Berimbang, Tegas, Akurat
Indeks

“Ia Mendahului Kamu di Galilea….” (Mrk 16:7)

(Permenungan Malam Paska 2021)

Mgr. Siprianus Hormat-Uskup Ruteng

Kita rayakan pada kesempatan ini Paskah Tuhan. Inilah perayaan teramat mulia dalam Liturgi Gereja. Malam Paskah adalah induk serentak puncak dari segala perayaan iman Gereja. Gereja, kita sekalian, merayakan: Kristus, Tuhan kita, bangkit dari alam maut. Rasul Paulus beritakan kepada umat di Korintus, “…jika Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah kepercayaan kamu dan kamu masih hidup dalam dosamu” (1 Kor 15:17). Rasul Paulus pun ingatkan bahwa jika demikian betapa begitu malangnya nasib orang-orang yang masih menaruh kepercayaan pada kristus itu. Manusia, seturut Rasul Paulus, tak hanya sia-sia dalam iman atau malang nasibnya, tetapi juga Rasul Paulus juga sadar bahwa adalah kesia-siaan yang besar dari segala tugas pewartaannya jika Kristus tidak dibangkitkan (1 Kor 15:14).

Pada saat penuh rahmat ini, kita sekali lagi diajak untuk merenungkan paskah Israel. Itulah momentum ketika umat Israel dibebaskan dari cara hidup perhambaan Mesir menuju tanah terjanji penuh kebebasan. Paskah berarti Tuhan Lewat untuk menyelamatkan Israel, serentak untuk membinasakan kesombongan Firaun dan seluruh kekejaman Mesir. Paskah yang dialami Kristus adalah kisah agung Kristus bangkit dari alam maut. Ia telah melewati kisah penderitaan dan wafat serta kegelapan dalam makam. Kristus telah jadi pemenang atas segala apapun yang dipastikan oleh manusia mengenai nasibNya.

Maka, ibu/Bapa sekalian, kuasa dan penyelenggaraan Allah selalu lebih kuat dan perkasa dari segala apapun yang telah direkayasakan oleh manusia. Allah melampaui apa yang manusia pikirkan, rencanakan, serta apapun yang manusia pastikan! Akan tetapi justru pada kisah Paskah Kristus seperti itulah manusia mendapat daya hidup yang baru. Tetap semangat dan harapan untuk kembali berjalan bersama Yesus. Tetapi, mari kita bayangkan bahwa sesungguhnya tak begitu saja kita meraih puncak pengharapan Paska tanpa tantangan, tanpa kehancuran, tanpa luka dan derita, tanpa kehilangan harapan, tanpa hinaan, tanpa kematian, dan tanpa kegelapan makam…

Saya secara secara khusus mengajak kita sekalian untuk merenungkan kata-kata yang disampaikan oleh orang muda berjubah putih kepada Maria Magdalena, dan Maria ibu Yakobus serta Salome, “…katakanlah kepada murid-muridNya dan kepada Petrus: Ia mendahului kamu di Galilea; di sana kamu akan melihat Dia…” (Mrk 16:7). Haruslah kita katakan bahwa sepertinya babak pertama Yesus dan Para muridNya telah berakhir. Itulah kisah-kisah hidup yang berawal dari Galilea. Injil-Injil kisahkan betapa Yesus hidup, berjalan, bertindak dalam segala aktivitasNya bersama para muridNya. Pada titiknya, para murid diteguhkan dalam kebersamaan Perjamuan Terakhir. Sayangnya Yudas akhirnya berkhianat… Drama derita, penyaliban dan kematian Yesus tak terelakan. Para murid meluputkan diri. Petrus berusaha setia, akan tetapi ia pun jatuh dalam penyangkalan. Babak hidup Yesus berakhir di kubur gelap… Semuanya sungguh berakhir.Dan kini, apa yang patut kita simak dalam perayaan malam Paskah ini?

Pertama, Kebangkitan Yesus adalah awal kehidupan baru. Seturut kata-kata orang muda yang berbaju putih itu “para murid mesti pergi ke Galilea.” Galilea adalah cinta pertama para murid ketika untuk pertama kali mereka dipanggil. Kembali ke Galilea berarti kembali semangat awal, ya kembali semangat cinta pertama! Karena itu, Bapa-ibu sekalian, yang hendak saya katakan adalah Paska, bukan saja berarti pergerakan ke cita-cita yang akan datang! Menuju harapan dan impian di masa yang akan datang yang makin lebih baik! Tidak cuma itu… tetapi Paska juga berarti berarti BANGKIT untuk pulang, untuk kembali ke kisah-kisah romantis yang telah kita tinggalkan!

