Kawasan Hutan Bowosie Labuan Bajo dalam Ancaman, FLAI Buka Suara

Foto: Elias Sumardi Dabur, Direktur FLAI

Labuan Bajo.GardaNTT.id-Kebijakan pengalihfungsian hutan Bowosie di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, NTT, oleh Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPO-LBF) menjadi kawasan bisnis wisata, ditentang keras oleh sejumlah pihak.

Salah satunya adalah Flores Legal Aid Institut (FLAI). BPO-LBF diminta segera menghentikan segala aktivitasnya di kawasan itu.

Hal itu disampaikan FLAI dalam keterangan pers yang diterima redaksi GardaNTT pada Kamis (26/08/2021) dalam merespon keberatan masyarakat terhadap aktivitas BOP-LBF di kawasan tersebut.

Menurut FLAI, aktivitas BOP-LBF tersebut berpotensi menimbulkan kerugian Negara jika dipaksakan.

Untuk diketahui, alih fungsi kawasan hutan Bowosie ini, bertujuan untuk investasi pariwisata, yang dimulai ketika Pemerintahan Joko Widodo menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) No.32 tahun 2018 tentang Badan Otorita Pariwisata Labuan Bajo-Flores, yang kini berganti nama menjadi Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo-Flores.

Perpres tersebut, khususnya mengenai penetapan tanah 400 hektar itu, dinilai oleh FLAI, bertentangan dengan UU Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum oleh sebab adanya sebagian masyarakat yang mengklaim kepemilikan ulayat atas tanah tersebut.

FLAI berpendapat, penetapan atas lahan seluas 400 hektar itu tidak sesuai dengan UU Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum dan UUPA, sehingga Perpres tersebut sepanjang menyangkut tanah 400 hektar itu, adalah batal demi hukum. Perpres 18/2018 bertentangan dengan asas hukum lex seperior derogat legi inferior.

Oleh karena itu, pihaknya secara tegas meminta BPO-LBF meminta agar menahan hasrat untuk buru-buru mengelola kawasan itu.

Suara dan hak para pemangku kepentingan lain, menurut FLAI, harus diperhatikan dan didengarkan.

TTD
Florianus Sp Sangsun, SH.,MH (Direktur) dan Elias Sumardi Dabur (Direktur).

Penulis: Olizh JagomEditor: Olizh Jagom