Jakarta.GardaNTT.id- Menghindari anak anak Indonesia mengalami loss learning, loss protection dan loss generation menjadi isu penting melihat dampak buruk yang menumpuk pada anak akibat pandemi.
Hal itu disampaikan Kadivwasmonev Komisi Perlindungam Anak Indonesia (KPAI) Jasa Putra, kepada GardaNTT, Kamis, (26/8) siang.
Pria yang akrab disapa Jasra itu mengatakan, mulai tidak idealnya belajar yang bisa menyebabkan loss learning, kehilangan aktor pengasuhan utama yang menjadi loss protection, dan tertinggal nya penanganan anak anak di masa pandemi yang menyebabkan bisa terjadi loss generation.
Menurut Jasra, ada 3 pembagian waktu yang melingkupi anak di dalam berinteraksi yaitu 8 jam dirumah, 8 jam disekolah dan 8 jam dilingkungan. Namun karena masa pandemi 2 pembagian waktu tersebut hilang dan membawa resiko buruk anak. Sehingga mendorong PTM di daerah yang memiliki kebijakan PPKM level 3 menjadi penting.
Jasra menambahkan, kita berhadapan dengan resiko kematian yang masih tinggi di Indonesia karena Covid, bahkan tertinggi didunia. Padahal Jawa Bali sedang menikmati dampak dari vaksin, seperti di Jakarta vaksin menyebabkan turun drastis penularan.
“Tidak hanya orang tua yang divaksin tapi anak anak juga. Sehingga kluster penularan yang tinggi di keluarga bisa dihentikan. Namun disisi lain daerah luar Jawa Bali sedang menghadapi resiko penularan tinggi” ungkap Jasra
Ia mengatakan, capaian vaksin untuk anak, dari target 26 juta lebih anak, baru mencapai untuk vaksin pertama 2,478,886 dan vaksin kedua 1,370,995.
Artinya keinginan Presiden membolehkan sekolah bila anak sudah di vaksin semua, perlu di pertimbangkan dan dipetakan.
Jasra menjelaskan, dalam menuju keinginan PTM dengan prasyarat vaksin di masa pandemi, KPAI mencatat beberapa persoalan:
Pertama, sebenarnya pemerintah responsif mendengar banyak masukan dengan target capaian vaksin, yang masing meninggalkan mereka yang tidak bisa vaksin akibat persyaratan NIK, terkait letak geografis menuju sentra vaksin, akses transportasi, anak anak kehilangan orang tua yang butuh pendampingan vaksin, kondisi anak yang tidak mudah mendeskripsikan riwayat kesehatan, fasilitas kebutuhan khusus anak masih jarang disediakan penyelenggara vaksin dan masalah skrinning yang dianggap hanya permukaan saja.
Kedua, meski Kementerian Kesehatan telah mengeluarkan kebijakan kemudahan vaksin bagi anak anak tidak berangka, anak anak yang membutuhkan perlindungan khusus, masyarakat rentan dan masyarakat adat. Namun penerapan pemahaman petugas pelaksana vaksin masih berbeda beda, juga termasuk ketika anak ingin vaksin kedua di acara vaksin pertama, petugas tidak membolehkan, padahal dosisnya sama dan jenis vaksinnya sama. Jadi di pelaksanaan antara kebijakan dan aparatur masih menjadi sesuatu yang belum nyambung dengan kebijakan antara Kemenkes, Kemendagri dan Kemendikbud. Belum lagi persoalan kebijakan yang belum ditetapkan dalam aplikasi Pcare. Karena ada data 4 juta warga Indonesia yang belum tercatat, KPAI mendorong vaksin jadi momentum perbaikan pencatatan kewarganegaraan juga, karena ini stetsel aktif negara.
Ketiga, masyarakat ditekankan partisipatif dalam mengikuti program vaksin termasuk anak, Namun yang terjadi dengan penyelenggaraan vaksin anak membutuhkan perlindungan khusus, baik anak panti, anak marginal, anak minoritas, anak disabilitas, penyelenggara vaksin baik Kemenkes dan pihak ke 3 kurang perhatian tentang bagaimana anak anak menjalankan partisipatifnya. Sehingga tidak imbang dalam memaknai partisipatif. Seperti bagaimana mereka menjalankan hak partisipatif vaksin, mereka memikirkan transportasi bisa mengantarkan mereka ke sentra vaksin, bagaimana mereka mengatasi kekhawatiran ketika di vaksin, dan lain lain. Semuanya dijalankan masih dengan informasi yang minim dan masih membutuhkan informasi yang layak anak. Agar informasi tidak tertinggal jauh untuk anak anak. Begitu juga pentingnya perhatian vaksin diluar skema sekolah, karena ada berbagai bentuk anak membutuhkan perlindungan khusus dan situasi khusus karena dampak berat pandemi.
