Berimbang, Tegas, Akurat
Indeks

Hendrikus Abur Dari Pengusaha Wisata Hingga Menjadi Politisi

Foto: Hendrikus Abur, S.S, Calon anggota DPRD Kabupaten Manggarai Timur periode 2024-2029 Partai Hanura, nomor urut 1

Manggarai Timur, GardaNTT.id – Hendrikus Abur, mungkin tak banyak yang mengenalnya. Ia adalah pria kelahiran Rakas, Desa Golo Paleng, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai Timur pada 19 Juni 1981. Ia merupakan anak kelima dari Enam bersaudara dari pasangan Laurens Lonjeng dan Monika Daina.

Semasa kecil, Hendrik, begitu sapaan akrabnya, menghabiskan banyak waktu bersama kedua orangtuanya di kampung Bala, sekitar 5 km sebelah utara kampung Rakas yang menjadi tempat kelahirannya. Itu karena, kedua orangtuanya pindah ke kampung itu saat Hendrikus Abur berusia 4 tahun.

“Waktu itu di kampung Bala, masih sedikit sekali penduduknya, sekitar 30 orang dan rumahnya mungkin 10 saja,” kenang Hendrikus Abur saat bercerita kepada GardaNTT.

Pada usia 7 tahun, Hendrik kecil sudah mulai masuk sekolah. SDI Golo Utur adalah satu-satunya pilihan karena hanya sekolah itulah yang paling dekat. Jaraknya sekitar 6 km, dan ditempuh dengan waktu 2 jam dari rumahnya dengan berjalan kaki. Jadi, saban hari, Hendrik harus bangun pagi agar tiba di sekolah tepat waktu.

Selesai menamatkan diri dari SDI Golo Utur, ia lalu melanjutkan pendidikannya di SLTP 1 Lamba Leda di Dampek (Sekarang masuk wilayah Kecamatan Lamba Leda Utara) pada 1994-1997. Tinggal pisah dan jauh dengan orang tua saat itu, rupanya menjadi pelajaran baru bagi Hendrik untuk mengerti tentang hidup mandiri.

“Sangat beda kondisi tahun itu dengan sekarang. Dulu itu, meski kampung saya dengan sekolah masih dalam satu kecamatan, tetapi serasa jauh sekali, belum seramai sekarang, bisa dengan mudah pulang kampung kalau rindu orang tua. Nah dulu itu, semua serba sulit, baik sulitnya kendaraan, juga sulitnya uang untuk ongkos pulang,” kisahnya.

Hendrikus Abur

Hendrik, sempat merasa putus asa, tatkala kian peliknya kehidupan di asrama. Ia harus menata hidupnya secara mandiri. Mencuci, memasak dan juga kerap sulit mendapat kiriman beras dari kampung. Namun, berkat motivasi sesama rekan seasrama, membuatnya kembali tegar dan semangat. Sesekali, demi bertahan dalam kesulitan dan kekurangan itu, Hendrik bersama rekannya rela menjadi buruh harian membajak sawah milik warga sekitar.

“Bahagia sekali kalau ada yang tawar harian bajak sawah atau mengetam padi oleh warga sekitar. Harian 5 ribu. Itu besar sekali pada zaman itu,” kata Hendrik.

Tamat dari SLTP 1 Lamba Leda, selanjutnya Hendrik menempuh pendidikan di SMK PGRI kota Bima, Nusa Tenggara Barat, pada 1997-2000. Ia pernah menjadi Ketua Osis di lembaga itu. Bakat kepemimpinannya mulai terbentuk sejak saat itu. Saat dirinya menjadi Ketua Osis, ia canangkan program pengembangan minat dan bakat. Sebab, itu tidak didapatkan dalam ruang kelas. Oleh karenanya, melalui sejumlah kegiatan yang ia programkan, minat dan bakat para teman-temannya di sekolah di-explore dan benar-benar tersalurkan.

