Berimbang, Tegas, Akurat
Indeks

Tiga Anggota Satgas Covid-19 Golo Pua Kuwus jadi Tersangka

Manggarai Barat, GardaNTT.id – Tiga (3) orang anggota Satgas Covid-19 di Desa Golo Pua, Kecamatan Kuwus, Kabupaten Manggarai Barat, NTT, jadi tersangka dalam kasus dugaan penganiayaan terhadap warga bernama Stefanus Maryono Ngutal (Fansi).

Yohanes K.T. Ben Suhardi (Kepala Desa), Patrisius S. Desal (Aparat Desa), dan Ponsianus Sarosbin (Aparat Desa), ditetapkan sebagai tersangka melalui surat bernomor S.Tap/04/XI/2021/Reskrim, Tanggal 08 November 2021.

Yohanes K.T. Ben Suhardi, kepada GardaNTT.id mengaku heran atas penetapan dirinya sebagai tersangka. Padahal, ia merasa tidak menganiaya Fansi.

“Saya jadinya mempertanyakan motif di balik kasus ini. Saya heran benar, padahal saya tidak ikut memukul, tapi justru ikut jadi tersangka. Ada apa ini?” Katanya.

Ia juga mengkritik pihak Kepolisian yang lamban mengusut kasus ini. Dirinya merasa seakan sengaja ditersangkakan.

“Peristiwanya pada 31 Desember dan baru diurus sekarang. Ini semacam kesannya by order, dipaksakan supaya saya jadi tersangka,” kesalnya.

Menurutnya, peristiwa itu baru dilaporkan setelah 4 hari kemudian, usai upaya damai pada tanggal 2 Januari di Rumah Adat, gagal.

Kegagalan itu lantaran ayah korban meminta denda senilai 50 juta dan 1 ekor kerbau. Sementara yang disanggupi Satgas saat itu berupa uang 300 ribu dan Bear 1 botol sebagai isyarat ‘one waes laud, one lesos saled‘ (semua yang telah terjadi, biarkan hanyut dalam arus air dan tenggelam bersama terbenamnya Matahari).

Salinan Surat Ketetapan

Kades yang biasa disapa Kristo ini juga merasa janggal dengan kasus ini yakni terkait penerbitan hasil visum. Pasalnya, visum baru dilakukan 4 hari pasca kejadian.

“Ada bidan yang cerita waktu itu, bahwa waktu datang visum di Puskesmas, bidan tanya keluhan si Fansi, tapi katanya tidak ada keluhan, akhirnya penyidik (penyidik sebelumnya) suruh pulang. Nah, penyidik juga merasa kaget setelah tahu ternyata sudah ada hasil visum. Diduga kuat, mereka visum tanpa ada surat perintah dari Polisi. Kalaupun ada, siapa yang buat surat perintah itu,” jelasnya.

Upaya Lapor Balik Fansi

Terhadap kasus ini, Kristo mengaku sudah menyiapkan kuasa hukum. Ia juga berencana akan membuat laporan balik terhadap Fansi dan beberapa orang.

“Kuasa hukum sudah saya siap. Pak Iren Surya. Saya sudah tanda tangan surat kuasa. Kami juga sedang konsultasi sama kuasa hukum kami, untu buatkan laporan balik. Lalu, saya juga nanti bersurat kepada Satgas Kabupaten, Bupati dan Kapolri supaya bisa melihat kasus ini secara bijak,” bebernya.

Ponsianus Sarosbin yang juga menjadi tersangka mengaku kesal, karena tidak terlibat memukul Fansi, namun juga terseret jadi tersangka.

“Waktu kejadian itu kami masih berada dalam rumah. Begitu dengar ada keributan di luar jalan, kami keluar dan memang kami lihat banyak orang disitu. Akhirnya pa Kades waktu itu teriak suruh bubar supaya tidak berkerumun dan akhirnya mereka bubar semua,” ungkapnya.

Ia tidak bisa memastikan benar apakah ada penganiayaan saat itu. Dirinya beralasan karena kejadiannya pada malam hari.

“Kejadiannya malam hari. Gelap. Jadi saya tidak bisa liat secara jelas apakah sampai adu fisik waktu itu. Kami hanya dengar adu mulut saja,” ujarnya.

Sementara itu, Patrisius Desal mengaku jika dirinya terlibat dalam peristiwa pada malam itu. Ia mengklaim jika saat itu Ia tengah menjalankan tugas sebagai Satgas penanganan Covid-19.

“Kami jalankan tugas sebagai Satgas waktu itu, sesuai instruksi Kapolri dan Bupati bahwa tidak boleh ada euforia berlebihan yang menyebabkan kerumunan saat menyambut tahun baru. Nah kami jalankan itu,” ujarnya.

Ia menceritakan, peristiwa bermula saat Fansi tidak terima ketika Ia memasang palang berupa besi pipa kecil di badan jalan sebagai upaya memperlambat laju kendaraan. Saat itu kata dia, Fansi malah mengungkapkan kalimat yang dirasanya bernada mengancam.

“Mereka kan konvoi motor, jadi saya tegur secara lisan, tidak dihiraukan. Akhirnya saya pasang palang pipa supaya memperlambat laju kendaraan. Fansi tidak terima itu dan bilang ‘bom neka lewat nggereta hio meu cepisa (untunglah kalau kalian tidak melintas ke arah atas nanti). Terus saya tanya, siapa yang omong itu, lalu Fansi tantang, saya yang bilang tadi, sehingga saya samperin dan pegang kerak bajunya lalu saya bilang panggil kau punya Bapa,” kata Patrisius.

Patris mengatakan, ia meminta Fansi agar memanggil orang tuanya itu, dimaksudkan agar orang tuanya sendiri tau dan memberi pemahaman terhadap Fansi, sebab orang tuanya adalah bagian dari Satgas Covid-19.

“Bapaknya anggota Sat.Pol.PP yang ditugaskan oleh Satgas Kecamatan Kuwus untuk melaksanakan pengamanan di Paroki Ranggu, termasuk wilayah Golo Pua,” jelasnya.

Saat dirinya memegang Fansi dan adu mulut, banyak orang datang melerai untuk menenangkan keduanya.

“Banyak orang datang melerai, ditambah lagi pa Kades teriak, bubar, bubar semuanya. Akhirnya semua bubar waktu itu,” terangnya.

Keesokan harinya, kata Patris, Fansi masih terlihat melaksanakan aktivitas seperti biasanya yaitu sebagai sopir dan mengangkut pasir.

Ia juga mengaku siap bertanggungjawab atas peristiwa itu.

“Toh kami jalankan tugas waktu itu. Kalau hanya pegang kerak baju dan adu mulut dengan si Fansi itu adalah tindakan yang salah menutut hukum, maka saya siap terima itu. Karena sayalah yang terlibat dalam kejadian malam itu, tidak ada orang lain. Pa Kades keluar dari rumah waktu itu karena mendengar keributan kami sehingga dia hanya teriak supaya berhenti dan bubar, tidak boleh berkerumun demi mematuhi prokes Covid-19,” tandasnya.

Penulis: Olizh Jagom