Keempat, Ini juga yang menjadi, masih adanya orang tua yang memilih BDR, selain keselamatan anak dan keluarga, juga pertimbangan daya tahan ekonomi yang harus dijaga, sehingga BDR membuat pengurangan biaya transportasi dan akomodasi anak (bila sekolah). Meski pemerintah sudah membantu dengan konsep merdeka belajar dan bantuan pulsa untuk PJJ. Inilah persoalan terkait pencapaian vaksin, yang masih jadi perhatian kita semua dalam menjalankan amanat Presiden agar semua anak divaksin baru sekolah.
Jasra menambahkan, dalam pemantauan KPAI langsung ke sekolah, menfasilitasi perpindahan anak ke sekolah masih perlu perhatian, terutama protokol kesehatan saat menunggu dan naik transportasi.
“Begitu juga dengan cek suhu sebelum masuk sekolah, ketika menunjukkan 37 derajat, belum ada tempat transit sementara anak, sebelum dijemput orang tua. Karena memang penting ada tempat isolasi sementara yang aman untuk anak.”jelasnya.
Kemudian kata Jasra lagi, kelengkapan infrastruktur sekolah mendukung 5 M 1V juga menjadi saran KPAI agar fasilitas sekolah melengkapi. Namun sekolah telah melakukan beberapa antisipasi seperti pengurangan jumlah siswa, kelengkapan tempat cuci tangan dengan sabun dan tempat isolasi.
Hal ini menurut Jasra, menjadi persyaratan oleh kebijakan SKB 4 Menteri yang perlu dilaksanakan, dan tentu tidak ada tawar menawar di sekolah, karena menyangkut keselamatan semua. Sehingga aksi walikota Solo penting di lakukan para pemimpin daerah, ketika tidak mematuhi. Karena resiko kehilangan guru bisa tinggi, bila tidak diperhatikan.
Lagi-lagi Jasra katakan, angka partisipasi sekolah anak dalam PTM juga harus difikirkan, seperti bagaimana mengatasi hambatan mereka dalam partisipasi. Karena bicara anak PTM, bicara semua anak dan semua jenjang sekolah dengan penetapan konsep merdeka belajar yang menekankan blended learning (PTM dan BDR).
“Seperti anak disabilitas, anak dan sekolah yang masih sulit akses internet, anak dalam perlindungan khusus, anak berada dalam masyarakat adat dan suku dalam, dengan pertimbangan letak geografis disekolah, akses menuju sekolah yang memang sejak sebelum pandemi sudah menjadi tantangan pemerintah dalam memenuhi hak pendidikan mereka,” ungkapnya.
Ia menambahkan, tentu kita yakin pemerintah sudah memikirkan semuanya, dan pentingnya pengawasan situasi dinamis ditengah pandemi yang harus diawasi bersama, agar PTM yang diharapkan tidak semakin menambah anak anak kehilangan orang tua dalam waktu mendadak.
Dalam pengjangkauan KPAI kepada anak anak yang terlepas atau ditinggal karena Covid 19. Terungkap suara anak yang khawatir biaya sekolahnya, setelah tulang punggung ekonomi mereka wafat, sehingga terancam putus sekolah
Dijelaskannya, begitu juga beban anak ‘merasa merepotkan di keluarga yang baru’ sehingga membutuhkan pendampingan relawan belajar di awal, untuk memperkuat keluarga barunya.
Lebih jauh Jasra mengatakan, begitu juga suara anak anak di Hari Anak Nasional dan Hari Kemerdekaan yang senada ingin kembali ke sekolah. Tentu ini menjadi tugas kita semua dalam mengurangi ancaman di sekitar anak ditengah pandemi, sehingga kita ingin PTM segera terwujud.
Namun kata Jasra, kita harus tetap optimis di tengah tema Kemerdekaan bangsa ke 76 ini, dengan Indonesia Bangkit – Indonesia Tumbuh. Agar kerja kerja pelayanan terus ditingkatkan dan berinovasi.