Selesai dari SMK PGRI Bima, ia lalu merantau ke pulau Dewata-Bali untuk bekerja. Namun, persaingan hidup yang begitu ketat di sana kala itu, membuat Hendrik tidak sanggup bertahan untuk mengais rejeki di kota pariwisata itu. Atas hal itu, ia memutuskan untuk pindah ke kota Surabaya, Jawa Timur.

“Bali itukan Kota Pariwisata, banyak dan sering dikunjungi wisatawan mancanegara, sehingga mayoritas pekerjaan di sana membutuhkan keterampilan berbahasa asing. Waktu itu saya tidak bisa berbahasa Inggris. Jadi saya merasa kalah saing, sehingga memutuskan untuk pindah ke Surabaya,” tuturnya.

Setelah setahun bekerja di Surabaya, pada 2003, ia lalu memutuskan untuk melanjutkan pendidikannya di Perguruan Tinggi. Universitas Wijaya Putra Surabaya menjadi kampus pilihannya dan mengambil jurusan Sastra Inggris. Pilihannya terhadap jurusan itu termotivasi saat dirinya berada di Bali. Ia yakin ketika bisa berbahasa Inggris, maka peluang kerja sangat terbuka. Sembari kuliah, Hendrik tetap bekerja agar bisa membiayai kuliahnya. Sebab, kiriman dari orangtuanya belum cukup untuk memenuhi kebutuhan biaya Kampus, juga untuk kebutuhan sehari-hari.

Mengatur waktu antara kuliah dan kerja, terkadang membuatnya putus asa. Namun, baik orang tua maupun sahabatnya selalu memberikan dukungan, menyemangatinya, hingga pada 2007, Hendrik akhirnya dapat menyelesaikan studinya di Universitas Wijaya Putra Surabaya. Rasa syukur dan bangga atas kesuksesannya dari bangku kuliah, justru membangkitkan percaya diri dan optimisme dalam hidupnya.

Rintis Usaha

Usai menamatkan diri dari Fakultas Sastra Inggris di Universitas Wijaya Putra Surabaya pada 2007, Hendrik memutuskan untuk kembali ke Manggarai. Bermodal kemampuan bahasa Inggris yang ia peroleh saat kuliah, dia pun mulai berani berkecimpung di dunia pariwisata, menjadi pemandu wisata atau tour guide.

Pada awal dirinya masuk di dunia Pariwisata, tentu saja ia minim pengetahuan dan pengalaman. Hal itu ia sadari penuh, sehingga belajar dan terus belajar, mutlak dilakukannya. Berkat ketekunannya untuk menimba ilmu dari para guide senior, ia semakin hebat dan profesional di bidang pariwisata.

“Para guide senior sudah begitu baik membimbing saya, training saya, pun saya tekun belajar hal-hal teknis saat menjadi guide. Waktu itu saya percaya bahwa ‘Ala bisa Karena Biasa’, sehingga, begitu saya dipercaya oleh agen tour untuk meng-handle tamu, puji Tuhan saya bisa lakukan,” akunya.

Pada tahun 2009, Hendrik mendaftar diri menjadi anggota HPI (Himpunan Pramuwisata Indonesia) cabang Manggarai Barat untuk menjadi pemadu wisata profesional (certified tour guide). Dengan mendapatkan sertifikat itu, ia makin percaya diri. Selama lima tahun sejak 2008-2013, ia menjadi tour guide aktif hingga akhirnya secara perlahan ia mulai berani membuka perusahaan biro perjalanan wisata yang bernama PT. Floresindo Wisata. Sungguh, proses tidak pernah mengkhianati hasil. Dalam tempo tiga tahun, usahanya itu berkembang pesat dan menjadi salah satu Tour Organizer open trip terbaik di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat.

PT. Floresindo Wisata, kini berhasil mempekerjakan sejumlah karyawan. Menurut dia, ide merintis usaha biro perjalanan wisata muncul ketika agen-agen travel yang beroperasi di Labuan Bajo, didominasi oleh orang luar. Ia tak ingin, orang lokal hanya menjadi penonton.

