagi guru komite.
Namun, kehadiran program ini bukan serta merta dapat meringankan kinerja guru karena persyaratan-persyaratan yang dibutuhkan sangat banyak ditambah peluang atau lapangan kerja yang kurang memungkinkan banyak yang tidak lolos.
Hal lain juga yang perlu diperhatikan dalam meningkatkan kinerja guru yaitu sulitnya perolehan sertifikasi bagi guru. Kita ketahui bahwa prosesnya melibatkan seleksi akademik dengan soal-soal yang selalu diperbaharui, membuat guru yang gagal pada satu seleksi akan gagal pula pada seleksi berikutnya belum juga diperhatikan terkait dengan batas usia dan program sertifikasi juga banyak diikuti oleh guru yang telah di ambang pensiun untuk memperjuangkan sertifikasi agar dapat menambah tunjangan pensiun bagi ASN. Karena pada saat ini, bukan sedikit juga para guru yang masih gagap teknologi sehingga hal itu menjadi salah satu faktor penghambat dalam mengikuti program-program terbaru yang diberikan oleh pemerintah.
Oleh karena itu, pentingnya perhatian lebih dari pemerintah terhadap guru terkait keluh kesan dan juga hambatan yang mereka alami agar perkataan yang berkaitan dengan diskriminasi profesi guru semakin berkurang adanya. Dan bagi para pelajar harus bisa membaca peluang terkait lowongan pekerjaan di masa yang akan datang, agar tidak menjadi sarjana yang masih nganggur dan usahakan agar menempuh Pendidikan yang dapat mengasah kemampuan setiap pribadi. Kelak kita juga bisa menciptakan lapangan pekerjaan sendiri bagi para guru dan sarjana yang lain melalui kreatifitas yang dimiliki.
Namun, perlu diingat bahwa menjadi guru bukan soal PNS atau P3K. Istilah “Mulia” yang melekat pada Guru bukan sekedar gelar yang dapat dilepas. Tapi, Guru adalah pekerjaan yang menggunakan hati. Dengan hati, Guru melihat semua murid membutuhkan kasih yang totalitas. Ilmu yang selaras. Berbagi pelajaran tentang nilai kehidupan. Bukan sekedar memenuhi tuntutan pemerintah saja.
Memang dunia ini selalu membutuhkan uang untuk melanjutkan hidup. Tapi ketika bekerja hati, harga yang akan dibayar berkali-kali lipat lebih mahal dari uang.
Penulis merupakan siswi SMAK Seminari St. Yohanes Paulus II Labuan Bajo.