Tentu para murid telah sekian kehilangan harapan ketika harus mengalami Yesus, sang Guru, yang sekian ‘tak berdaya’ di tangan para serdadu Romawi! Kini, seperti yang saya katakan: pergi ke Galilea adalah momentum untuk menggali kembali harapan baru dalam Yesus yang bangkit, maka dalam semangat Paska “pergi ke Galilea” yang ingin saya katakan secara praktis dua hal berikut:

-Jika Anda redup dalam semangat kerja, maka kembalilah ke semangat awal,pulanglah ke hari-hari pertama Anda bekerja serta saat-saat Anda berjuang untuk mendapatkan pekerjaan. Bukankah hari-hari itu Anda sekian semangat??

-Jika Anda redup dalam relasi dengan siapa saja. Katakanlah dalam keluarga besar, dengan rekan-rekan kerja, dan terutama dengan tetangga sendiri, maka Paska berarti kembali saat-saat indah Anda pernah punya semangat indah dalam kebersamaan. Anda harus beralih untuk kembali ke hari-hari, ke saat-saat penuh kerukunan!

-Jika relasi suami istri di ambang suram, selalu bertengkar dan ribut melulu, maka Paska berarti pulang kembali ke saat-saat jatuh cinta pertama, saat-saat penuh kata-kata puitis.  Dan ingat tak pernah boleh menyerah untuk kembali membangun rumah tangga yang harmonis. Tak pernah boleh bernyanyi seperti lagu dari Pance Pondaag: “Hari indah yang  pernah kita lalui, biarlah berlalu tanpa kau lagi…”

-Jika hati Anda mulai terserap oleh virus kebencian, balas dendam, ingat diri, kasar, tak mau memaafkan, maka Paska berarti mesti kembali ke jatidiri sebagai orang Katolik yang tahu dan menghayati apa artinya pengampunan, solider, lemah lembut dan senantiasa berbagi.

-Jika Anda telah sekian lesuh dalam mengasihi Tuhan, lesuh dalam doa, dalam setiap perayaan ekaristi, maka Paskah bagi kita berarti kembali pulang untuk semangat dalam berdoa, dan dalam setiap perayaan iman. Paska berarti Anda kembali ke Perayaan Ekaristi, seolah-olah Anda hendak menerima Komuni Pertama dan seolah-olah juga Komuni terakhir. Itulah arti Paska yang kita renungkan dari arti “pergi mendahului ke Galilea.”

Kedua, Kata orang muda itu pula (sebelumnya) kepada para perempuan itu: “Jangan takut!”… Dalam Yesus yang bangkit tak ada sesuatu apapun yang mesti ditakuti, digentari oleh para murid! Ganti ketakutan adalah iman yang mesti ditegakkan! Namun ini sama sekali tidak berarti bahwa kita ingkari kerapuhan dan kelemahan kita sebagai manusia. Kita akui bahwa terorisme itu berbahaya dan mendatangkan kecemasan; kita menjadi kecut karena wabah corona masih mencekam dan bahwa kita sendiri tak pernah tahu secara pasti kapan berakhirnya! Tetapi, apakah hidup kita mesti  selalu  dipusatkan pada ketakutan, pada kecemasan, pada serba situasi tak pasti??? Dengan takut dan cemas, kita bahkan tak sanggup perpanjang hidup ini! Ada usaha-usaha manusia yang kita upayakan, tetapi ada juga aspek penyelenggaraan Allah yang tak boleh kita abaikan!

Kristus yang bangkit hendak menegaskan bahwa Allah itu hidup dan selalu hidup serta meraja.  Karena itu menghadapi apapun yang mencemaskan dan belum ada kepastian, kita tak bisa hanya meratap penuh cemas, karena toh kita manusia itu pada dasarnya lemah, tak berdaya! Akan tetapi menghadapi semuanya sebagai orang beriman dalam Kristus yang bangkit adalah tanda kekuatan dan pengharapan…

Karena itu, kepada umat sekalian, saya akhirnya mau mengatakan: Jadilah pemenang dalam iman akan Kristus yang bangkit! Tuhan memberkati kita sekalian.

Amin