“Ada istilah dalam bahasa Manggarai, ‘Long ata Lonto, Lonto ata Long’. Artinya, orang asli hanya bisa menjadi penonton, sementara orang luar menjadi pemain. Saya tidak ingin itu terjadi. Nah saya telah membuktikan bahwa orang Manggarai juga bisa,” ujarannya.

Terjun ke dunia Politik

Menjadi Politisi, bukanlah cita-cita Hendrik sejak kecil. Ia bahkan apatis tentang isu-isu politik. Kata dia, politik itu busuk. ruang yang berlumur kebengisan. Tak heran, ada sebagian orang yang anti terhadap politik. Mereka alergi, bahkan sekadar untuk membincangkannya. Perseptif seperti itu bukan tanpa preseden, sebab sebagian politisi mempertontonkan perilaku tak terpuji. Sebut saja, politisi mengobral janji untuk mendulang suara saat pemilu. Namun saat menduduki jabatan janji-janji tersebut tak terealisasi. Mirisnya lagi, mereka gunakan kekuasaan sebagai alat untuk meraup keuntungan pribadi dan kelompoknya. Justru perilaku seperti itulah yang melahirkan stigma negatif tentang politik.

Namun, beberapa tahun terakhir pikirannya berubah. Hendrik menyadari, bahwa politik sesungguhnya adalah arena perjuangan yang mulia. Di sanalah, hampir semua kepentingan hidup orang banyak ditentukan. Alasan memperjuangkan kepentingan masyarakat itulah, Hendrikus Abur mencalonkan diri menjadi salah satu Calon anggota Legislatif (Caleg) di daerah pemilihan (Dapil) III (Kecamatan Lamba Leda dan Lamba Leda Utara), Kabupaten Manggarai Timur. Ia mencalonkan diri melalui Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), nomor urut 1, pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.

Jadi Aktor Kebijakan

Menurut Hendrik, perubahan atas kebijakan harus diperjuangkan. Salah satu cara, kata dia, dengan menjadi aktor penentu kebijakan. Penentu kebijakan akan terlibat langsung dalam proses pengambilan keputusan sehingga apa yang diperjuangan dapat terakomodir.

“Kita tidak bisa hanya pasrah menunggu hasil. Kita punya hak yang sama untuk memperoleh kemaslahatan, hak memperoleh kemakmuran. Maka perjuangan mutlak dilakukan,” sebutnya.

Kata dia, pasca definitif pada 2007 silam, pembangunan di Kabupaten Manggarai Timur berjalan semu dan belum merata. Saat ini, sejumlah kampung di Dapil III, Kabupaten Manggarai Timur, masih banyak yang berada dalam kondisi memprihatinkan dan tertinggal. Banyak kampung yang masih belum tersentuh pembangunan seperti infrastruktur jalan, penerangan listrik PLN, dan juga air bersih. Padahal, itu menjadi kebutuhan dasar bagi masyarakat di wilayah itu.

“Ini kebutuhan dasar. Kalau jalan sudah bagus, roda perekonomian pasti berjalan lancar. Kalau listrik PLN masuk, peluang usaha bagi masyarakat semakin terbuka. Lalu, air bersih juga merupakan kebutuhan mendesak bagi masyarakat di sana. Warga di beberapa kampung rela jalan jauh untuk menimba air bersih. Belum lagi, mereka harus sabar mengantre berjam-jam untuk mendapatkan air bersih. Ini yang akan menjadi fokus perjuangan saya kalau nanti terpilih menjadi salah satu anggota DPRD Kabupaten Manggarai Timur dari Dapil III. Saya komit dengan janji ini,” kata suami dari Maria Pahus.

Tekadnya itu, ia akui sudah mendapat restu dari semua keluarganya. Sehingga, ia meyakini, dukungan dari keluarga itu menjadi energi positif untuk mewujudkan niat mulianya.

“Istri, anak-anak dan keluarga besar sudah merestui dan mendukung niat mulia ini. Saya percaya, dengan dukungan mereka, perjuangan ini diberkati oleh yang Maha Kuasa,” pungkasnya.